Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Penghapusan Becak di Jakarta

1 Februari 2018   16:16 Diperbarui: 1 Februari 2018   17:27 2002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat keputusan Gubernur itu didasari alasan bahwa becak tidak lagi sesuai dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan becak dianggap tidak manusiawi. Pada tahun 1988 keputusan Gubernur itu kemudian dijadikan peraturan daerah  Perda Nomor 11 tahun 1988 yang isinya sama dengan keputusan Gubernur nomor 17 tahun 1970. Perubahan status dari surat keputusan Gubernur menjadi Peraturan Daerah itu,  semakin mengukuhkan secara hukum kebijakan Pemda DKI dalam menghapus becak.  

Di dalam melaksanakan peraturan itu aparat keamanan dan ketertiban tramtib Pemda DKI Jakarta tidak jarang melakukan penertiban dengan cara represif,   merampas, menyita dan membuang becak ke teluk Jakarta untuk dijadikan rumpon. Keadaan ini membuat tukang becak banyak yang menyogok aparat, agar becaknya selamat. Berdasarkan 2 aturan hukum tersebut semestinya setiap Gubernur DKI Jakarta konsisten melarang becak beredar di wilayahnya.  Kenyataannya beberapa gubernur yang dengan alasan sosial ekonomi dan politik tidak memberlakukan peraturan daerah tersebut.

Sikap plin-plan pemerintah DKI Jakarta terhadap persoalan becak mendapat sorotan dari banyak pihak. Tukang becak merasa bahwa Gubernur DKI Jakarta telah mempermainkan mereka. 

Nampak, keputusan dalam memutuskan dilakukannya kampanye intensif untuk menyita becak dan untuk menangkap pengemudinya,  pemerintah kota mengacu pada persepsi-persepsi mengenai kota metropolitan yang digerakkan oleh teknologi tinggi dan infrastruktur padat modal. Cara berpikir seperti ini memandang tidak ada tempat bagi angkutan becak yang memakai teknologi sederhana dan berkecepatan rendah. Alasan lain yang diajukan mengacu pada presumsi tanpa bukti bahwa pekerjaan pengayuh becak selalu bersifat tidak manusiawi. Sementara itu penghentian sementara terhadap kebijakan di atas hanya terjadi dalam konteks kepedulian periodik terhadap Kesejahteraan Sosial mayoritas rakyat yang berdaya ekonomi lemah  Atau jika ada kekhawatiran munculnya keresahan politik di kalangan masyarakat Jakarta.

saran

Keberadaan becak di DKI Jakarta bukanlah satu-satunya yang membuat kemacetan. Persoalannya adalah manajemen transportasi Kota yang buruk.  Becak yang banyak jika di bebaskan beroperasi disemua jalan raya tentu dapat menghambat laju kelancaran.  Upaya untuk menghapus becak dengan cara Represif bukanlah satu solusi untuk menyelesaikan masalah karena hal itu justru akan menimbulkan masalah baru yakni masalah keamanan di dalam kota.  Pemda semestinya memberikan alternatif pekerjaan yang secara ekonomi lebih tinggi dari sekedar tukang becak agar tukang becak dapat meninggalkan becaknya,   berganti ke profesi yang baru. Alternatif lainnya yaitu bisa ditempatkan secara terorganisir untuk beroperasi di dalam kawasan perumahan atau di tempat wisata.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun