Iza harus menangis karena memang diujung kekesalan. Namun, tak lepas dari malu juga pikiran sendiri yang menyalahkan diri Iza sendiri.
"kenapa aku harus marah padanya? Padahal dia juga harus mengatakan yang sebenarnya, tanpa harus di cecar dengan kalimat "menyakitkan" dari mulutku" begitu kata hati Iza.
Sembari berkata dalam pikiran, hatinya juga berbisik "aku harus minta maaf, karena aku yang salah"
Tapi, jika hari itu juga Iza sudah terlanjur malu dengan semua orang, hingga dia tak tenang untuk tidur, segala hal untuk menenangkan diri pun dia salurkan,
Dan yang ada dipikirannya adalah tetap aku yang harus minta maaf terlebih dahulu, ini semua bukan kesalahan anak itu seutuhnya.
Esok hari, Iza bergegas untuk menemui si anak itu.
Akbar namanya.
Iza malu sebenarnya, tapi harus diselesaikan.
Sambil membawa segelas cappucino dan menyerahkan pada Akbar.
walau Akbar heran, kenapa seperti ini? Begitu raut wajahnya.
Seketika itu Iza berkata "ana minta maaf ya...bar"