Mohon tunggu...
Adhi Rachdian
Adhi Rachdian Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa-biasa saja yang tak biasa dan luar biasa

#ITGeek #photopreneur #technopreneur #iot #droneacademy #drones Twitter: @adhirachdian Prefessional Network => http://id.linkedin.com/in/rachdian Fresh Mobile Online Notes of Rachdian => http://rachdian.wordpress.com Microblog of Adhi Rachdian => http://rachdian.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Fenomena Telegram dan Kembalinya Kita ke Zaman Flinstones

15 Juli 2017   17:54 Diperbarui: 15 Juli 2017   21:23 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 14 Juli 2017 telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram yang kemudian dinformasikan secara resmi melalui Siaran Pers dengan No. 84/HM/KOMINFO/07/2017 Tentang Pemutusan Akses Aplikasi Telegram.

Alasan pemblokiran ini karena alasan keamanan di mana konten di dalam Telegram banyak mengajarkan radikalisme, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)" papar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.

Tentang Telegram
Kalau kita telusuri, Telegram memulai debutnya pada 14 Agustus 2013 di perangkat iOS, kemudian tersedia di perangkat Android pada tanggal 20 Oktober 2013. Pada tahun pertamanya Telegram sudah memiliki 100.000 pengguna aktif harian. Dalam waktu enam bulan kemudian melonjak tajam menjadi 15 juta (Maret 2014). Pengguna aktif Telegram menyentuh angka 35 juta dan terus meningkat ke angka 50 juta pada bulan Desember 2014. Tahun 2015, pengguna aktif Telegram menyentuh angka 60 juta per bulan dan mencapai 100 juta pengguna aktif pada bulan Februari 2016. Peningkatan super cepat ini tak lain menandakan bahwa pengguna menerima dengan baik apa yang dihadirkan oleh Telegram.

Aplikasi Telegram dibidani oleh dua bersaudara, Nikolai Durov (Ahli Matematik dan Programmer) dan Pavel Durov ("Zuckerberg"nya versi Rusia). Nikolai fokus pada pengembangan aplikasi dengan menciptakan protokol MTProto yang menjadi motor bagi Telegram. Sementara Pavel bertanggung jawab dalam hal pendanaan dan infrastruktur melalui pendanaan Digital Fortress.

Salah satu kecanggihan Telegram adalah fitur penyampaian pesan yang terenskripsi yang hanya bisa dibaca oleh penerima yang dituju. Fungsi "chat" rahasianya memiliki fitur yang dapat menghapus pesan dalam rentang waktu dua detik hingga satu minggu.

Dari segi tampilan, Telegram sederhana rapi dan bersih seperti WhatsApp dan fitur yang dihadirkan selengkap BlackBerry Messenger ataupun LINE.

Keunggulan Telegram dibanding aplikasi lain di antaranya adalah aplikasi ini gratis selamanya, mengirim pesan lebih cepat, butuh resources yang sangat ringan, multitasking, dapat berbagi file dengan ukuran besar, grup yang bisa menampung anggota yang sangat besar. Versi terbarunya 4.1 (7 Juli 2017) bahkan mendukung "Supergroups" yang dapat menampung hingga 10.000 anggota. Terdapatnya fitur penyiaran (broadcasting), interaktif, fitur BOT yang dilengkapi dengan AI (Artificial Intelligence) serta fitur enkripsi untuk keamanan yang sangat baik (fitur yang paling banyak ditakuti oleh negara yang tidak/kurang demokratis). Sedemikian banyak keunggulannya, wajar jika aplikasi ini sangat populer tidak hanya di Rusia tetapi juga di dunia.

Beberapa rekan dan tim kami menggunakan fitur BOT Telegram untuk mengontrol beberapa device untuk mengembangkan perangkat IOT, di mana kecenderungan dunia saat ini mulai ramai-ramai menuju era Internet of Things.

Sistem Keamanan Telegram Terbaik Saat Ini
Berkaitan dengan masalah keamanan aplikasi Telegram, Ahli kriptografi diseluruh dunia diundang dalam sebuah kontes yang bernilai USD 200.000 - USD 300.000 untuk memperkuat sistem enkripsi protokol MTProto, protokol yang digunakan Telegram. Oleh karenanya aplikasi ini merupakan aplikasi penyampai pesan teraman dimuka bumi untuk saat ini.

Karena sangat aman, aplikasi ini disukai oleh banyak orang termasuk orang-orang radikal yang berniat tidak baik. Aplikasi lain yang relatif mudah untuk disadap, hal ini tidak berlaku bagi Telegram. Tentu saja aplikasi ini pasti disukai oleh para koruptor dan juga pelaku kriminal lainnya. Padahal jika kita berpikiran positif, aplikasi ini memiliki sangat banyak manfaatnya. Aplikasi yang aman justru baik untuk pemerintah dalam hal berkordinasi untuk hal yang sangat sensitif dan tidak ingin bocor ke publik. Dari segi pelaku bisnis, diskusi produk yang aman dan belum ingin diinformasikan ke publik bisa dimanfaatkan dengan baik.

Ketidakmampuan Menghasilkan Regulasi Frustrasi
Ketidakmampuan pemerintah Republik Indonesia (Cq Kemkominfo, Cq Dirjen Aplikasi Informatika, Cq Tim IT Kemkominfo) menghadirkan aplikasi penyampai pesan versi lokal dan bentuk frustrasi dari kementerian inilah yang kemudian menghadirkan regulasi pemblokiran. Dari masa ke masa masalah teknologi selalu menjadi polemik terutama bagi mereka yang tidak siap, bagi perorangan, institusi maupun pemerintahan suatu negara. Karena ketidaksiapan itu, alih-alih mencerdaskan masyarakatnya tetapi lebih memilih tidak menghadirkan teknologi tersebut. Ibarat pemerintahan zaman batu (kartun Flinstones), daripada mengajarkan manfaat api lebih baik memilih mengeluarkan regulasi tidak boleh ada api.

Yuk Berubah ke Arah yang Lebih Baik dan Positif
Zaman sekarang memang berbeda jauh dengan zaman "Flinstones" tetapi "perkembangan pola pikir manusia" dari zaman ke zaman masih tetap sama.

Akhir kata, kita hanya ingin menyampaikan, di zaman batu aja mereka berubah, masak kita enggak?

Mampukah Kemenkominfo menghadirkan aplikasi seperti Telegram karya anak bangsa sehingga pemblokiran Telegram bukan karena semata-mata karena ketidakberdayaan? Untuk urusan teknis, memang wilayah Kemenkominfo, tetapi untuk urusan pencerahan isi kepala orang mengenai ide-ide, pemikiran dan lain sebagainya merupakan tugas pemerintah lainnya untuk membuat masyarakat untuk tidak berperilaku radikal. Intelijennya mandul, Menkopolhukamnya kerepotan, Kemenkominfo kena batunya. Hmmm revolusi mental bisa dimulai dari kita sendiri...

Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan, kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Bandung, 15 juli 2017

@dH1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun