Pada sisi Presiden tentu bisa saja menolak atas dalil-dalil pemohon, mengingat secara langsung ataupun tidak bahwa itu berkaitan dengan anaknya Gibran yang berpotensi mengikuti arus dalam kontestasi Pemilu 2024 namun patut disayangkan Presiden justru menyerahkan itu kepada MK untuk menilai konstitusionalitas batasan umur capres dan cawapres.
Perubahan Petitum
Hal yang krusial dalam putusan MK tersebut adalah pengubahan “petitum”, dalam permohonan dalil petitum adalah :
“ Menyatakan pada Pasal 169 huruf q UU No.7/2017 sepanjang “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;" bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan "… atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten / Kota."
Setelah perkara berjalan dan MK mengabulkan sebagian permohonan pemohoan maka MK merumuskan petitum baru yang berbunyi:
“Menyatakan Pasal 169 huruf q UU No.7/2017 yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
“Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”
Perubahan petitum tersebut didasari atas “ex aequo et bono”, MK menilai meskipun serangkaian pertimbangan hukum berkesesuaian dan dapat menjawab isu yang dikemukakan pemohon, namun pemaknaan yang tepat untuk mewujudkan pokok pertimbangan hukum tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan dengan mengikuti rumusan pemaknaan yang dikehendaki oleh pemohon. Oleh karena itu, diganti dengan petitum baru.
Atas perubahan petitum tersebut pada dasarnya berdampak keadaan yang lebih luas, melihat dalil-dalil pemohon pada awalnya memfokuskan agar persyaratan tidak hanya dibatasi oleh batas usia namun ada alternatif "pengalaman" yang bisa menjadi pintu masuk agar seseorang bisa lolos kepencalonan capres dan cawapres.
Dan juga pemohon tidak pernah menyinggung terkait jabatan-jabatan yang dipilih melalui Pemilu didalam permohoannya sehingga menjadi rancu tiba-tiba MK membuat lompatan petitum baru yang tidak menyandarkan pada posita dan dalil-dalil permohonan pemohon.
Batasan Umur dan Pernah Mendudukai Jabatan Yang Di Pilih Melalui Pemilihan Umum