Biasanya selepas rapat di kantor Dinas PPAPP di kawasan Pulogadung, pulangnya, saya akan menyusuri ruas jalan sejauh 3 (tiga) kilo ini. Jalur ini sengaja saya tempuh lantaran jarang ada razia polisi, hehe..Â
Tak banyak yang bisa dilihat mata selain deretan showroom furniture dengan beberapa pekerja yang sedang mengamplas kusen, bangku, lemari, dan perabot lainnya. Ya, ruas jalan Klender, di Jakarta Timur memang kesohor dengan furniture-nya, yang kebanyakan terbuat dari kayu kualitas numero uno seperti jati dan kamper.
Menyaksikan aneka furniture terhampar di depan mata, entah mengapa tiba-tiba saja terbayang di-ingatan bagaimana orang dari kampung saya di Kemang, pergi ke Klender untuk membeli perabot untuk mengisi kamar pengantinnya. Saya ingin bercerita tentang tradisi tersebut.
Saya masih ingat, dulunya sekitar tahun 80-an, setelah acara lamaran, orang tua calon mempelai pria Betawi menyerahkan uang belanja kepada orang tua calon mempelai wanita Betawi.Â
Namanya uang belanja, tentu akan digunakan untuk keperluan pesta resepsi pernikahan.
Namun oleh orang tua si wanita yang bijak, uang belanja itu tidak dihabiskan untuk keperluan pesta (resepsi) pernikahan semata, dan sebagiannya lagi akan dibelanjakan untuk membeli minimal 3 (tiga) jenis perabot rumah tangga (furniture) wajib, seperti; ranjang tidur, lemari pakaian, dan meja hias. Ini merupakan simbol atau ukuran bagi kedua mempelai bahwa mereka telah siap berumah tangga.Â
Buktinya, mereka sudah bisa atau mampu membeli sekadar perabot rumah tangga, meski (rumahnya) masih numpang. Bagi orang tua, itu tak mengapa. Beli perabot dulu, rumahnya dibangun belakangan, hehe..
Setelah ketiganya dibeli, perabot itu diletakkan di kamar pribadi mempelai wanita. Kamar ini nantinya akan dihias sebagai kamar penganten yang isinya akan di'pamerkan' sewaktu acara akad nikah yang (biasanya) dilanjutkan dengan resepsi.
Saat acara resepsi pernikahan, yang dilangsungkan di rumah mempelai wanita (bukan di gedung atau di hotel seperti saat ini) maka para tamu, kerabat, dan teman-teman mempelai wanita akan mengintip kamar pengantin.Â
Mereka penasaran pengen tahu kayak apa kamar pengantennya. Model/macam apa perabot yang ada di dalamnya. Begitulah wanita, segalanya pengen dilihat, termasuk kamar penganten. Maka, kamar pengantin itu pun dihias. Dan, tentu saja seperangkat furniture baru, made in Klender terpamer didalamnya.
Kini tradisi itu sepertinya punah dimakan zaman. Dugaan saya, salah satunya adalah sudah jarang terjadi perkawinan antar sesama Betawi.
Bila si mempelai pria orang Betawi, namun si mempelai wanita bukan orang Betawi, maka dipastikan tradisi itu tak terwujud, ini lantaran yang megang uang belanja adalah pihak perempuan. Begitupun bila si pria bukan orang Betawi, maka, si mempelai wanita Betawi pun jarang yang mengamalkan kebiasaan ini.Â
Sekarang ini, biasanya, sebagian uang belanja itu digunakan untuk tambahan uang muka cicilan kredit rumah. Ya, ketimbang nyampur sama mertua, mendingan ngontrak (kredit) rumah, hehe..
Begitulah, meski tradisi belanja ranjang, lemari, dan meja hias sudah semakin pudar, namun bisnis furniture di Klender masih tetap tumbuh dan semarak. Jadi, tunggu apa lagi segera meluncur ke Klender buat beli ranjang pengantin baru, lho? hehhe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H