Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Menikah Muda Bukan Sekadar Ikutan Tren Tanpa Persiapan

27 Januari 2017   12:20 Diperbarui: 10 November 2017   13:30 2012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permasalahan mengenai pasangan hidup (jodoh) memang selalu menjadi permasalahan yang menarik untuk dibahas terutama oleh anak-anak muda. Untuk anak-anak muda yang terlahir dalam rentang tahun 1988-1992, permasalahan tentang pasangan hidup selalu menjadi topik utama untuk dibahas ketika sedang acara kumpul-kumpul saudara ataupun kumpul-kumpul dengan teman.

Pertanyaan “Kerja Di mana sekarang?” sudah bukan menjadi topik yang dibahas ketika tengah kumpul-kumpul antara keluarga besar pun kumpul-kumpul dengan teman. Pertanyaan itu tidak lagi mendominasi, karena pertanyaan yang mendominasi adalah tentang “Kapan nikah?” “Calonnya mana, kok ga diajak?” atau “Calonnya orang mana, kenalin dong!”

Untuk yang sudah punya pasangan, pertanyaan demikian mungkin terasa tidak memberatkan untuk dijawab, lalu bagaimana yang belum punya pasangan? Tentu mendengar pertanyaan seperti itu, rasanya ingin loncat saja dari lantai 30, bukan? Eh, bercanda hahaha! Maksudnya pasti sedikit banyak ada perasaan pilu juga jika selalu ditanya tentang jodoh dan pernikahan.

Menikah muda, memang diperbolehkan dan memang dianjurkan bagi mereka-mereka yang sudah siap lahir batin membina rumah tangga sehidup semati bersama pasangan nya. Saya terlahir dengan usia yang dalam rentang waktu 1988-1992 di mana teman-teman sebaya saya, satu per satu sudah banyak yang menuju jenjang pernikahan.

Timeline path, foto-foto di instagram sudah barang tentu saya lihat setiap weekend nya dengan caption “Happy wedding… semoga jadi keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah” tak ayal juga banyak yang menposting foto bersama anak-anak mereka yang lucu-lucu (rata-rata baru punya anak pertama pasti senangnya bukan main).

Di sini, saya Cuma ingin sharing tentang menyikapi menikah muda terutama untuk usia yang rentang waktunya sama dengan saya (1988-1992) sedikit banyak, kalian yang ada di usia ini, dan melihat teman-teman yang lain sudah banyak yang menikah ada perasaan “Kapan y ague nyusul?” pasti ada. Karena ini berdasar tanya jawab saya ke teman-teman yang sama-sama belum menikah seperti saya.

Menikah Muda Bukan Sekadar Ikut-ikutan tanpa persiapan

Perbincangan menikah muda memang selalu hangat untuk dibicarakan. Keinginan untuk mendapatkan pasangan halal, sehidup semati bersama orang yang dicintai, memang selalu menjadi Top Rating bahasan bagi anak-anak muda usia 24-28 tahun. keinginan menikah muda makin menggebu-gebu lagi melihat hastagh sosial media #MenujuHalal2017 atau #AdanBWedding #AdanBAkhirnyaSah. Ya rupa-rupa lah anak-anak muda memberikan hastagh di sosial medianya.

Keinginan memiliki pasangan yang halal, rasanya 'mendadak' dimiliki oleh setiap perempuan. Padahal menikah bukanlah permainan. Bukan juga lomba tentang siapa yang duluan. Tapi, tentang realita yang tak semudah kelihatannya.

Pernikahan bagai negeri dongeng dengan konsep yang unik dan mewah serta ribuan like di sosial media menjadi goals pernikahan impian seseorang. Namun, setelah pesta pernikahan dihelat, maka itulah kehidupan sesungguhnya yang harus dilalui bersama pasangan.

Banyaknya teman-teman sebaya saya yang sudah lebih dulu melangsungka pernikahan, mereka sedikit banyak memberi pandangan nya serta nasihat nya pada saya dan teman-teman lain yang belum menikah. Mereka bilang “Pernikahan bukan sehari dua hari, tapi seumur hidup. Kalau sekiranya belum yakin jangan terburu-buru. Karena pernikahan bukan sekadar ikut-ikutan teman tanpa adanya persiapan.” Dalam agama islam yang saya anut, pernikahan juga merupakan penentu untuk mendapatkan kunci surga, karena anak perempuan yang sudah menkah, bukan lagi menjadi tanggung jawab ayah nya melainkan menjadi tanggung jawab suaminya.

konsep pernikahan yang elegan, classy, dan tidak pasaran adalah dambaan bagi setiap pasangan yang ingin menikah | Sumber: Instagram wedding inspiration
konsep pernikahan yang elegan, classy, dan tidak pasaran adalah dambaan bagi setiap pasangan yang ingin menikah | Sumber: Instagram wedding inspiration
Benarkah Sudah Yakin untuk Menikah?

Hendaknya pertanyaan di atas benar-benar menjadi pemikiran yang matang untuk saya dan /atau kalian yang ingin menikah nanti. Saat masih sendiri, ketika gajian, uang kita bisa kita belanjakan untuk keperluan kita sendiri, tapi kalau sudah menikah? Tentunya pengeluaran  harus diatur ulang. Untuk belanja bulanan, tabungan, investasi, dan masih banyak yang lainnya.

Teman-teman saya pun yang sudah menikah memberi pandangan, jika seandainya setelah menikah masih harus tinggal dengan ibu mertua, hendaknya kita harus menunjukkan sikap baik dan santun, pada waktu masih sendiri inilah saat yang tepat bagi kita untuk memantaskan diri, untuk yang perempuan, saat masih sendiri (single) perbanyak belajar untuk mengurus rumah tangga dengan baik, mengurus rumah bukan aktivitas yang gampang. Jika belum terbiasa maka akan sangat ribet dan melelahkan. Belajar masak untuk perempuan, juga penting. Karena konon, menurut teman-teman saya yang sudah menikah, suami lebih senang makan masakan dari istrinya.

Lalu, bukan berarti yang banyak memantaskan diri hanya perempuan nya saja, lelaki pun demikian. Lelaki seyogyanya juga harus lebih memantaskan diri karena dialah nanti yang akan menjadi kepala keluarga, menjadi seorang ayah. Kalau lelaki yang hobby nya masih suka kebut-kebutan di jalan, suka minum-minuman gak punya kerjaan tetap mau melamar anak gadis orang, Si Bapak anak gadis tersebut pasti tidak akan menyetujuinya dong? Lelaki harus bisa menjadi ‘Imam rumah tangga yang baik’ dalam agama saya, proses lelaki untuk memantaskan diri adalah dengan perbaiki sholat 5 waktu, tadarus qurán, juga dengan hal-hal positif lainnya. Gunanya apa sih lelaki juga harus memantaskan diri sebelum menikah? Kelak Sang Ayah dari calon wanita yang akan dinikahi nya nanti merasa lega dan bahagia karena putrinya tidak dijaga oleh lelaki yang salah.

***

Karena pernikahan bukan perlombaan, bukan siapa cepat, yang lama nikah artinya ‘gak laku’ (emang barang sembako di warung, gak laku? Hahaha). Artikel ini hanya sekadar berbagi tanpa maksud menggurui. Jangan hanya pikirkan tentang halalnya saja. 

Karena pernikahan itu sejatinya membuat seseorang lebih dewasa dalam bertutur dan bertindak. Bukan berarti harus pacaran lebih lama, tapi kesiapan mental juga sangat diperlukan. Jika sudah siap melangkah ke jenjang yang lebih serius, semoga kalian selalu berbahagia bersama pasangan ya! (DEW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun