Mohon tunggu...
Rabiah Adawiyah
Rabiah Adawiyah Mohon Tunggu... profesional -

Pegiat Pemberdayaan Masyarakat Desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Percepatan Dana Desa, Langkah Offside Menteri Desa

5 Oktober 2015   14:14 Diperbarui: 11 Oktober 2015   09:54 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: sindonews.com"][/caption]

 

Langkah Marwan Jafar dalam memimpin Kementerian desa, semakin tidak menentu. Bukannya memaksimalkan tupoksi Kementeriannya, namun malah menyerobot wewenang Kementerian lain yang bukan ranahnya. Sejak dilantik pada Oktober 2014 lalu, Marwan mulai memusatkan perhatian seputar dana desa. Seakan ingin menunjukkan bahwa kementriannya saja yang paling berhak bicara soal dana desa. Maklum saja isu Desa memang menjadi rebutan banyak pihak sejak Pilpres 2014.

Suara Marwan semakin nyaring jelang Penyaluran dana desa tahap 1 pada April 2015. Sayang sekali merdu suaranya tidak diimbangi dengan progres penyerapan dana desa yang menggembirakan. Penyaluran dana desa dari pusat ke daerah memang tidak ada masalah, namun dari daerah ke rekening kas desa benar-benar payah. 

Jika sesuai aturan, Bulan ini, Oktober 2015, Penyaluran dana desa ke rekening kas desa harusnya telah memasuki tahap akhir dari sisa dana 20%. Namun ternyata penyaluran dana dari Rekening Kas Umum Daerah ke rekening desa baru mencapai 35%.

Lambatnya penyerapan dana desa benar-benar memicu kepanikan yang luar biasa. Dalam setiap kesempatan, yang dibicarakan Marwan Jafar hanya percepatan, percepatan dan percepatan Penyaluran dana desa. Entah berapa kali sudah, kepala daerah dihimbau dan dikumpulkan dalam rangka percepatan dana desa ini.

Namun yang patut kita cermati, apakah Kementerian desa memang membidangi dan bertanggung jawab secara langsung atas transfer dana desa? Sehingga seluruh sumberdaya Kementerian dikonsentrasikan pada dana desa.

Berdasarkan Perpres Nomor 12 tahun 2015, untuk urusan desa, Kementerian yang dipimpin Marwan ini ternyata hanya fokus pada ranah pembangunan desa dan kawasan perdesaan, serta pemberdayaan masyarakakat desa. Tidak ada tupoksi yang terkait langsung dengan dana desa. 

Dana Desa bukanlah Dipa Kementerian Desa, melainkan dana cadangan yang merupakan bagian dari dana perimbangan.  Karena itu Dana Desa otomatis berada di bawah kendali Kementerian Keuangan selaku KPA Dana Desa. Atas wewenang itulah, Kemenkeu menerbitkan PMK 93 tahun 2015 tentang tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa. 

Jika peran kemenkeu terhadap pengelolaan Dana Desa bersifat Top Down, maka Kementerian desa yang membidangi urusan pembangunan dan pemberdayaan desa, bersifat bottom up.  Percepatan Penyaluran dana desa hanya dapat dilakukan manakala dana yang telah masuk dalam rekening kas desa juga dilakukan percepatan penggunaan dana desa. Inilah ranah Kementerian desa. 

Sayangnya upaya percepatan penggunaan dana desa tidak diimbangi dengan ketersediaan perangkat kebijakan yang memadai. Kemendesa merasa sudah cukup dengan mengeluarkan permen nomor 5 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan dana desa. Marwan lupa bahwa dia juga berkewajiban melengkapi peraturan tersebut dengan pedoman umum pelaksanaan penggunaan dana desa. 

PP nomor 22 tahun 2015 tentang perubahan PP 60 tahun 2014 tentang dana desa, pasal 21 ayat 2 dinyatakan bahwa Prioritas  penggunaan  Dana  Desa  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dilengkapi  dengan pedoman  umum  pelaksanaan  penggunaan  Dana Desa.

Kelalaian menteri Desa menyiapkan pedum pelaksanaan penggunaan dana desa, menjadikan daerah lamban dalam menyusun pedoman teknis kegiatan dana desa.  Bahkan sebagian besar daerah tidak memiliki perbup tentang ini. 

Tanpa petunjuk teknis, kegiatan Dana Desa tentu tidak akan berjalan maksimal. Di Jawa Timur misalnya, Dana Desa dipergunakan untuk membeli software administrasi desa yang harganya cukup fantastis antara 16 hingga 20 juta. Entah bagaimana proses pengadaannya dilaksanakan. Yang jelas kegiatan itu bukanlah prioritas penggunaan dana desa. 

Meskipun publik telah mendengar cukup lama terkait dengan MoU Kementerian desa dengan ikatan akuntan indonesia (IAI) terkait dengan administrasi desa, namun hingga kini pun tidak jelas wujudnya. Akhirnya pebisnis-pebisnis software begitu leluasa memainkan peluang ini. Cukup hanya dengan menggandeng birokrasi daerah dalam penasaran, maka muluslah jalan mengelabuhi desa.

Disamping itu ada juga daerah yang mengutip 5 persen dari dana desa untuk biaya operasional. Dari 5 persen tersebut terbagi untuk desa 3 persen dan untuk Kecamatan 2 persen. Ironisnya mekanisme ini dilegalisasi melalui peraturan bupati. 

Minimnya daerah yang menerbitkan Perbup pengelolaan dana desa menjadikan permen Desa nomor 5 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan dana desa menjadi tidak efekti . Di banyak tempat Dana Desa rame-rame dipergunakan untuk membangun gapura yang teramat mewah. 

Bagaimana akuntabilitas publik dilakukan terkait dengan pelaksanaan kegiatan dana desa? Janganlah bertanya soal itu karena tidak ada petunjuk teknis yang memerintahkan musyawarah pertanggungjawaban. 

Karena itu Sudah Selayaknya menteri Desa kembali ke khittoh sesuai tupoksi Kementerian Desa didirikan. Fokuslah pada ranah pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Cukup sudah melangkahi wewenang kementerian keuangan dengan terus koar-koar soal percepatan penyaluran. Indikator kinerja Kementerian Desa bukanlah soal terealisasinya Penyaluran dana desa 100 persen hingga Desember 2015, melainkan Bagaimana Desa mampu menggunakan dana desa secara transparan, akuntabel dan partisipatif. Saatnya buktikan pengelolaan dana desa bisa lebih baik daripada PNPM yang selalu anda hujat itu.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun