Mohon tunggu...
Rachmat Fazhry
Rachmat Fazhry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Prinsip hidup Saya : Hidup Sehat, Pintar, Bijaksana Kunjungi blog saya https://jurnalfaz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melarikan Diri Bukan Pilihan Bijak

23 Februari 2018   20:44 Diperbarui: 23 Februari 2018   20:45 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi pula, dia selalu berteriak-teriak di depan rumah. Meminta-minta. Kadang teriakannya sedih. Kadang disengaja. Berharap orang-orang kasihan padanya. Namun, orang-orang sudah terlanjur sebal dengannya. Sudah dekil, dia pencuri. Mencuri dengan skala kecil tapi membuat jengkel besar orang-orang.

Orang-orang bukan tidak mau melaporkannya atau mengeroyok dia. Hanya saja orang-orang sudah tak peduli. Kesalahan kecil kadang bisa dimaafkan meski sering dilakukan. Orang-orang juga punya kesibukan masing-masing. Buat apa bikin laporan, hanya buang waktu saja. Lagipula perkara yang dia lakukan, sudah menjadi biasa di negara ini.

Sebelum aku benar-benar menyentuh bumi, badanku berputar. Gerakan ini sudah alamiah. Aku tak perlu diajarkan. Aku pun mendarat dengan kaki.

Sebentar aku menengok ke atas. Melihat dia. Tatapan sebelah matanya angkuh. Sombong. Penuh amarah. Sementara mata satunya tertutup. Menyisakan luka. Aku tak peduli. Yang penting nyawaku tak hilang. Aku melangkah pelan. Aku lihat luka dikakiku. Aku ludahi. Perih sedikit, tapi bisa kutahan. Aku lanjutkan perjalananku. Awal mula perjalanan baruku.

Tiba-tiba dari belakang, ada yang ingin menyergapku. Instingku berbicara. Aku menghindar.  Namun tubuhku tergeletak. Dia maju dengan cepat. Tanganku berusaha untuk menampik serangannya. Tapi aku kalah cepat. Tangannya mencerkam mukaku. Mataku terpejam.

Saatku buka mata. Aku mengenali lingkunganku. Bahkan sangat mengenal. Aku tahu di mana aku. Aku di kamar. Ternyata cuma mimpi. Tak ada sergapan. Tak ada ninja. Semua pelarianku hanya bunga. Bunga yang sesekali mekar saat aku tidur.

Sudah tak terhitung berapa kali mimpi melarikan diri ada di dalam mimpiku. Bukan hanya seperti ninja, mimpi dibawa kabur pangeran pun pernah aku merasakannya. Apakah melarikan diri sudah masuk ke dalam alam bawah sadarku. Aku tidak tahu. Yang pasti aku ingin pergi.

Orangtua angkatku pasti tidak mengizinkan aku pergi. Aku tahu itu. Pernah aku lama bermain. Semua orang mencariku. Mereka bertanya kepada para tetangga. Bertanya kepada siapa saja yang dianggap melihatku. Aku merasa bersalah. Tidak enak hati ketika itu. Namun aku ingin pergi.

Sautu malam, aku yakinkan untuk pergi. Aku rela begadang menunggu dini hari. Aku pastikan aku tidak tidur. Agar mimpi melarikan diri tidak terjadi lagi. Kutetapkan hati. Aku tegar akan meninggalkan mereka yang kusayangi.

Saat dentang jam berbunyi dua kali. Pintu kamar kubuka perlahan. Aku sangat hati-hati. Aku tidak mau gesekan besi pintu kamarku mengeluarkan bunyi. Aku ingin kesunyian tetap menemani malam.

Aku bergegas naik ke lantai dua. Melakukannya seperti dalam mimpi-mimpiku. Merayap, menaiki tembok hingga berhati-hati melangkah saat melewati pecahan kaca. Dan dia, dia ada saat aku berjalan di pucuk tembok. Dia memerhatikanku dengan seksama. Aku sangat ingat, dia menyergapku dari belakang dalam salah satu mimpiku. Tapi saat itu, dia hanya menyaksikan aku berjalan sampai aku tiba di perbatasan tembok rumah tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun