Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Inilah Role Model Pengelolaan Tanah Kosong ala Philly

19 Mei 2016   13:09 Diperbarui: 19 Mei 2016   17:20 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai kota dengan jumlah penduduk yang banyak, Philadelphia, seperti kota-kota besar di Amerika Serikat lainnya tentu dihadapkan dengan permasalahan penyediaaan perumahan yang layak huni bagi warganya. Dengan keterbatasan lahan yang ada di perkotaan, maka pemerintah pun membuat perumahan yang sederhana ukurannya. Dan biasanya, dikhususkan bagi kalangan menengah. Meskipun kecil, namun permukiman atau kawasan perumahan di kota dengan panggilan Philly ini sangat tertata dengan baik. Beraturan. Jarak antara bangunan dengan jalan raya dibuat lurus laksana bujur sangkar kotak-kotak. Jalan lingkungan di sekitarnya pun lumayan lebar, muat untuk ukuran empat lajur mobil.

Lantaran berukuran kecil, kulihat kawasan perumahan sederhana di Philly dibuat tanpa mempunyai halaman depan. Bentuk, ukuran, dan luasnya pun nyaris seragam. Kutaksir tiap-tiap rumah luasnya hanya sekitar 50 meter persegi, dengan tanpa adanya garasi atau lahan kosong. Akibatnya, banyak mobil yang terparkir di pinggir jalan di depan rumah-rumah mereka.

Urban farming
Urban farming
Ada hal menarik yang kujumpai saat berkunjung ke kota tempat Liberty Bell ini bersemayam pada pertengahan Maret 2016 silam. Meski tiap rumah tidak memiliki lahan atau halaman depan, namun tidak menyurutkan mereka untuk melakukan kegiatan tanam menanam, atau lebih dikenal dengan istilah urban farming, berkebun di tengah kota.

Kegiatan urban farming atau berkebun di tengah kota yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan tampaknya telah mewabah dan merambah kota-kota besar di dunia, tak terkecuali bagi kota berpenduduk 1,6 juta jiwa ini. Hampir di setiap lingkungan perumahan yang kutemui terdapat sebidang tanah kosong yang dikhususkan untuk mewadahi mereka yang mempunyai hobi bercocok tanam. Tadinya aku sempat terkecoh, dari kejauhan kulihat sebidang tanah tanpa bangunan itu -meski berpagar-, seolah tak terurus, Namun, saat kudekati ternyata ada aktivitas bercocok tanam di sana.

Comm Garden
Comm Garden
Kulihat beberapa wanita sedang mencabut rerumputan kecil yang ada di sekitar tanaman berjenis daun bawang. Ada pula yang sibuk menyemai benih baru. Sehari-hari mereka merawat dan menyemai benih untuk kemudian menyiraminya dengan air. Kuperhatikan semua tanaman yang berisi aneka bunga, sayuran, dan tumbuhan khas negara 4 musim, di areal seluas 500 meter itu, tumbuh dengan suburnya. Ya, awal Maret, memang tengah memasuki awal musim semi, adalah waktu yang cocok untuk mulai menyemai benih dan bercocok tanam.

Mereka terlihat sangat bersemangat mengolah tanah, dalam upaya penghijauan lingkungan di sekitar tempat tingggalnya. Keseriusan mereka ini untungnya di back up oleh pemangku kebijakan disana. Meski lahan di Philly serba terbatas, namun ada beberapa kavling tanah milik pemerintah yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan urban farming.

Sudut Urban Farm
Sudut Urban Farm
Pemerintah kota Philadelphia memfasilitasi warga untuk bercocok tanam dengan menyewakan tanah-tanah miliknya kepada para penduduk sekitar perumahan. Ongkos sewanya pun terbilang murah. Tanah pemerintah seluas kira-kira 500 meter ini dibagi menjadi beberapa bagian atau kavling. Tiap kavling luasnya sekitar 30 meter persegi. Luas itu cukup untuk satu keluarga menanam aneka jenis tanaman, sayuran, dan bunga. Tiap orang yang hendak menggarap satu kavling itu cukup membayar sekitar 30 dollar per tahunnya.

Untuk meng-organize kegiatan urban farming ini, mereka berkumpul dan membentuk komunitas yang bernama “Community Garden”. Ada gubuk kecil, semacam sekretariat untuk mereka berkumpul. Di gubuk seluas 25 meter persegi itu juga digunakan sebagai tempat menaruh aneka perabot pertamanan. Kulihat sekop dan pacul tergeletak di sudut gubuk. Ada pula berjenis-jenis pupuk kompos. Juga tampak aneka benih dan bibit tanaman. Tiap anggota bisa memanfaatkannya fasilitas yang ada. Setiap hari, selalu saja ada anggota komunitas -yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga- menggarap jatah kavling miliik mereka.

tanaman di urban farm
tanaman di urban farm
Di Jakarta, sebenarnya mengolah tanah ‘nganggur’ ini telah diterapkan, seperti tampak di sudut jalan, di prapatan Pramuka, by pass. Penggarap tanah tersebut menanami tanah kosong itu dengan aneka macam sayuran yang bernilai ekonomis. Selain di Pramuka, ada lagi beberapa tanah milik pengembang di pinggiran Jakarta yang kulihat dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Sayangnya, aku belum mendapati model Philly di tengah permukiman padat penduduk di Jakarta. Ya, mungkin lantaran tanah di sekitarnya tidak ada yang kosong. Atau, kalaupun ada tanah kosong, itu milik pribadi (warga), dan biasanya disewakan untuk parkiran kendaraan warga perumahan.

Solusinya, bila ada tanah milik negara yang ‘tidur’ atau belum termanfaatkan, di tengah-tengah permukiman, alangkah baiknya bila model sewa lahan di kota Philadelphia ini bisa dijadikan benchmark, bagaimana konsep urban farming diterapkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, ketimbang tanah itu digunakan hanya untuk lahan parkir mobil!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun