Mohon tunggu...
Rachel Elfia
Rachel Elfia Mohon Tunggu... Guru - Universitas Indraprasta PGRI

Just pray ..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak Usia Dini: Meningkatkan Potensi dalam Pendidikan Anak Usia Dini

17 Maret 2024   23:30 Diperbarui: 19 Maret 2024   20:50 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kibrispdr.org

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI : MENINGKATKAN POTENSI ANAK DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Tidak hanya dialami oleh orang dewasa, penyakit mental juga bisa menyerang anak-anak dan remaja. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit mental dapat berkembang sejak usia 14 tahun, dan akan terus memburuk hingga kematian jika tidak mendapat pengobatan sebelum usia tersebut (Perkasa, 2020). Hal ini juga menggambarkan korelasi antara tingkat keparahan penyakit mental yang dialami oleh individu berusia 20-an, khususnya pada kategori dewasa muda (Maharrani, 2019).

Melihat data di atas, beberapa penelitian juga menyajikan hasil yang menunjukkan bahwa stres merupakan gangguan jiwa paling umum yang dapat diterapkan pada siapa pun (Banerjee & Chatterjee, 2016), tanpa memperhitungkan jenis stres, tingkat keparahan, atau pertumbuhan individu. dalam pertanyaan.Stres dan masalah kesehatan mental lainnya juga dapat dilaporkan oleh siswa yang relatif baru di sekolah, asalkan beban kerja mereka lebih besar daripada kemampuan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan. Banyak studi kasus menunjukkan bahwa kinerja akademik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berpotensi berdampak negatif terhadap kesehatan mental siswa di sekolah. Mengingat hal ini, sangat penting bagi sekolah untuk menerapkan kebijakan yang tidak hanya mendukung siswa yang terlambat berkembang dan orang tua mereka, tetapi juga komponen pendidikan lainnya.

Pendidikan Kuantitatif Sejahtera

Menurut Lenares-Solomon, Brown, dan Czerepak (2019), layanan kesehatan mental berbasis sekolah atau sering disebut dengan layanan kesehatan mental sekolah merupakan salah satu jenis dukungan kesehatan mental yang diberikan oleh konselor pada komunitas masyarakat yang bersekolah.

Salah satu pedoman dalam program ini adalah bagaimana pengelola dan konselor sekolah dapat mengembangkan program yang juga mendukung lingkungan sekolah dengan mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan siswa. Di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM bekerja sama dengan Pusat Kesehatan Mental Masyarakat (CPMH) dan Departemen Pendidikan, Pelatihan, dan Seni Rumahan telah berhasil melaksanakan program Sejahtera. Program ini dimaksudkan untuk mendukung sistem yang mendorong pertumbuhan muri-murid sebaik-baiknya. Konsep yang diterapkan juga mendorong seluruh pegawai sekolah untuk konsisten memberikan dukungan dan penguatan positif yang dapat membantu anak menjadi lebih produktif dengan sikap ceria.

Untuk mencapai tujuan program yang diinginkan, kerja sama tim dan komunikasi antar seluruh pihak yang terlibat harus dilakukan dengan baik. Yang ragu mengambil risiko adalah remaja putri itu sendiri. Salah satu cara sederhana untuk mengukur kemajuan bayi adalah dengan melihat bagaimana orang tua memandang anak tersebut. Hal yang sama juga diterapkan di bidang pendidikan, dan sangat penting bagi orang dewasa untuk mengabdikan dirinya pada pendidikan anak. Tidak hanya penting untuk memastikan bahwa anak-anak menerima pendidikan yang berkualitas; orang dewasa juga harus mendukung kesehatan mental anak-anak. 

Di era pandemi saat ini, peran tersebut menjadi jauh lebih signifikan. Munculnya COVID-19 mengharuskan anak-anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan mereka di lingkungan yang aman dan online. Untungnya, menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga dalam waktu tiga bulan atau lebih dapat meningkatkan ambang stres pada anak-anak, yang juga membutuhkan dukungan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan hal tersebut, orang tua hendaknya mencegah dan memastikan bahwa anak dapat memiliki lingkungan yang aman baik secara fisik maupun psikologis. Mendorong gaya hidup sehat pada anak, membentuk kebiasaan belajar yang baik, bermain game, dan menjaga komunikasi yang efektif adalah beberapa contoh tindakan yang menyoroti pentingnya orang dewasa dalam meningkatkan kesehatan mental anak. Dengan pendekatan ini, anak dapat belajar secara produktif dan juga dapat meningkatkan tingkat aktivitasnya dengan bermain game. Proses ini akan membantu menurunkan tingkat stres yang dialami anak dalam aktivitas sehari-hari di rumah (Kurniati, Alfaeni, & Andriani, 2020).

