Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Sowan Situs Keraton Surosowan (Mbolang Heritage Banten Lama)

24 Desember 2022   16:22 Diperbarui: 24 Desember 2022   16:26 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                        Sowan Situs Keraton Surosowan 

                                                                                       (Mbolang Heritage Banten Lama)

                                                                                                                 Oleh : Hendra Wijaya*

                     Libur  sekolah akhir tahun tiba, dikenal dengan libur Nataru (Natal dan tahun baru). Banyak masyarakat yang telah merencanakan  mengisi liburan Nataru.  Ada yang merencanakan pulang kampung -- bersilaturahmi dengan keluarga besar, wisata ke tempat-tempat  eksotis bertema dataran tinggi (pegunungan), pantai, wisata religi, wisata edukasi, wisata rekreaksi, dll,  baik domistik maupun luar negeri. Namun banyak juga masyarakat  yang memilih tetap bersama keluarga di rumah dan lingkungannya, karena  berbagai alasan: Cuaca ekstrim,  kondisi alam yang sedang kurang bersahabat  dan  kondisi  'isi dompet' yang kurang bersahabat.  Kebersamaan denga keluarga tercinta  menjadi inti dari  'tetap bahagia' walau tak kemana mana.

Awalnya, sesuai rencana, liburan Nataru ini akan kami awali dengan berlibur bersama , bersilaturahmi, berkumpul dengan keluarga besar dari istri di Pondok Pesantren Darul Hasan 2 di daerah Bangkonol-Pandeglang-Banten. Namun apa daya, sambil menyelam minum air, kami putuskan, sambil menuju Pandeglang, kami akan mampir dulu di Mesjid Agung Banten Lama sambil berziarah ke makam para Sultan Banten, sowan ke Situs Keraton Surosowan,  dan lanjut ke Musium Purbakala Banten yang berada dalam satu kompleks itu, itung-itung  wisata edukatif-rekreatif kan ?!

Nah, yang akan di ceritakan dalam tulisan ini sementara Sowan di Situs Keraton Surosowan dulu ya, cerita kunjungan lainnya, InsyaAllah, menyusul.

Cuss..

                Walau banyak yang bilang kami curi start libur akhir tahun,  Pada Selasa, 20 Desember 2022, pukul 10.00 WIB, setelah dinyatakan siap semua, tak ada yang ketinggalan, kendaraan yang keluarga kami tumpangi bergerak ke luar garasi rumah. Menurut info Google Maps Jarak dari tempat tinggal kami (Kecamatan Pasarkemis-Tangerang-Banten) ke Situs Keraton Sorosowan sekitar 65 km. Jika rute lewat tol, ditempuh 1  jam 27 menit, jika rute tidak melewati tol sekitar 1 jam 42 menit. Kami memutuskan berangkat   dengan melalui rute tidak melewati tol karena alasan: ingin mencoba rute tidak melewati tol, yang menurut beberapa informan lebih asyk karena jalan relative bagus, cukup lebar, tidak terlalu ramai, tidak ada jalan ekstrim dan pemandangan sepanjang jalan cukup asri. Bagi kami ini cocok untuk tema ' mbolang'/ jalan-jalan santai bersama keluarga. Jl Raya Rajeg --Mauk --Kronjo-Tanara-Tirtayasa-Pontang- serang-kasemen, adalah rute jalan raya yang kami lewati dengan santai. Kecepat kendaraan 40-60 km/jam jadi pilihan. Dalam perjalanan kadang kami berhenti, sekedar membeli cemilan, buah segar (anggur dan jeruk)  untuk kami cemili disepanjang perjalanan sambil ngobrol apa saja. Sampai di lokasi kurang lebih pukul 12.00. Kami parkir kendaraan di sekitar pasar dekat Masjid Agung Banten Lama yang bersebelahan dengan Keraton Surosowan. tak lama terdengar kumandang  Adzan Dzuhur dari dalam Mesjid Agung Banten Lama dengan Menara Putihnya yang ikonik itu, sejenak kami bergabung dengan jamaah Masjid Agung Banten yang rata rata para peziarah dari berbagai daerah  untuk menunaikan shalat Dzhur.

Situs Keraton Surosowan

Usai Sholat Dzhur berjamaah di Mesjid Agung Banten, kami bergerak keluar area mesjid menuju  Situs Keraton Surosowan di sebelah utara mesjid yang tak jauh. Karena bukan di hari weekend, peziarah tak terlalui ramai-padat, dengan leluasa, sambil menikmati suasana di lingkungan Mesjid Agung Banten yang sudah cukup tertata, rapih dan bersih setelah di tata oleh pemerintah daerah Provinsi Banten akhir-akhir ini. Selang lima menit kami sudah berhadapan dengan kompleks Situs Keraton Surosowan. Nampak jelas dari luar, Situs Keraton Surosowan hanya tersisa  berupa dinding penahan  serupa benteng-benteng khas Kolonial Belanda berbentuk persegi panjang. Setelah di selidiki dari berbagai sumber literasi, Keraton ini, terakhir memang di bangun oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendrik Laurenzns Cardeel yang diminta bantuan oleh Sultan Haji untuk membangun kembali keratonnya pasca kehancuran keraton  ( 1680) usai perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa yang saat itu memerintah dan menentang VOC dengan Sultan Haji yang didukung oleh VOC Belanda.  Sultan Haji menjadi Sultan Banten.  Atas jasanya membangun kembali Keraton Surosowan tersebut, Laurenzns Cardeel yang kemudian masuk islam diberi gelar Pangeran Wiraguna oleh Sultan Haji .

dokpri
dokpri

Kami mencoba berkeliling di luar area Situs Keraton  Surosowan /Benteng Surosowan ini, berharap ada petunjuk atau pemandu atau gerbang  masuk yang dapat kami masuki untuk melihat area dalam. Nahas, pintu gerbang masuk yang kami temui semua di tutup pagar dan di gembok. Secara tak sengaja, seorang ibu penjual sosis memberi tahu kami, " bapak mau masuk ke dalam ?, ke Pos  Keamanan dulu pak, di depan Musium Purbakala Banten itu, nanti bapak di kasih Kunci gemboknya !", ujarnya. Walau masih gagal paham, aku hampiri Pos Keamanan itu. " Bapak saya mo masuk. Melihat bagian dalam situs Keraton  Surosowan bisa ?", tanyaku pada petugas Keamanan disana. "oh bisa pak, hanya bapak dan keluarga mohon mengisi data tamu dulu dan menunda KTP bapak disini. Nanti bapak saya kasih kunci Gembok pintu gerbang masuknya !", jelas Petugas. "ow, untuk kedalam tidak semua pengunjung dapat bebas masuk ya pak ?", tanyaku, setengah menyelidik. " sebelumnya, semua pengunjung bebas keluar masuk situs Keraton, tapi banyak pengunjung, saat didalam  yang menyalahgunakan tempat ini. Misalnya banyak perilaku asusila, dll. Nah, untuk mencegah hal itu, sementara kami menerapkan aturan ini pak !", jelas petugas. "ow, baiklah !", jawabku, paham. Setelah dikasih kunci gembok gerbang masuk situs Keraton Surosowan oleh petugas, kami bergerak kearah gerbang masuk bagian utara Keraton. Perasaan kami saat memegang kunci masuk istana itu, dan saat membuka pintu gerbangnya seperti merasa "tamu kehormatan Keraton Surosowan, tamu kehormatan Sultan Maulana Hasanudin" saja. Hi..hi..

dokpri
dokpri

              Didalam Situs Keraton, terlihat seorang petugas kebersihan  (tanpa menggunakan seragam resmi) sedang mencabut, membersihkan rumput yang tumbuh di dinding atau lantai pintu gerbang.  Kami mencoba ke tempat yang agak tinggi di dekat pintu gerbang. Sepanjang mata memandang kami hanya melihat dinding benteng yang mengelilingi situs keraton surosowan, runtuhan puing   bangunan keraton  berupa  struktur pondasi, sisa dinding berbahan dasar batu bata merah,   dan gundukan tanah yang menutupi beberapa area dalam situs yang ditumbuhi rumput hijau, menyerupai padang golf mini. 

dokpri
dokpri

Tidak terlihat tamu pengunjung lain selain kami, hanya beberapa anak kecil (penduduk sekitar) sedang memancing  di situs yang tergenang air. Sejenak kami mencoba merekontruksi bangunan bangunan yang telah runtuh tersebut dalam khayalan kami, kira-kira bagaimana ruang-ruang dalam keraton ini semasa di tempati oleh keluarga raja dan kerabat sultan Banten. Pertama kami coba membayangkan bagaimana keraton ini dibuat dari bahan material berupa campuran Bata Merah-pasir dan Batu Kapur ini di bangun oleh masyarakat Banten saat itu (1526-1570, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Pertama Banten).

dokpri
dokpri

 Menurut beberapa sumber, Keraton Surosowan dibangun dalam empat tahap. Tahap awal, dibangun dinding yang mengelilingi keraton dari susunan bata yang lebarnya mencapai 100-125 meter. Tahap kedua, dibangunlah dinding bagian dalam yang berfungsi sebagai penahan tembakan dan bastion (sudut benteng berbentuk intan). Pembangunan tahap ketiga meliputi pendirian ruang-ruang di sepanjang dinding utara dan penambahan lantai untuk mencapai dinding penahan. Pada tahap keempat, dilakukan perubahan pada gerbang utara dan gerbang timur. Selanjutnya saya  membayangkan bagaimana kehidupa Sultan dan keluarga  serta para pengikutnya hidup dalam istana ini. Membayangkan, Bagaimana Sultan mengendalikan Banten saat itu : mengendalikan pemerintahan,  mengendalikan  penyebaran Agama Islam, Mengendalikan Ekonomi-Perdagangan di Banten dengan pelabuhannya yang sangat berpengaruh saat itu. Membayangkan Sultan menyusun strategi melawan penjajah dari dalam keraton ini.   Namun upaya kerasku membayangkan itu semua berakhir zonk, karena memang bangunannya sudah acakadul, tinggal puing dan otakku tak cukup dingin karena kepalaku tersengat panas sinar matahari terik saat itu . 

             Kami mencoba bergerak menyusuri pinggir bagian dalam keraton. Terlihat beberapa sisa ruang berbentuk persegi  yang dindingnya terbuat dari bata merah.  Kami juga melihat  kolam pemandian yang dikenal Bale Kambang Rara Danok yang menurut berbagai sumber itu adalah tempat mandi ratu dan  putri-putri sultan. Kolam itu bentuknya segi empat, menurut info   panjangnya  30 meter dan lebar 13 meter.  Saat itu, kami melihat beberapa orang pemuda penduduk sekitar datang (tak tahu masuknya dari mana) hendak mandi di kolam tersebut. Kami mendekati kolam ini, mengamati, mencoba memahami.  Saya berusaha berkomunikasi  dengan kolam ini secara non verbal. Bagi saya,   kolam ini  telah mewakili bangunan lain di keraton ini yang tinggal puing untuk bercerita secara non verbal   kepada kami, "betapa dahulu, pada zamannya ini adalah kolam pemandian terbaik, termegah, termewah, terindah." Secara tak langsung juga kolam ini memberi isyarat, jika kolam pemandiannya saja se megah ini, bagimana  denga  ruang-ruang lain di dalam keraton ini, tentu juga mungkin sangat megah. Namun, satu hal yang   tak berani saya bayangkan di depan situs ini yaitu membayangkan bagaimana putri-putri sultan saat mandi di kolam itu. 

dokpri
dokpri

 Siang semakin terik, cahaya matahari tembus langsung ke badan kami tanpa penghalang. Beberapa anggota Mbolang mulai meringis kepanasan,  berusaha mencari tempat meneduh, tapi tak ada. "gmana ini ? kita lanjutkan ?", tanyaku ke yang lain. "klo kita lanjutkan keliling, takut ga bisa balik ke gerbang masuk tadi, takut pingsan di tengah keraton..!", jawab salah satu anggota sambil terkekeh. "ga apa-apa, klo pingsan nanti ada prajurit keraton yang menolong, dan membawanya ke Sultan untuk di obati...", kelakar ku. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke gerbang masuk tadi untuk keluar keraton, menyerah untuk mengelilingi situs keraton ini yang konon luasnya 4 hektar.  Padahal beberap situs terkenal lain di dalam situs keraton tersebut belum kami lihat (situs kolam pemandian sultan dan   Pancuran Mas).  Gerbang masuk Situs Keraton Surosowan kami kunci gembok kembali. Seperti setelah bertamu, sebelum kami balik badan meninggalkan gerbang tersebut kami haturkan salam sembah Beranjali, terimakasih Keraton Surosowan telah menerima kami. Kunci Gembok  kami kembalikan ke Pos Keamanan.  "terimakasih pak satpam, jangan lupa beli kopinya yang nikmat ya !"

                                                                                                                                                  *Hendra Wijaya, Mengajar, tinggal di Tangerang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun