Dalam Postur APBN, TKDD ( Transfer ke Daerah dan Dana Desa) merupakan bagian dari Belanja Negara, selain Belanja Pemerintah Pusat untuk K/L dan Non K/L. Awalnya, transfer ke daerah hanya berupa Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).Â
Namun saat ini TKDD memasukkan jenis transfer lain berupa Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus (Otsus), Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa.Â
Dana Perimbangan sendiri dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya dan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah.
DAK tediri dari DAK Fisik dan DAK Non Fisik. Â DAK Fisik dimaksudkan tujuan untuk membantu mendanai Kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sementara DAK Non Fisik ditujukan untuk kegiatan non fisik diantaranya untuk BOS, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dan untuk Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
Berbeda dengan jenis dana perimbangan yang lain yang penetapan alokasinya berdasarkan formula, penetapan DAK Fisik lebih didasarkan pada kesiapan daerah berdasarkan kelengkapan usulan kegiatan yang disampaikan ke Pusat. Sehingga jenis dana perimbangan ini lebih mencerminkan kMebutuhan daerah akan proyek fisik ( project by request) .
Dilihat dari jenis dananya, DAK Fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu DAK Fisik Reguler, Penugasan, dan Afirmasi (tahun 2021 tidak ada alokasi DAK Afirmasi).Â
Sesuai dengan tema tiap tahun, Â DAK Fisik Reguler dimaksudkan untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), mengurangi ketimpangan pelayanan publik dasar dan mendukung percepatan konektivitas. DAK Fisik Penugasan diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas nasional
yang menjadi kewenangan daerah dengan lingkup kegiatan spesifik dan lokasi
prioritas tertentu. Â
Sementara DAK Afirmasi diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar pada lokasi prioritas yang termasuk kategori derah perbatasan,
kepulauan, tertinggal dan transmigrasi (Area/Spatial Based).(sumber:bit.ly/dak_f).
Sejak tahun anggaran 2017, penyaluran DAK Fisik dialihkan ke seluruh KPPN dari sebelumnya hanya melalui KPPN Jakarta II. Perubahan pola penyaluran ini tertuang dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Salah satu pertimbangan perubahan pola penyaluran tersebut adalah mendekatkan pemda dengan unit pelayanan untuk penyaluran dana (KPPN) sehingga memudahkan koordinasi dan menghemat biaya manakala pemda harus pergi ke Jakarta untuk menyampaikan dokumen penyaluran. Dan hal ini juga didukung oleh teknologi yang sudah dikembangkan di Ditjen Perbendaharaan saat itu ( SPAN/OM SPAN).
Dengan berbagai perubahan untuk penyempurnaan, kini penyaluran DAK Fisik mendasarkan pada aturan utama berupa PMK Nomor 130/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik. Penyaluran dana dibedakan menjadi penyaluran secara bertahap, sekaligus, dan campuran.
 Penyaluran Bertahap merupakan penyaluran sebagian besar dana untuk setiap bidang/subbidang. Dibagi menjadi 3 tahap, penyaluran Tahap I (25% dari pagu) dimulai bulan Februari s.d bulan Juli.  Tahap II (45% dari pagu) dimulai dari bulan April s.d bulan Oktober,  dan Tahap III ( maksimal 30% atau sisa dari nilai kontrak dikurangi dana yang sudah salur di tahap I dan II) disalurkan paling cepat bulan September.Â
Untuk pagu bidang/sub bidang dengan nilai maksimal Rp1.000.000.000 penyaluran dilakukan sekaligus (sebesar nilai kontrak), sementara penyaluran campuran dilakukan jika terdapat bidang/sub bidang yang proses perolehan barangnya dilakukan dengan pengadaan/pembelian dan juga pembangunan.
Mulai tahun anggaran 2019, proses penyaluran melibatkan reviu dari APIP masing-masing pemda. Tujuan reviu tersebut (sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor Per-6/PK/2018) adalah membantu pemerintah daerah dalam menyajikan laporan secara benar sesuai ketentuan yang berlaku, memberikan keyakinan terbatas mengenai keandalan dan keabsahan laporan realisasi penyerapan dana dan capaian output kegiatan DAK Fisik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK Fisik.Â
Pelaksanaan reviu APIP atas proses penyaluran DAK Fisik kini mendasarkan pada Per3/PK/2020 yang intinya semua berkas persyaratan penyaluran harus terlebih dahulu mendapat reviu dari APIP.
Mirip dengan tata cara pengeluaran untuk belanja biasa dalam APBN, penyaluran dana transfer ini menerapkan konstrain waktu dengan pemenuhan persyaratan.Â
Artinya, untuk dapat menerima penyaluran dana, pemda harus menyampaikan dokumen persyaratan di waktu yang telah ditetapkan yang  jika tidak dapat memenuhi, maka dana DAK fisik tidak bisa disalurkan.Â
Pemenuhan persyaratan salur seperti Laporan realisasi penyerapan, rencana kegiatan, daftar kontrak, dan capaian output, bermanfaat dalam manajemen kas bagi BUN dan memantau/mengetahui efektifitas pemanfaatan dana sebagai bentuk akuntabilitas dana publik.Â
Dan untuk menjaga efektivitas dana yang disediakan, MMMMMpenyaluran juga tidak sebesar pagu yang sudah ditetapkan tetapi sebesar nilai kontrak yang berhasil didapatkan.
Penyaluran dilakukan dengan pemindahbkuan dari RKUN ke RKUD sesuai dengan tahapan dan cara salur yang lain, dengan penerbitan SP2D di KPPN setempat. Selanjutnya, pembayaran kepada pihak ketiga atau yang berhak menerima pembayaran dilakukan oleh pemda masing-masing.
Dalam 3 tahun terakhir ( 2019 s.d 2021), alokasi DAK Fisik secara nasional  berturut-turut sebesar Rp Rp69,33 triliun , RP53,79 dan Rp65,25 triliun. Â
Sementara untuk lokus NTB , periode yang sama, masing-masing sebesar Rp2,56 triliun, Rp1,58 triliun, dan  Rp1,91 triliun.  Adapun realisasi penyerapan (nasional) dalam 3 tahun terakhir tersebut masing-masing 92,56%, 93,29% dan 91,37% (berdasarkan total nilai kontrak DAK Fisik 2021), sementara kinerja penyerapan DAK di NTB masing-maisng sebesar 94,36%, 94,56% dan 92,25% (berdasarkan nilai kontrak) Â
Tidak ada batasan nilai minimal penyerapan dana dikatakan optimal. Hanya saja jika diruntut dari proses munculnya pagu DAK, bahwa pemda diizinkan menyampaikan usulan kegiatan ke pusat untuk dilakukan pembahasan dan persetujuan, lazimnya kesiapan pengusul untuk pelaksanaan kegiatan sudah matang dengan berbagai pertimbangan. Sehingga, penyerapan dana seharusnya mendekati alokasi (kecuali ada penghematan/pemotongan).
Rata-rata kinerja penyerapan dalam 3 tahun terakhir yang hanya 92,40 (Nasional) dan 93,72% (NTB). Tidak/belum optimalnya penyerapan dana, Â disebabkan penghematan alami (efisiensi hasil lelang), tidak dapat terlaksananya lelang karena perbedaan harga barang di pasaran (lebih tinggi) dari yang direncanakan, ketiadaan barang di e-katalog.Â
Optimalisasi penyerapan DAK Fisik dirasa sangat perlu (selain penghematan alami), mengingat DAK merupakan dana yang sudah di-earmaked yang tentu peruntukannya sudah ditentukan ( fisik) sehingga efek bergandanya bagi perekonomian daerah lebih tinggi dibandingkan dengan DAU yang penggunaannya lebih untuk memenuhi belanja operasional.
Di samping itu, penyaluran per tahap juga masih banyak di akhir tiap tahap. Dari sisi nilai memang tidak menjadi masalah ( dana salur sesuai tahapan), tetapi dari kemanfaatan dana dirasa kurang. Dana yang seharusnya beredar ke masyarakat lebih cepat, terganggu dengan pemenuhan persyaratan yang menunda proses penyaluran dana. Salah satu penyebabnya adalah, menurut penjelasan pemda adalah lambatnya petunjuk teknis dari Kementerian/Lembaga selaku pengampu DAK Fisik.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk optimalisasi kemanfaatan dana, misalkan koordinasi yang lebih baik antara Kementerian/Lembaga sehingga Juknis masing-masing DAK bisa lebih awal yang memungkinkan pemda bisa bergerak lebih leluasa.Â
Payung hukum yang lebih jelas yang membuat pemda bisa lebih cepat bergerak atau memilih alternatif lain dalam pengadaan barang manakala prosedur awal yang diwajibkan ternyata mengalami jalan buntu (kasus ketiadaan barang di e-katalog).Â
Hal ini akan membuat pelaksana kegiatan di pemda merasa aman dalam menjalankan tugasnya. Diperlukan juga kepatuhan/complience  terhadap peraturan ( konstrain waktu misalnya) yang sudah ditetapkan ( dalam PMK), karena pemberian toleransi pengunduran penyampaian dokumen penyaluran yang selalu terjadi tiap tahun, bisa jadi menjadi alasan bagi pemda untuk menunda penyelesaian proses penyaluran.Â
Di samping itu, pagu yang sudah dikontrakkan perlu dimaksimalkan penyalurannya dengan mematuhi dan memenuhi syarat penyaluran agar semua kontrak dapat dibayar dari dana Dak Fisik.
*)Disclaimer, tulisan ini pendapat pribadi dan tidak menggambarkan opini dari instansi penulis
Nama : Rabindhra Aldy
Kepala Bidang PPA II ( Pembinaan Pelaksanaan Anggaran )
Instansi : Kanwil DJPb Provinsi NTB
E-mail : raldy34@gmail.com
HP : 081293965434
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI