Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Romantisme Mudik di Era Endemi Covid-19

2 Mei 2022   07:30 Diperbarui: 2 Mei 2022   07:34 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudik ini sebenarnya bukan merupakan rangkaian dari sebuah kegiatan religi keagamaan. Mudik hanyalah tradisi yang terjadi ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan itu berjalan setahun sekali, diluar  mudik menjelang peristiwa lainnya seperti Natal dan Tahun Baru. 

Meskipun demikian mudik memiliki kesan mendalam, tidak sekedar pulang kampung untuk bertemu kerabat dan orang tua, tetapi memiliki nilai religius. Saling bermaafan, saling curhat penuh romantisme.

Romantisme dapat terjalin dengan siapa saja. Anak-anak dengan orang tuanya, atau dengan kerabatnya yang lama tidak berjumpa. Bisa juga menantu dengan mertua, dan dengan cucu-cucunya. Tidak sebatas itu, romantisme dalam peritiwa mudik juga terjadi antar warga pendatang dan pendatang dengan orang setempat. Romantisme itulah yang menjadikan mudik sebagai tradisi yang dipertahakankan dari dulu hingga kini.

Jika dipandang dari sudut ekonomi, peristiwa mudik itu tidak dinafikan dapat berdampak multifier efect pada dinamika pertumbuhan ekonomi. Kondisi ekonomi yang ketika pandemi covid-19 bergerak lamban dan bahkan cenderung stagnan, kembali tumbuh dinamis ketika terjadi mobilitas warga yang mudik. Mudik dapat memicu tumbuhkembangnya sumber-sumber ekonomi informal.

Bayangkan, jutaan orang yang mudik dari kota besar ke berbagai kota tujuan membutuhkan dukungan bahan bakar volumenya tinggi. Jasa perbengkelan mobil juga kebanjiran mobil yang mau service sebagai persiapan perjalanan jauh. Pemudik sudah pasti membekali dirinya dengan logistik bahan makanan untuk persiapan di jalan.

Penginapan transit, sudah pasti juga akan banyak menjadi sasaran pemudik jarak jauh. Apakah sekedar untuk beristirahat sebentar atau menginap sehari dua hari untuk menyegarkan badan yang cape. Demikian juga  keberadaan rumah makan di sepanjang jalan yang dilalui juga menjadi hidup karena pemudik. 

Jika semua simpul-simpul kegiatan itu diperhitungkan secara ekonomi sudah pasti akan mencerminkan jumlah peredaran uang sangat besar, yang tidak terjadi ketika masa pandemi Covid-19.

Persoalannya, mobilitas warga yang mudik itu tentu menuntut kewaspadaan, tidak hanya bagi warga yang mudik tetapi juga aparat berwenang yang memiliki tugas mengatur perjalanan di jalan raya. Pola kerja petugas perlu penyesuaian yang dinamis dan bersifat antisipatif mengikuti dinamika mobilitas warga yang mudik.

Di sisi lain dukungan logistik  seperti ketersediaan bahan bakar di setiap SPBU juga dituntut untuk sigap menyediakan persediaan agar tidak menjadi persoalan bagi pemudik. Keberadaan SPBU dalam mendukung mobilitas warga yang mudik itu sangat krusial, kekurangan pasokan bahan bakar dapat menjadi sumber permasalahan yang merepotkan bagi semua pemudik.

Dengan demikian peristiwa mudik yang kedengarannya sederhana itu, ternyata dapat menumbuhkan romantisme. Romantisme yang terjadi pada peristiwa mudik tidak hanya berlangsung di antara warga yang mudik, akan tetapi juga juga melibatkan banyak pihak yang terkait di dalam rangkaian yang terjadi pada peristiwa mudik.

Semoga mudik ini dapat menumbuhkan motivasi kearah perkembangan ekonomi yang lebih prospektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun