Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjenguk Surga di Udik

18 Januari 2017   12:11 Diperbarui: 18 Januari 2017   12:25 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
“Selamat Datang Di Desa Karang Baru”, terlihat tulisan di atas tugu pintu gerbang masuk ke kampung kami yang berdiri kokoh. Mobil mungil kami terus merangsek ke dalam kampung. Suasana pagi yang sepi. Beberapa penduduk berjalan di tepi jalan kampung-berselimut sarung menuju sungai. Sawah hijau di kanan kiri jalan. Sungai lebar satu meter mengalirkan air derasnya. Beberapa petani sudah di tengah sawah. Kami semakin tak sabar ingin segera membuncah keluar dari mobil.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Mobil berhenti di tengah kampung. Beberapa kerabat yang sudah menunggu menyambut penuh kehangatan. Suasana sepi pecah. Sapaan satu orang kerabat kami yang cukup keras, mengundang saudara kami yang lain untuk datang menyambut. Kerabat dekat tak sabar bergantian memeluk. Sesaat kami saling bertanya kabar. Sejenak pula suasana jadi agak haru-biru.he..he...

Setelah mandi. Terhidang makanan special pesanan kami. Serabi, Tempe Goreng, Golono, Tahu Lamping, Hucap Kuningan dan air Teh hangat yang segar. Kami memang sudah memesan ke paman makanan itu sebelum pulang kampung, untuk disajikan saat kami datang. Kami tancap gas, melahap berbagai hidangan itu satu persatu. Tiap sekali santap, setelahnya tak henti keluar kata “Alloh huakbar..! lezato..!”. kataku sambil perlahan mengeleng-gelengkan kepalaku. Makanan itu sederhana tapi rasa surga bagi kami.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Tak ingin kehilangan moment sedikitpun, setelah bersilaturahim dengan saudara saudara sekampung, kami menuju sungai, destinasi penting di kampung kami. Sungainya cukup lebar, mengalirkan air yang cukup deras. Letaknya berada di depan kampung. Dipisahkan oleh jalan raya. Di kenal dengan sungai Citaal. Sungai ini salahsatu saksi masa kecilku. Aku sering bermain, mandi, berenang, pups, papalidan, di sungai ini bersama teman-teman. Dengan riang dan tak sabar kami menuju sungai. Sayup-sayup gemuruh aliran sungai Citaal terdengar dari jalan raya yang kami lewati. Walaupun hari sudah siang, tapi tak cukup panas.

Suasana teduh- riang, menemani kami. Kami menuruni jurang dengan seru, menuju sungai yang berada di bawahnya. Sampailah kami di tepi sungai. ”ow...!” desisku saat kaki ku menginjak pasir lumpur di tepi sungai . Mataku menatap binar seluruh kenampakan yang ada. Air sungai yang mengalir cukup deras kecoklatan, batu-batu karang yang kokoh di tepi sungai-di tengah sungai, batu-batu vulkanik besar –kecil bertebaran di pinggir-pinggir sungai, pohon pohon kelapa, pohon-pohon pisang melambai-lambai,dan pemandangan alam pegunungan yang luar biasa indahnya.

Rabi dan Rama berlarian di tepi sungai, mencoba ke tengah sungai lewat batu-batu karang, walau akhirnya byur...,nyebur. Aku berteriak teriak mengingatkan mereka untuk berhati-hati. Kami sangat senang. Bermain pasir lumpur sungai, bermain batu luluncatan, lomba melembar batu, lomba menangkap ikan kecil jadi menu hiburan kami di sungai. Seorang penduduk terlihat sedang ngalintar, mejaring ikan dengan rengkepdi tengah sungai, menambah semarak suasana. Acara disungai ku tutup dengan pupsdi tengah sungai. Rasanya...amazing...dahsyat...he..he...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun