Mohon tunggu...
Rachmat Fazhry
Rachmat Fazhry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Prinsip hidup Saya : Hidup Sehat, Pintar, Bijaksana Kunjungi blog saya https://jurnalfaz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melarikan Diri Bukan Pilihan Bijak

23 Februari 2018   20:44 Diperbarui: 23 Februari 2018   20:45 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang malam, sebelum tidurku benar-benar pulas, aku sering berpikir ,menetapkan hati untuk pergi dari kehidupan ini. Meyakinkan diri meninggalkan orang angkatku dan keluarganya.

Aku pun akhirnya memilih pergi. Memanjat layaknya seorang ninja yang pernah kulihat di film-film. Bedanya, aku tak menutup wajahku. Pakaianku juga tak seperti ninja.

Aku merayap pelan. Nafas aku atur dengan sempurna. Gugup, sudah pasti. Rencana ini sudah kupikirkan berulang kali. Pagi, siang hingga malam hari. Ketika makan, saat rebahan menatap hujan. Saat dibelai. Pikiran melarikan diri sering terlintas.

Aku naik ke lantai dua. Orang seisi rumah sudah tertidur pulas di kamar mereka masing-masing. Itu hanya dugaanku. Tapi seingatku, orang-orang pasti sudah terlelap saat dini hari. Aku pun biasanya juga begitu. Hanya saat ini tidak. Aku sedang mengendap-ngendap.

Tembok lantai dua berhasil aku lewati. Sesaat lagi aku akan benar-benar pergi dari rumah. Rumah yang melindungiku dari air hujan. Hal yang sangat tidak aku suka. Aku tak suka basah. Bahkan saat aku dimandikan, aku selalu memberontak. Tapi apa daya, kekuatanku tak sebanding.

Aku sengaja tak memilih pintu depan untuk kabur. Padahal ada celah di jendela sebelah pintu depan yang dibuka agar kabel pendingin udara bisa mudah melintas. Tapi itu tak aku lakukan. Terlalu riskan menurutku. Aku juga tidak mau ada tetangga yang melihatku kabur. Aku tidak mau kepergianku membuat aib untuk keluarga angkatku. Ini bukan salah mereka. Ini hanya soal prinsip. Prinsip bahwa aku ingin melihat luasnya dunia. Setidaknya luasnya negaraku.

Orangtua angkatku bukannya tidak pernah mengajak keluar. Hanya saja, aku selalu merepotkan saat diajak keluar. Peralatan yang dibawa selalu terbentur aturan. Paling jauh, aku diajak ke taman tidak jauh dari rumah karena aturan di taman tak seketat di tempat lainnya. Atau jika aku dibawa ke rumah kerabat, tak semua orang suka padaku. Ada saja di antara mereka yang bersin-bersin. Jika sudah begitu, orang itu pasti meminta seseorang untuk mengusirku. Atau membawa aku pergi jauh-jauh. Padahal aku tidak melakukan hal yang berbahaya bagi mereka. Itu hanya opiniku saja.

Tiba di puncak tembok, aku harus memilih langkah yang tepat. Sedikit salah, pecahan kaca pasti merobek telapak kakiku. Selanjutnya aku bisa saja terjatuh. Itu pasti sakit. Aku tak ingin begitu. Tembok yang aku panjat tingginya sekira dua meter lebih.

Satu demi satu langkah berhasil aku lewati. Tujuanku adalah rumah tetangga. Dari sana, pintu belakang penuh cela bisa aku gunakan untuk bebas. Hanya saja, perjalanan menuju pintu itu penuh rintangan. Jebakan pecahan kaca itu salah satunya.

Sedikit lagi aku mencapai tembok pemisah. Hanya beberapa langkah lagi. Namun, suara di belakang membuatku kaget. Aku melompat. Pijakanku kandas. Saat kembali mendarat, kakiku salah menapak. Salah satu kakiku menginjak pecahan kaca. Untuk kedua kalinya aku melompat. Melompat ke arah samping. Itu artinya, tembok sebagai pijakanku menjauh.

Aku pun terjun. Dari posisiku jatuh, aku mendongak ke atas. Dia yang mengeluarkan suara hanya tersenyum culas. Aku mengenal dia. Dia sering mondar-mandir di depan rumah. Kadang dia selalu diusir saat berusaha masuk ke rumah. Aku tak pernah berbicara dengannya. Melihatnya saja aku segan. Kumal alasanku malas bersinggungan dengannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun