Menarik memang, meski gak pernah jalan-jalan ke Lombok, mereka juga masih sempet-sempetnya nyumbang kegiatan maulid Nabi SAW di mushola deket rumah. Golongan ini ‘pelit’ terhadap diri sendiri, namun royal terhadap lingkungan sekitar. Mereka masih mau bersosialisasi dengan warga sekitar tempat tinggal.
Nah, celakanya golongan kedua ini adalah meski kaya, namun tidak sadar ia kaya malahan justru apaptis terhadap lingkungan sosialnya. Sungguh, saya kasihan terhadap mereka, tidak bahagia hidupnya. Dibudak oleh harta, tanpa mampu menikmatinya. Pergi pagi, pulang malam, begitu saban hari menumpuk dan mengumpulkan harta. Apesnya lagi, dalam tata pergaulan masyarakat pun golongan ini nyaris diacuhkan bahkan tidak di reken keberadaannya oleh Pak RT/RW. Kalau ia mati, entah ketabrak Bus TransJakarta atau tertimpa pohon tumbang, dipastikan gak ‘kan ada orang yang men-shalatinya, bahkan tetangga kiri kanan pun segan bertandang ke rumahnya tuk ngelawat. Â
Maka, beruntunglah kita bila diamanahi kekayaan oleh Tuhan YME dan sadar bahwa kita kaya karena-Nya dan membelanjakan kekayaan itu untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar, amien.