Mohon tunggu...
Rachmad Oky
Rachmad Oky Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara)

Penulis merupakan Direktur sekaligus Peneliti pada Lembaga Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara) HP : 085271202050, Email : rachmadoky02@gmail.com IG : rachmad_oky

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mahkamah Konstitusi: Dari Mahkamah Keluarga ke Mahkamah Kontroversi

18 Oktober 2023   20:00 Diperbarui: 18 Oktober 2023   20:14 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis : Rachmad Oky S (Dosen HTN FH Unilak/Peneliti LAPI HUTTARA

Serangkaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) telah dibacakan hakim MK dihari yang sama pada tanggal 16 Oktober 2023.

Beberapa permohonan pemohon mempunyai objek norma yang sama untuk diuji secara materil yakni Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No.7/2017) yang berbunyi “Persyaratan menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden adalah .....berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun

Ruang publik selama ini sedikit terfokus pada pertanyaan “apakah MK akan menurunkan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun ke 35 tahun?” Mengingat adanya permohoan uji materil terkait batas usia tersebut yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hingga seorang Mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru.

Terlebih lagi isu dinasti politik yang tidak bisa dihindari bahwa putusan MK akan memberikan karpet merah untuk Gibran (Walikota Solo) yang notabene adalah putra sulung Presiden Jokowi dan beliau berpotensi maju sebagai cawapres di Pemilu 2024. Sementara Ketua MK sendiri (Anwar Usman) merupakan Paman Gibran sekaligus Adik Ipar Presiden Jokowi.

Guyonan publik selama ini yang menganggap MK adalah Mahkamah Keluarga seolah-olah terkonfirmasi dengan sendirinya semenjak adanya putusan MK No.90/PUU-XXV/2023. 

Singkatnya, berawal permohonan yang dilayangkan oleh Pemohon Almas Tsaqibbiru terkait pengujian batas usia capres dan cawapres tertanggal 3 Agustus 2023 dan diterima oleh Kepaniteraan MK tertanggal 4 Agustus 2023.

Atas permohonan pemohon maka tiada disangka dan tiada diduga MK memberikan amar putusan “Mengabulkan Permohonan Pemohon Untuk Sebagian” dan “Menyatakan Pasal 169 huruf q UU No.7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang  tidak dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk Pemilihan Kepala Daerah”.

Dari prespektif kebulatan suara hakim MK ternyata  terdapat alasan yang berbeda (concurring opinian) dan pendapat yang berbeda (dissenting opinian), dimana 2 (dua) orang hakim MK (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic) memilih sikap memberi alasan berbeda sementara 4 (empat) orang hakim MK (Wahiduddin Adams,Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo) memilih sikap pendapat yang berbeda.

Tampaknya perkara No.90/PUU-XXV/2023 penuh riuh dikalangan internal MK itu sendiri apalagi yang paling menarik adalah pendapat berbeda yang dinyatakan hakim Saldi Isra dalam pertimbanngannya “saya bingung dan benar-benar bingung untuk harus dari mana memulai pendapat yang berbeda (disenting  opinian) ini. Sebab sejak menapakkan kaki sebagai hakim MK digedung Mahkamah ini pada 11 April 2017 atau sekitar  enam setengah tahun yang lalu baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh....dst

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun