Mohon tunggu...
Rachel Novitasari
Rachel Novitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Avengers Endgame Sebagai Upaya Hegemoni Hollywood

22 Maret 2021   17:58 Diperbarui: 24 Maret 2021   04:00 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia di dalam kehidupannya selalu dipengaruhi oleh budaya.

Setiap manusia memiliki nilai-nilai kultural yang berbeda. Nilai-nilai kultural ini kemudian akan memengaruhi manusia dalam melakukan setiap kegiatannya. 

Kegiatan yang dimaksud salah satunya yaitu gaya hidup. Gaya hidup yang mencakup cara berpakaian, cara berbicara, kebiasaan, preferensi terhadap musik, film, dan lain sebagainya merepresentasikan nilai-nilai kultural tertentu.

Didukung dengan zaman yang serba modern ini, arus penyebaran nilai-nilai kultural semakin cepat. Sehingga, tak heran jika semakin cepat juga pergantian budaya (dinamis) yang memengaruhi kehidupan manusia.

Ketika diamati lebih dalam, budaya yang paling terlihat kecepatan penyebaran dan kecepatan pergantiannya (dinamis) di kehidupan manusia disebut sebagai budaya populer. Budaya populer yang kerap disebut dengan trend bagi orang awam, memiliki beragam bentuk atau produk budaya.

Tidak berhenti sampai sana, nyatanya budaya populer juga berpotensi menimbulkan terbentuknya budaya-budaya yang menganut nilai yang berbeda. Budaya dengan perbedaan nilai inilah yang kemudian disebut sebagai subkultur. Sehingga, dapat dikatakan bahwa subkultur hadir sebagai cabang-cabang dari budaya populer.

Untuk mempermudah pemahaman Anda, simak analisis contoh dari budaya populer dan subkultur berikut.

Budaya Populer : Film Avengers Endgame

Source : Imdb.com
Source : Imdb.com

Tahun 2019 lalu, industri perfilman dihebohkan dengan perilisan film Avengers : Endgame. Film hasil produksi Marvel Studios ini, merupakan seri terakhir dari crossover seluruh tokoh superhero Marvel.

Dilansir dari CNN Indonesia (21 Juli 2019), film ini berhasil mencetak rekor sebagai film terlaris sepanjang masa. Gelar tersebut diperoleh melalui keuntungan total film yang mencapai 39 triliun rupiah, dengan Indonesia sebagai penyumbang sebesar 490 miliar rupiah.

Melalui fakta tersebut, film Avengers : Endgame dapat dikatakan sebagai budaya populer. Mengapa demikian?

Perlu diketahui bahwa definisi budaya populer menurut Storey (2015), merupakan suatu produk budaya yang diminati dan memengaruhi banyak orang. Lebih lanjut, budaya populer juga berbicara mengenai kesenangan sesaat sehingga cenderung bersifat dinamis atau cepat berganti.

Pernyataan tersebut selaras dengan ciri-ciri dari film ini. Kuantitas peminat film Avengers : Endgame sangatlah banyak. Hal ini dibuktikan melalui pemutaran film tersebut di bioskop Indonesia dengan penambahan waktu tayang hingga 24 jam secara berkelanjutan dari pukul 5 pagi hingga pukul 5 pagi di hari selanjutnya. 

Penambahan waktu tayang terjadi karena membludaknya jumlah penonton. Melalui film Avengers : Endgame yang laris di pasaran, terlihat bagaimana publik terpengaruh untuk menyaksikan film tersebut bahkan sampai berulang kali.

Selain itu, film ini juga sebagai bentuk dari industri entertainment yang hanya menawarkan kesenangan dan kepuasan sesaat. Dikatakan demikian, sebab segera setelah selesai menonton kesenangan tersebut akan hilang dan akan digantikan dengan budaya populer yang baru.

Namun siapa sangka, rupanya perilisan film Avengers : Endgame juga merupakan salah satu upaya untuk meneruskan hegemoni Hollywood di dunia pada bidang entertainment, loh. 

Storey (2015), menyatakan bahwa konsep hegemoni merupakan cerminan bagaimana politik budaya populer berjalan. Konsep hegemoni sendiri memiliki arti yaitu politik identitas yang akhirnya di monopoli atau dikuasi oleh kelompok dominan. Selaras dengan pernyataan tersebut, Avengers : Endgame sebagai produk buatan Hollywood meraih kesuksesan besar di berbagai negara dan mampu menambah profitabilitas industri perfilman Hollywood.

Subkultur : Bohemian

Souce : Gayakeren.id
Souce : Gayakeren.id

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa subkultur merupakan cabang dari budaya populer. Searah dengan pernyataan tersebut, subkultur juga dapat diartikan sebagai perbedaan pendapat dengan budaya dominan yang kemudian memunculkan nilai-nilai kultural yang berbeda. 

Pada akhirnya, subkultur mampu membentuk identitas, namun tidak populer. Sehingga subkultur hanya dapat membentuk identitas lokal, yang dimiliki komunitas tertentu (Ryan, Ingram, & Musiol, 2010).

Bohemian merupakan bentuk dari subkultur. Bohemian hadir sebagai reaksi terhadap konservatisme yang mendominasi masyarakat Eropa pada abad kesembilan belas. Kala itu, budaya yang berkembang di masyarakt cenderung otoriter konservatif yang mengutamakan kaum borjuis. Hal ini berkaitan dengan politik yang berlandaskan kapitalisme. Sehingga, kaum borjuis memiliki kekuasaan yang luas untuk menghegemoni masyarakat.

Subkultur bohemian hadir dengan mengembangkan serangkaian nilai yang berbeda. Kaum bohemian identik dengan kebebasan dan keindahan yang mencakup kebebasan jiwa, kebebasan berpikir, keterbukaan, preferensi seni seperti tarian.

Nilai-nilai tersebut mereka representasikan melalui gaya hidup. Gaya hidup kaum bohemian erat kaitannya dengan alkohol dan obat-obatan terlarang, sebab mereka sangat mengagumi imajinasi, keindahan sesaat, dan pengalaman hidup. Selain itu, cara berpakaian kaum bohemian juga identik dengan kain longgar dengan motif-motif menarik. Lagi-lagi ini berkaitan dengan preferensi seni dan kebebasan yang mereka junjung tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Makki, S. (2019, Juli 21). ‘Avengers : Endgame’ resmi jadi film terlaris sepanjang masa. CNN Indonesia. Diambil dari  https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190721135026-220-414089/avengers-endgame-resmi-jadi-film-terlaris-sepanjang-masa

Ryan, M., Ingram, B. dan Musiol, H. (2010). Cultural Studies: A Practical Introduction. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Storey, J. (2015). Cultural theory and popular culture: an introduction (7th ed.). Oxon: Routledge.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun