Kami mencoba berkeliling di luar area Situs Keraton  Surosowan /Benteng Surosowan ini, berharap ada petunjuk atau pemandu atau gerbang  masuk yang dapat kami masuki untuk melihat area dalam. Nahas, pintu gerbang masuk yang kami temui semua di tutup pagar dan di gembok. Secara tak sengaja, seorang ibu penjual sosis memberi tahu kami, " bapak mau masuk ke dalam ?, ke Pos  Keamanan dulu pak, di depan Musium Purbakala Banten itu, nanti bapak di kasih Kunci gemboknya !", ujarnya. Walau masih gagal paham, aku hampiri Pos Keamanan itu. " Bapak saya mo masuk. Melihat bagian dalam situs Keraton  Surosowan bisa ?", tanyaku pada petugas Keamanan disana. "oh bisa pak, hanya bapak dan keluarga mohon mengisi data tamu dulu dan menunda KTP bapak disini. Nanti bapak saya kasih kunci Gembok pintu gerbang masuknya !", jelas Petugas. "ow, untuk kedalam tidak semua pengunjung dapat bebas masuk ya pak ?", tanyaku, setengah menyelidik. " sebelumnya, semua pengunjung bebas keluar masuk situs Keraton, tapi banyak pengunjung, saat didalam  yang menyalahgunakan tempat ini. Misalnya banyak perilaku asusila, dll. Nah, untuk mencegah hal itu, sementara kami menerapkan aturan ini pak !", jelas petugas. "ow, baiklah !", jawabku, paham. Setelah dikasih kunci gembok gerbang masuk situs Keraton Surosowan oleh petugas, kami bergerak kearah gerbang masuk bagian utara Keraton. Perasaan kami saat memegang kunci masuk istana itu, dan saat membuka pintu gerbangnya seperti merasa "tamu kehormatan Keraton Surosowan, tamu kehormatan Sultan Maulana Hasanudin" saja. Hi..hi..
       Didalam Situs Keraton, terlihat seorang petugas kebersihan  (tanpa menggunakan seragam resmi) sedang mencabut, membersihkan rumput yang tumbuh di dinding atau lantai pintu gerbang.  Kami mencoba ke tempat yang agak tinggi di dekat pintu gerbang. Sepanjang mata memandang kami hanya melihat dinding benteng yang mengelilingi situs keraton surosowan, runtuhan puing  bangunan keraton  berupa  struktur pondasi, sisa dinding berbahan dasar batu bata merah,  dan gundukan tanah yang menutupi beberapa area dalam situs yang ditumbuhi rumput hijau, menyerupai padang golf mini.Â
Tidak terlihat tamu pengunjung lain selain kami, hanya beberapa anak kecil (penduduk sekitar) sedang memancing  di situs yang tergenang air. Sejenak kami mencoba merekontruksi bangunan bangunan yang telah runtuh tersebut dalam khayalan kami, kira-kira bagaimana ruang-ruang dalam keraton ini semasa di tempati oleh keluarga raja dan kerabat sultan Banten. Pertama kami coba membayangkan bagaimana keraton ini dibuat dari bahan material berupa campuran Bata Merah-pasir dan Batu Kapur ini di bangun oleh masyarakat Banten saat itu (1526-1570, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Pertama Banten).
 Menurut beberapa sumber, Keraton Surosowan dibangun dalam empat tahap. Tahap awal, dibangun dinding yang mengelilingi keraton dari susunan bata yang lebarnya mencapai 100-125 meter. Tahap kedua, dibangunlah dinding bagian dalam yang berfungsi sebagai penahan tembakan dan bastion (sudut benteng berbentuk intan). Pembangunan tahap ketiga meliputi pendirian ruang-ruang di sepanjang dinding utara dan penambahan lantai untuk mencapai dinding penahan. Pada tahap keempat, dilakukan perubahan pada gerbang utara dan gerbang timur. Selanjutnya saya  membayangkan bagaimana kehidupa Sultan dan keluarga  serta para pengikutnya hidup dalam istana ini. Membayangkan, Bagaimana Sultan mengendalikan Banten saat itu : mengendalikan pemerintahan,  mengendalikan  penyebaran Agama Islam, Mengendalikan Ekonomi-Perdagangan di Banten dengan pelabuhannya yang sangat berpengaruh saat itu. Membayangkan Sultan menyusun strategi melawan penjajah dari dalam keraton ini.  Namun upaya kerasku membayangkan itu semua berakhir zonk, karena memang bangunannya sudah acakadul, tinggal puing dan otakku tak cukup dingin karena kepalaku tersengat panas sinar matahari terik saat itu .Â
       Kami mencoba bergerak menyusuri pinggir bagian dalam keraton. Terlihat beberapa sisa ruang berbentuk persegi  yang dindingnya terbuat dari bata merah.  Kami juga melihat  kolam pemandian yang dikenal Bale Kambang Rara Danok yang menurut berbagai sumber itu adalah tempat mandi ratu dan  putri-putri sultan. Kolam itu bentuknya segi empat, menurut info  panjangnya  30 meter dan lebar 13 meter.  Saat itu, kami melihat beberapa orang pemuda penduduk sekitar datang (tak tahu masuknya dari mana) hendak mandi di kolam tersebut. Kami mendekati kolam ini, mengamati, mencoba memahami.  Saya berusaha berkomunikasi  dengan kolam ini secara non verbal. Bagi saya,  kolam ini  telah mewakili bangunan lain di keraton ini yang tinggal puing untuk bercerita secara non verbal  kepada kami, "betapa dahulu, pada zamannya ini adalah kolam pemandian terbaik, termegah, termewah, terindah." Secara tak langsung juga kolam ini memberi isyarat, jika kolam pemandiannya saja se megah ini, bagimana  denga  ruang-ruang lain di dalam keraton ini, tentu juga mungkin sangat megah. Namun, satu hal yang  tak berani saya bayangkan di depan situs ini yaitu membayangkan bagaimana putri-putri sultan saat mandi di kolam itu.Â
 Siang semakin terik, cahaya matahari tembus langsung ke badan kami tanpa penghalang. Beberapa anggota Mbolang mulai meringis kepanasan,  berusaha mencari tempat meneduh, tapi tak ada. "gmana ini ? kita lanjutkan ?", tanyaku ke yang lain. "klo kita lanjutkan keliling, takut ga bisa balik ke gerbang masuk tadi, takut pingsan di tengah keraton..!", jawab salah satu anggota sambil terkekeh. "ga apa-apa, klo pingsan nanti ada prajurit keraton yang menolong, dan membawanya ke Sultan untuk di obati...", kelakar ku. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke gerbang masuk tadi untuk keluar keraton, menyerah untuk mengelilingi situs keraton ini yang konon luasnya 4 hektar.  Padahal beberap situs terkenal lain di dalam situs keraton tersebut belum kami lihat (situs kolam pemandian sultan dan  Pancuran Mas).  Gerbang masuk Situs Keraton Surosowan kami kunci gembok kembali. Seperti setelah bertamu, sebelum kami balik badan meninggalkan gerbang tersebut kami haturkan salam sembah Beranjali, terimakasih Keraton Surosowan telah menerima kami. Kunci Gembok  kami kembalikan ke Pos Keamanan.  "terimakasih pak satpam, jangan lupa beli kopinya yang nikmat ya !"
                                                                          *Hendra Wijaya, Mengajar, tinggal di Tangerang