Mohon tunggu...
rachmad plb3
rachmad plb3 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biru Kuning

Santri Pesantren Nurul Jadid dan Mahasiswa Biru Kuning Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Probolinggo, yang tidak lain hanyalah seorang anak pulau Giligenting diseberang pulau Madura.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harlah PMII Ke-62: Sebuah Refleksi yang Tidak Biasa

19 April 2022   19:42 Diperbarui: 19 April 2022   19:48 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kader yang hanya berdiam diri atau berpangku tangan tanpa melakukan sesuatu adalah penghinaan atas eksistensi PMII. Hati, pikiran, dan fisik setiap kader harus selalu beraktivitas untuk memikirkan perjuangan dan kebermanfaatan kepada orang banyak.

62 tahun lalu, 17 April 1960, merupakan tahun bersejarah atas lahirnya organisasi anak dari Nahdlatul Ulama yang dideklarasikan di Surabaya. Namanya adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau yang disingkat PMII. Pada hari ini, 17 April 2022, PMII genap berusia 62 tahun. Alhamdulillah, kami selalu bersyukur kepada Allah SWT bahwa PMII masih terus eksis menghiasi perjalanan bangsa Indonesia, generasi ke generasi bergantian sesuai dengan dinamikanya.

Selama 62 tahun, medan perjuangan PMII berada dalam pergelutan rezim demi rezim yang terus bergantian, mulai dari orde lama, orde baru, reformasi, pasca refomasi, hingga sekarang. Namun, sebagai organisasi pergerakan dan kaderisasi, PMII secara berkelanjutan memiliki garapan yang sama yakni multi sektoral, mulai dari ekonomi, politik, pendidikan, masyarakat, dan sebagainya.

 Akan tetapi, tidak sekadar pada tataran itu saja, menurut Fathullah Syahrul, Bendahara bidang Kaderisasi Nasional PB PMII, medan perjuangan PMII semakin komplek dengan bertambahnya kecanggihan teknologi.

PMII dituntut untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam medan perjuangannya supaya sejalan dengan yang pernah disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar PMII, Abdullah Syukri, transformasi teknologi. Teknologi harus menjadi sasaran empuk bagi warga pergerakan untuk mendongkrak kemajuan bangsa Indonesia menuju kancah dunia. Hal ini lagi lagi sesuai dengan visi Abdullah Syukri, PMII Maju dan Mendunia.

Tidak ada alasan bagi generasi hari ini terutama yang masih aktif di struktural PMII -- mulai dari Pengurus Rayon hingga Pengurus Besar -- untuk tidak berjuang. Selemah-lemahnya menjadi kader adalah memikirkan PMII, meskipun belum bisa mengimplementasikannya. Karena bagi saya, jika seorang kader hanya berdiam diri atau berpangku tangan tanpa melakukan sesuatu adalah sebuah penghinaan atas eksistensi PMII. Hati, pikiran, dan fisik setiap kader harus selalu beraktivitas untuk memikirkan perjuangan dan kebermanfaatan kepada orang banyak.

Sebagai refleksi awal, kita bisa melihat banyak tokoh penting yang sudah berjuang diberbagai medan perjuangan baik nasional maupun internasional. Tidak hanya soal mereka yang berhasil pada arena birokrasi, PMII juga telah melahirkan banyak tokoh yang berjuang sebagai aktivis kemanusiaan, ngopeni masyarakat akar rumput. 

Mereka adalah kader PMII yang sudah matang dalam menjawab segala persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara serta beragama. Tentu, tidak semudah membalikkan telapak tangan, mereka adalah kader yang sudah dibekali dengan peralatan intelektual sehingga mampu membaca dinamika dan kontradiksi-kontradiksi sosial yang terjadi.

Kompleksnya medan perjuangan yang harus dihadapi oleh PMII tidak lain untuk membuatnya lebih survive dan tangguh. Selain pada pengembangan diri pribadi, segala persoalan memang harus dijawab guna mengejawantahkan tujuan dari organisasi yang bernama PMII. Mendampingi masyarakat dan menata bangsa Indonesia merupakan salah satu dari poin penting didalam tujuannya. Sahabat-sahabat bisa lihat tujuannya sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar bab IV pasal 4.

Dalam kesempatan refleksi harlah ke-62 tahun ini, saya akan mencoba sedikit memberikan tanggapan minimal sebagai urun rembuk dari saya yang masih aktif sebagai pengurus di struktural komisariat. Sebenarnya ada yang mengendap bahkan mulai sirna dalam dunia gerakan mahasiswa khususnya dalam lingkaran PMII. 

Mahasiswa yang tergabung dalam PMII ini, termasuk saya, hanya kebanyakan wacana saja. Kalau kata anak PMII Universitas Nurul Jadid itu manossa se bennyak apacapa malolo. Tipologi kader yang seperti ini hanya selesai pada tahap retorika saja, jarang yang bisa mengimplementasikannya untuk lebih dekat kepada kepentingan masyarakat, mengawal proses beragama, berbangsa, dan bernegara.

Krisis yang terjadi pada tubuh PMII bersama kadernya adalah defisit literasi. Jarang ditemukan dari melimpahnya kader PMII yang serius dan intens menekuni dunia literasi. 

Masih minim sekali karya-karya dari para kader PMII yang potensial untuk dijadikan rujukan dari kompleksitas kebutuhan masyarakat terutama karya yang memakai bahasa "mudah dipahami oleh masyarakat akar rumput". Persoalan media dan teknologi yang hari ini menjadi program unggulan dari PB PMII memang sangat minim. Jarang ditemui narasi-narasi keislaman dalam menyuarakan Islam moderat dan ceria tanpa kekerasan.

PMII sudah seharusnya menyikapi dengan serius persoalan perkembangan media dan teknologi. PMII harus membersamai Nahdlatul Ulama' dalam mengampanyekan Islam Nusantara untuk menghindari atau menangkis paham-paham radikal-anarkis dan fanatisme agama. PMII dengan ribuan kadernya harus masuk secara mendalam di dunia maya dengan berbekal pengetahuan yang holistik supaya mampu menyeimbangi segala persoalan yang akan merongrong keberadaan Indonesia. Diversitas Indonesia harus selalu dijaga dengan pendekatan yang kontekstual dan komunikatif.

Menjawab segala persoalan diatas, para kader PMII yang berada distruktur harus lebih giat dan serius mendampingi para kader yang semakin hari semakin kompleks. Kader PMII bukan hanya dari kalangan pesantren dan kampus agama seperti IAIN dan UIN, tetapi semakin tahun berbagai kalangan turut terekrut di dalamnya seperti di kampus umum. Kultur hibrida menjadi warna baru bagi PMII, untuk itu teramat penting ilmu pengetahuan dan keagamaan yang harus diintegrasikan bagi kehidupan berbangsa dan beragama.

Akan tetapi, fokus tulisan ini tidak akan mengulas bagaimana dinamika PMII dikampus umum. Tentu karena tulisan ini dibuat sebagai refleksi dari kami yang berada dalam lingkungan kampus pesantren.

 Kebetulan selama empat bulan -- Desember 2021 hingga Maret 2022 -- kami sebagai pengurus komisariat selalu intens mengadakan evaluasi bersama para pengurus rayon. Sepertinya dari bulan ke bulan yang disampaikan oleh mereka tidak jauh berbeda, seperti miss komunikasi, pengurusnya banyak hilang, kadernya momentuman saja, dan sebagainya.

Kami mencoba memberikan jalan keluar meskipun belum tentu mujarab untuk mengatasinya. Sebagai seorang yang berada di struktur -- terutama ketua rayon dan ketua komisariat -- harus menjadi panutan dalam berbagai hal. Semisal para ketua ingin kadernya melakukan 'A' maka ia harus memulai terlebih dahulu untuk menjadi percontohan. Karena kita tidak bisa serta merta menyuruh atau menginstruksikan tanpa memberikan contoh konkret pada pribadi kita.

Seperti halnya yang disampaikan oleh pengurus rayon pada 28 maret 2022, mereka mengadu bahwa kadernya suka ghaib, disuruh nulis malah menghilang. Fenomena seperti ini tidak lantas bahkan haram menyalahkan kadernya yang kurang berpartisipasi aktif. Sebagai pengurus harus rajin-rajin instrospeksi diri, karena dari merekalah segala permasalahan bersumber. Seorang pimpinan harus memiliki aspek ethos supaya ia bisa diikuti oleh bawahannya atau kader yang dipimpinnya.

Kami ingin mengutip salah satu perkataan atau quote dari ketua umum pertama PMII, Mahbub Djunaidi, tentunya akan sangat memberikan tamparan hebat kepada kita yang berada di struktur. "Jika guru pipis berdiri, maka jangan heran kalau murid pipis berlari". Perkataan tersebut terdengar atau terlihat sederhana, tapi sudah cukup memberikan sentilan kepada kita semua sebagai generasi penerusnya. Kita semua harus serius menelaah quote tersebut, buat tertanam kuat dibenak dan usahakan selalu terngiang-ngiang ditelinga kita.

Pola kaderisasi yang perlu diterapkan adalah percontohan atau keteladanan. Tanpa dimulai dari seorang pimpinan dan pengurus dengan menulis dan mengajarkan pentingnya berkarya, maka kata Mahbub jangan pernah heran jika kedepannya tidak akan ditemukan karya-karya masyhur yang terlahir dari pergolakan pemikiran dan keringat tangan kader PMII. Kalau tradisi lama masih dilanjutkan, mengajari sekadar tradisi lisan semata, tradisi menulis kedepannya tidak akan akrab sebagai ruh atau nafas dari warga pergerakan.

PMII harus lebih aktif dan komunikatif supaya eksistensinya tetap terawat. Tidak mudah tergerus oleh kerasnya zaman layaknya komunitas atau organisasi yang tidak jelas yang sering muncul belakangan ini. 

Melimpahnya kader secara kuantitas harus dipertautkan dengan pengembangan kualitas kader. Pola kaderisasi harus seimbang antara pengembangan intelektual berbasis diskusi dengan penguasaan teknologi. Media PMII harus lebih digalakkan untuk menampung tulisan kader, meminjam istilahnya ketua umum Abdullah Syukri, mampu menciptakan opini tandingan.

Mumpung menulis dalam momen harlah, saya teringat apa yang pernah disampaikan oleh Ketua Umum PB PMII masa khidmat 2008-2011, Muhammad Rodli Kaelani. "Jika hanya maknai hari lahir PMII dengan biasa-biasa saja, maka berkhidmat di PMII di hari-hari selanjutnya hanya biasa-biasa saja, dan pasca alumni menata kehidupan cukup menjadi manusia biasa. Sebaliknya, jika dimaknai hari lahir PMII dengan luar biasa, maka berkhidmat di Pergerakan maupun pasca alumni akan menjadi manusia luar biasa dan menata kehidupan sosial dengan penuh kemanfaatan".

Jadi, sudah sewajarnya sebagai warga pergerakan tidak melulu memaknai harlah sebagai hal biasa, ceremonial semata, dan potong tumpeng saja. Harlah PMII harus dimaknai dalam rangka mencerdaskan otak untuk mengukir prestasi dan menyugesti kehidupan masa depan. 

Harlah PMII harus dijadikan refleksi supaya kader hari ini mampu meneladani para pendahulu secara serius bukan sebatas romentisme sejarah saja. Saatnya menjadikan momen harlah sebagai perubahan secara mendasar bagaimana kader PMII mampu berperan aktif dimana saja dan kapan saja. Kader yang siap pakai dalam situasi dan kondisi apapun.

Saya ingin menegaskan dalam tulisan ini selain selalu saya sampaikan pada pertemuan-pertemuan forum PMII. "Kader PMII tidak boleh menjadikan suatu keadaan sebagai alasan paling keren untuk menyerah pada situasi yang tidak memungkinkan. Seharusnya sebagai kader harus mampu menjadikan sebuah hambatan sebagai tantangan untuk terus maju. Jika ada rintangan, jangan sampai mundur, tapi berbeloklah lalu maju kembali."

Zaman yang semakin maju dengan indikator media dan teknologinya harus mampu dijawab dan dijalani oleh warga pergerakan. Dengan modal intelektual yang sudah mumpuni yang ditempa dalam setiap diskusi follow up, diskusi fakultatif, dan jenis diskusi lainnya sudah saatnya untuk dibahasakan ulang menjadi narasi yang menarik untuk dibaca dan perlu dalam lintasan dunia maya. Kader PMII harus melek teknologi yang dalam kedepannya akan menjadi sentrum perjuangan dalam menyalurkan gagasan-gagasan kontekstual untuk kemajuan Indonesia dan PMII.

Kata Mahfud Sunarjie, Jurnalis alumni PMII, tanpa narasi diberbagai media, eksistensi PMII hanya akan berada dalam hati saja. Bukti konkret hari ini yang menunjukkan bahwa PMII masih aktif berperan dan mengawal serta mengisi keberlangsungan Indonesia selain dalam dunia nyata harus diseimbangi dengan eksistensi dunia maya. 

Ingat! PMII tidak pernah lahir dari ruang hampa tanpa tujuan dan landasan yang jelas, tetapi terlahir atas kejernihan hati dan kejelihan pemikiran untuk menjawab tantangan zaman yang terus dipupuk dengan secercah harapan yang terorganisir.

Akhir kata, saya mengucapkan selamat harlah PMII ke-62. Marilah berdoa secara serius. Lalu lantangkan dengan semangat pengabdian dan gemakan dengan penuh kegembiraan. Lantunkanlah dengan bangga "Inilah kami wahai Indonesia. Tunas yang terus bersemi, dan kader yang terus tumbuh subur. Inilah kami wahai Indonesia. Ilmu dan bakti kuberikan".

Penulis: Abdur Rahmad (Sekretaris Umum PMII Komisariat Universitas Nurul Jadid)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun