Ketidakmampuan Menghasilkan Regulasi Frustrasi
Ketidakmampuan pemerintah Republik Indonesia (Cq Kemkominfo, Cq Dirjen Aplikasi Informatika, Cq Tim IT Kemkominfo) menghadirkan aplikasi penyampai pesan versi lokal dan bentuk frustrasi dari kementerian inilah yang kemudian menghadirkan regulasi pemblokiran. Dari masa ke masa masalah teknologi selalu menjadi polemik terutama bagi mereka yang tidak siap, bagi perorangan, institusi maupun pemerintahan suatu negara. Karena ketidaksiapan itu, alih-alih mencerdaskan masyarakatnya tetapi lebih memilih tidak menghadirkan teknologi tersebut. Ibarat pemerintahan zaman batu (kartun Flinstones), daripada mengajarkan manfaat api lebih baik memilih mengeluarkan regulasi tidak boleh ada api.
Yuk Berubah ke Arah yang Lebih Baik dan Positif
Zaman sekarang memang berbeda jauh dengan zaman "Flinstones" tetapi "perkembangan pola pikir manusia" dari zaman ke zaman masih tetap sama.
Akhir kata, kita hanya ingin menyampaikan, di zaman batu aja mereka berubah, masak kita enggak?
Mampukah Kemenkominfo menghadirkan aplikasi seperti Telegram karya anak bangsa sehingga pemblokiran Telegram bukan karena semata-mata karena ketidakberdayaan? Untuk urusan teknis, memang wilayah Kemenkominfo, tetapi untuk urusan pencerahan isi kepala orang mengenai ide-ide, pemikiran dan lain sebagainya merupakan tugas pemerintah lainnya untuk membuat masyarakat untuk tidak berperilaku radikal. Intelijennya mandul, Menkopolhukamnya kerepotan, Kemenkominfo kena batunya. Hmmm revolusi mental bisa dimulai dari kita sendiri...
Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan, kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Bandung, 15 juli 2017
@dH1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H