Pendidikan Individu di Pendidikan Menengah

Persona tersebut mempengaruhi perkembangan serta pencapaian anak tidak hanya di akdemik mereka, tetapi juga di lingkungan rumah. Dalam program Sekolah Sejahtera, siswa dipasangkan dengan orang dewasa di awal tahun agar orang dewasa dapat memahami contoh kegiatan yang akan dilakukan anak. Selain itu, Anda juga bisa berdiskusi dengan orang lain mengenai isu-isu yang dapat meningkatkan rasio siswa-guru di sekolah yang menjadi rumah kedua tersebut.

Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam orientasi siswa dan orang dewasa dalam program ini antara lain sebagai berikut:

  • Aspek keamanan dan kesejahteraan siswa di dalam kelas; di mana administrasi sekolah memberikan panduan untuk keselamatan dan kesejahteraan siswa. Masyarakat juga akan selalu terinformasi dan dilibatkan mengenai aspek perlengkapan sekolah yang aman dan teratur.
  • Visi, misi, dan nilai sekolah; di mana administrasi sekolah dan masyarakat umum bekerja sama untuk mengakui dan menjunjung tinggi misi, nilai-nilai, dan nilai-nilai yang telah dipilih sekolah. Namun, sekolah itu
  • Aspek keamanan dan kesejahteraan siswa di dalam kelas; di mana administrasi sekolah memberikan panduan untuk keselamatan dan kesejahteraan siswa. Masyarakat juga akan selalu terinformasi dan dilibatkan mengenai aspek perlengkapan sekolah yang aman dan teratur.

Selain itu, terdapat beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan untuk menciptakan program Sekolah Sejahtera yang baik. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kemampuan komunikasi antar individu yang apresiatif dan empati terhadap situasi serta permasalahan yang dialami oleh masing-masing pihak; baik pihak sekolah maupun pihak orang tua.

Kurangnya komunikasi antara pihak orangtua dan sekolah serta kenyataan lapangan yang negatif menjadi permasalahan yang sering muncul jika aspek-aspek tersebut tidak berhasil diterapkan. Pihak sekolah dan orang tua dapat meningkatkan empati mereka untuk bisa saling memahami dan mengkhawatirkan masing-masing, agar permasalahan dapat diselesaikan dengan lancar tanpa ada posisi yang terpojokkan. Kemampuan untuk berempati dan saling menghargai akan semakin mempererat jalinan kerja yang positif.

Penjelasan di atas ini menjelaskan bagaimana orang dewasa dapat berkontribusi terhadap pendidikan anak di lingkungan sekolah.

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan untuk menciptakan program sekolah yang sukses. Atribut tersebut terdiri dari kemampuan individu dalam berkomunikasi satu sama lain secara apresiatif dan pengertian terhadap keadaan dan permasalahan yang dihadapi masing-masing pihak, baik pihak administrasi sekolah maupun individu. Komunikasi yang tidak berhasil antara organisasi induk dan sekolah serta transaksi real estat yang tidak menguntungkan mengakibatkan situasi yang cepat muncul ketika harapan-harapan tersebut di atas tidak terpenuhi. 

Sekolah dan individu dapat meningkatkan empati untuk saling memahami posisi dan cara berpikir sehingga permasalahan dapat terjadi. dapat diselesaikan secara damai tanpa menimbulkan kerugian. Etika kerja yang positif akan semakin diperkuat dengan kemampuan bersikap toleran dan gigih.

Dalam program ini, tidak hanya faktor serta aspek orientasi siswa yang perlu ditekankan. Pendekatan yang diterapkan dalam program ini pun memegang peranan penting yang nantinya akan menjadi landasan yang akan membentuk seluruh kegiatan belajar mengajar. Program Sekolah Sejahtera menggunakan pendekatan dengan basis yang fokus pada kelebihan siswa. Seringkali, individu lebih banyak memikirkan hal-hal negatif dibandingkan hal yang positif. Pola pikir seperti ini perlu dihindari ketika berbicara mengenai potensi yang dimiliki setiap anak. 

Orangtua perlu meningkatkan kesadaran bahwasanya seluruh anak memiliki kelebihan masing-masing, dan kelebihan yang telah diidentifikasi tersebut akan menjadi “tameng” anak untuk menghadapi permasalahan yang ada. Pendekatan ini juga akan membantu anak untuk dapat melihat sisi positif dari segala hal yang terjadi di sekitar mereka.

Referensi:

Banerjee, N., & Chatterjee, I. (2016). Academic stress, suicidal ideation, & mental well-being among 1st & 3rd semester medical, engineering, & general stream students. Researchers World, 73-80. doi:10.18843/rwjasc/v7i3/09

Lenares-Solomon, D., Brown, M. H., & Czerepak, R. (2019). The Necessity for School-Based Mental Health Services. Journal of Professional Counseling: Practice, Theory, & Research, 46(1-2), 3-13. doi:10.1080/15566382.2019.1674074

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun