Cut Nyak Dhien memang bukan istri seorang birokrat, bahkan beliau adalah seorang yang dianggap penentang penguasa (penjajah Belanda) dan beliau juga memang bukan seorang turunan darah biru raja jawa. Tetapi hal tersebut tidak memudarkan siapa pahlawan emansipasi wanita Indonesia sebenarnya.
Ketika rezim berkuasa dan ada ketidakjujuran disana untuk sebuah kepentingan, lambat laun cerita yang sesungguhnya akan terbuka. Semangat obor (Cut Nyak Dhien) tak kan lekang oleh angin, cahaya lilin akhirnya mati dengan satu/beberapa tiupan saja. Ketika Belanda dengan politik adu dombanya tentu tidak akan memberikan ruang bagi seorang Martha Christina Tiahahu , "sang penghianat" dinobatkan sebagai pahlawan. dan ketika Soekarno menobatkan 21 April adalah hari Kartini melalui kepresnya, karena ego-jawasentrisnya.  Saat ini, mampukah penguasa bersikap lebih bijak untuk meluruskan sejarah dan apresiasinya? Ataukah tetap mempertahankan gaya warisan kolinial dengan tetap membodohi serta menularkan semangat yang bias? Orang bijak mengatakan, pembelokan sejarah akan menyebabkan peradaban bangsa tersebut hancur cepat atau lambat.
Selamat Hari Cut Nyak Dhien untuk semua Srikandi-srikandi Indonesia, jayalah selalu wanita Indonesia, jayalah selalu bangsaku!
Akhir kata, tulisan ini bukan bermaksud mengecilkan arti seorang Kartini, tetapi justeru ingin menggugah rasa keadilan dan hati kecil kita agar bisa lebih arif dan lebih dapat memaknai sebuah peristiwa tidak hanya sekedar latah ataupun ikut-ikutan, selain juga bertujuan untuk mengembalikan gelora semangat nasionalis dan patriotis yang sejati demi kejayaan bumi pertiwi . Mohon maaf jika ada kekurangan, tolong kembalikan jika ada kelebihan.. :)
Salam sejahtera buat kita semua, selalu semangat!
Bandung, 21 April 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H