Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain bila mana orang mencampur dua (atau lebih)
bahasa atau ragam dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam
situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu (Nababan, 1984: 32),
Campur kode sudah tidak asing lagi didengar saat penutur yang satu berkomunikasi dengan
penutur lainnya. Fenomena ini terjadi karena pada umumnya mayoritas masyarakat Indonesia
menguasai dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia yang
merupakan bahasa nasional sebagai bahasa kedua. Di samping kedua bahasa tersebut, sebagian
masyarakat juga menguasai bahasa asing seperti bahasa Inggris seperti yang akan kita Bahasa
disini, yaitu campur kode yang ada pada lirik lagu keilandboi yaitu Bahasa inggris dan bahasa, seperti lirik keilandboi pada lagu slo ryde dibawah ini.
Cover gambar dari platfrom music keilandboi Indonesia dan disetiap lirik lagunya terdapat banyak sekali campur kode Bahasa inggris dan Bahasa Indonesia.
Berbicara sebagai alat komunikasi akan terkait erat dengan sosiolinguistik. Sosiolinguistik
mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat,
khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Kajian sosiolinguistik mempertimbangkan
keterkaitan antara dua hal, yaitu linguistik untuk segi kebahasaannya dan sosiologi untuk
segi kemasyarakatannya (Rahardi, 2010:16).
Menurut Chaer dan Leonie Agustina (2004:151) campur kode adalah sebuah kode utama atau
kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain
yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces), tanpa fungsi
atau keotonomian sebagai sebuah kode. Campur kode terjadi apabila seorang yang menggunakan
bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Dengan
kata lain, seseorang yang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang memiliki fungsi
keotonomiannya, sedangkan kode bahasa daerah yang terlibat dalam kode utama merupakan
serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Ciri yang menonjol
dalam campur kode ini ialah kesantaian atau situasi informal (Aslinda dan Leni Syafyahya,
2014:87).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H