Mohon tunggu...
Rachma Azahra Ramadhani
Rachma Azahra Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif dalam bidang Jurnalistik

Menikmati film dan buku terutama berunsur fantasi, aksi, serta thriller

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hari Pohon Sedunia: Kita Membutuhkan Paru-Paru Dunia!

1 Desember 2021   00:25 Diperbarui: 2 Desember 2021   19:44 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Alam liar merupakan pelestarian dunia"

Kutipan yang tercantum dalam buku berjudul Walking yang dituliskan oleh Henry David Thoreau ini dapat menjadi pengingat kita semua bahwa alam liar harus dijaga keberadaannya. Sepadan dengan pemikiran aktivis lingkungan asal Amerika, Julius Sterling Morton, melahirkan peringatan Arbor Day atau dalam bahasa Indonesia yaitu Hari Pohon Sedunia setiap 21 November untuk menghargai jasanya dalam hal lingkungan.

Julius Sterling Morton merupakan seorang editor media berita dan agrikulturalis yang mengampanyekan kepeduliannya terhadap pohon-pohon kehidupan. Ia juga mengajak orang- orang untuk turut bergabung dalam perayaan Hari Pohon Sedunia dengan menanam atau melestarikan keberadaannya. Hal ini bertujuan untuk membantu memperbaiki keadaan bumi, tetapi sayangnya ketakutan J. Sterling Morton akan tanda-tanda kerusakan alam kini sudah terlihat di depan mata.

Apabila berkaca pada situasi bumi saat ini, sangat mengerikan ketika mengetahui bahwa gletser di daerah Greenland sudah mulai mencair sebanyak 3,5 triliun ton es selama satu dekade terakhir. Hal ini menandakan bumi kita di ambang kritis akibat pemanasan global yang kemudian berujung pada perubahan iklim dan kemungkinan besar Indonesia terkena imbas dari banjir global.

Selain itu, dampak dari pemanasan global juga dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat Indonesia. Dikutip dari CNN, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa ada tren peningkatan suhu udara di Indonesia sebesar 0,5 derajat celsius pada 2030 mendatang.

Namun, tenang saja! Kita memiliki salah satu cara untuk memutarbalikkan situasi ini yaitu dengan menjaga eksistensi paru-paru dunia agar tetap asri. Akan tetapi, apakah mudah untuk memersuasi banyak orang untuk memedulikan keberadaan pohon-pohon kita?

Pastinya akan sulit. Keadaan pemerintah saat ini pun sedang fokus terhadap pembangunan infrastruktur yang dapat memengaruhi kesulitan kita untuk menjaga eksistensi pohon dan hutan. Mengapa demikian? Karena pemerintah kini kerap melakukan deforestasi untuk pengalihan lahan agar kebutuhan masyarakatnya dapat terpenuhi.

Walaupun begitu, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, tindakan deforestasi atau penebangan hutan yang teroganisasi di Indonesia sudah menurun sepanjang 2019--2020. Namun, bukan berarti tindakan deforestasi di masa depan dapat dilakukan kembali dengan cara besar-besaran.

Tidak hanya pemerintah, sejumlah masyarakat juga berperan atas hilangnya keberadaan pohon di beberapa daerah karena melakukan deforestasi secara liar dan tentunya tidak memiliki izin resmi untuk melakukan degradasi pengalihan lahan. Satu per satu pohon ditebang dengan sengaja dan tidak menghiraukan dampaknya yang kemudian dapat dirasakan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi. Padahal, keberadaan satu pohon dapat menghasilkan 1,2 kg oksigen dan dapat membantu kehidupan dua orang karena per orangnya membutuhkan 0,5 kg oksigen per hari.

Oleh karena itu, tindakan deforestasi dan illegal logging (pembalakan liar) ini membuat eksistensi pohon yang dapat menghidupi manusia menjadi berkurang. Dikutip dari Mongabay bahwa hilangnya hutan primer tahunan rata-rata dalam lima tahun terakhir (4,3 juta ha dalam periode 2015-2019) dari periode studi, hampir 50% lebih tinggi dari lima tahun pertama (2,9 juta ha 2002-2006).

Lalu, kembali pada pertanyaan awal, dapatkah kita mengajak banyak orang untuk peduli dengan keberadaan pohon? Sama halnya dengan gerakan bersepeda yang sempat menjadi tren pada masa awal pandemi Covid-19, pastinya kita dapat mengajak masyarakat untuk peduli dan ikut melaksanakan proses reboisasi. Dari kita, untuk kita, dan oleh kita. Hanya kita yang dapat memerangi perubahan iklim akibat berkurangnya eksistensi pohon di alam semesta.

Oleh karena itu, sebagai generasi yang telah mencicipi segala hal serba digital, media sosial sangat berpengaruh untuk memersuasi masyarakat dengan membuat ajakan dalam bentuk video yang dapat menarik perhatian mereka. Selain itu, kita juga bisa meminta kesadaran lingkungan bagi "influencer" di media sosial untuk ikut menyuarakan pentingnya eksistensi pohon.

Nah, biasanya masyarakat Indonesia akan "latah" setelah melihat sesuatu yang sedang tren. "Latah" yang dimaksud yaitu ketika terdapat suatu hal yang menjadi perbincangan banyak orang, biasanya masyarakat lainnya akan ikut-ikutan untuk mencoba hal tersebut. Ketika tren yang telah diikuti banyak orang tersebut berupa ajakan untuk menanam pohon, kita dapat menyelamatkan bumi dari krisis pemanasan global sebelum sampai 2030 nanti.

Selain menanam pohon, kita juga dapat memerangi keberadaan sampah plastik yang sulit terurai. Rata-rata sampah plastik dapat terurai jika sudah melewati puluhan tahun, tentunya hal ini dapat menganggu keadaan alam terutama kesuburan tanah. Keberadaan sampah plastik yang sulit terurai dapat menghambat kesuburan tanah sehingga pemberlakuan reboisasi bagi pohon yang terdegradasi pun akan sulit untuk dilakukan.

Sama halnya dengan penggunaan listrik. Pemakaian listrik yang berlebihan dapat dijadikan peluang bagi perusahan batu bara untuk membuka lahan baru dengan cara menebang pohon sehingga eksistensi pohon akan berkurang. Maka dari itu, bukan hanya mengajak masyarakat untuk menanam pohon, melainkan tanamkan pemikiran mengenai bagaimana cara hidup berkecukupan untuk menyeimbangi keadaan alam.

Kita boleh menggunakan plastik dan listrik, tidak perlu mengikuti cara bertahan hidup seperti pada masa nenek moyang, tetapi alangkah baiknya apabila kita dapat menggunakan semua hal yang ada di alam semesta dengan bijak. Dengan demikian, alam akan kembali pulih seiring dengan bantuan yang kita lakukan untuk mengembalikan eksistensi pohon.

Mari jaga dan lestarikan paru-paru dunia tanpa harus menyalahkan orang lain. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dari kita, untuk kita, dan oleh kita.

Selamat Hari Pohon Sedunia, 21 November 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun