Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Pengaruh Infeksi HIV, Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Gejala - gejala Tuberkulosis, Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai :
Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Terapi TB, Karena yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu sendiri, pengontrolan efektif TB mengurangi pasien TB tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TB saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).
Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TB.
Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TB atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TB, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TB yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TB yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TB biasanya gejala TB bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TB diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan.
Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TB yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TB akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TB saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen.
DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000.
Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
Imunisasi, Pengontrolan TB yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TB. Vaksin TB, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TB pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup.