Di bentukya suatu organisasi bertujuan untuk mencapai suatu visi bersama yang telah dirumuskan secara bersama. Suatu lembaga terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki tujuan yang sama dengan visi yang sama. Tentunya dengan demikian lembaga tersebut akan menjadikan SDMnya akan menjadi manusia yang bisa bersaing dalam kehidupan sosial.
Banyak organisasi perempuan yang garis besar tujuan untuk meningkatkan kapasitas anggotanya dibidang keperempuanan. Kata “keperempuanan” merupakan satu tujuan yang mengenaral dalam pergerakan lembaga ini. dengan demikian perempuan akan terangkat harkat dan martabatnya dalam kehidupan sosial bukan menjadi sebaliknya. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa dengan adanya organisasi perempuan maka perempuan tetap tersubordinasikan dalam kehidupan sosial.
Pendapat Niken Savitri dalam buku perempuan dan hukum “dengan mengatas namakan perempuan,namun sama sekali tidak memperbaiki posisi perempuan”. dengan pendapat dari Niken diatas bisa kita analogkan bahwa organisasi perempuan yang ada saat ini hanya mengambil nama perempuan tapi tidak mengakat harkat dan martabat perempuan dalam status sosial. Seharusnya organisasi perempuan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasaitas perempuan maka dia harus memperbaiki posisi perempuan.
Banyak hal yang melatar belakangi pendapat diatas dan itu fakta yang terjadi dalam sosial masayarakat kita saat ini. banyak hal yang tidak direspon oleh organisasi perempuan yang berkaitan dengan kasus perempuan yang disiarkan oleh media-media. Kita bisa mempertanyakan daya sensitifitas organisasi perempuan yang ada saat sekarang ini.
Contoh fakta adalah selama organisasi perempuan berdiri di negara ini kekerasan terhadap perempuan semakain meningkat tidak ada peminimalisiran, contoh kasus banyaknya TKI yang disiksa di luar negri karena organisasi perempuan tidak mampu memperdayakan perempuan sehingga mereka lebih tertarik untuk kerja keluar negri. Organisasi perempuan tidak mampu meningkatkan kapasitas perempuan baik di bidang manapun. Organisasi perempuan tidak mampu membina perempuan yang berada di daerah tertinggal dengan memberikan pelatihan life skill.
Kasus lain bahwa banyaknya organisasi perempuan yang bergerak dibidang hukum namun tidak memberikan keadailan kepada perempuan. mereka hanya menyalahkan kaum laki-laki yang membuat hukum yang mendiskriminasikan perempuan. namu organisais perempuan itu hanya sebetas protes tidak memberikan pemikiran dan konsep hukum dalam menegakkan keadilan untuk perempuan. Contohnya pada kasus pemerkosaan, Walaupun adanya pasal 285 KUHP yang merumuskan.
“Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita untuk bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, dianacam karena melakukan pemerkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Pasal 285 KUHP tersebut hingga saat ini masih belum dicabut dan masih diberlakukan seperti halnya aturan tentang kekerasan lainnya di dalam KUHP. Rumusan pasal tentang larangan pemerkosaan tersebut dalam kenyataan tidak relevan dengan makna perbuatan pemerkosaan itu sendiri. Sehingga dalam persidangan kasus pemerkosaan tidak memiliki pasal tersendiri untuk menjerat pelaku. Untuk menjerat pelaku ke penjara di butuhkan delik-delik yang banyak yang pada umumnya adalah delik kekerasan.
Dalam segi hukum pemerkosaan perempuan tidak mendapatkan keadilan. Korban pemerkosaan tidak mendapatkan pula keadilan dalam sosial masyarakat. Dalam kasus pemerkosaan perempuanlah yang disalahkan oleh masyarakat. Dalam kasus ini perempuan yang langsung di justice bagaimana pakaian perempuan saat itu (apakah dia mengundang pandangan laki-laki padanya sehingga dia diperkosa), bagaimana tingkah laku perempuan pada saat itu (apakah tingkahlakunya menggoda). Dalam hukum dan dalam sosial masyarakatpun perempuan tidak mendapatkan keadilan. Dimana organisasi perempuan yang mengatas namakan didirnya organisasi perempuan yang membela hak-hak perempuan.
Hedonisasi telah merambah ke berbagai lini. Budaya bersenang-senang tanpa aturan agama menjadi trend masa kini pada kaum remaja kita. Sehingga tidak ada aturan yang mengikat mereka dalam bergaul. Pergaulan yang sudah tidak terkontrol lagi oleh budaya dan sudah lepas dari norma-norma agama ini telah menjadi aktifitas terbaru bagi kalangan remaja. Pergaulan bebas contohnya, data mengatakan bahwa 50% remaja perempuan di perkotaan sudah kehilangan keperawanannya. Dalam kasus lagi-lagi perempuanlah yang dirugikan, dirugikan dalam psikologinya dan dirugikan dalam sosial masyarakat. Dalam kasus ini apa yang telah diperbuat oleh organisasi perempuan. tentunya organisasi perempuan bisa introspreksis diri sejauh mana kita bisa membaca gejala masyarakat dan sensitive akan hal itu.
Dengan adanya kasus diatas dan fakta-fakta yang ada kita tidak bisa pungkiri bahwa organisasi perempuan yang bergerak untuk membela perempuan nilai raportnya merah. Organisasi perempuan masih sibuk dengan internalnya sendiri, sibuk dalam pencarian jati diri mereka sendiri, sibuk dengan teori pengakuan mereka adalah perempuan yang memiliki hak otonomi sendiri.
Mereka malah sibuk dengan mengkaji diri mereka dan menciptakan teori-teori seperti gender dan feminisme. Malah mereka sibuk dengan mencari jati diri pergerakan mereka apakah mereka merupakan feminis cultural, radikal, atau radikal. Mari kita bahas satu persatu teori feminis:
Teori feminis cultural menjadikan kedudukan perempuan dalam budaya menjadi nilai-nilai positif terhadap kedudukan dan sifat perempuan contoh, nilai-nilai positif dari pemeliharaan, perawatan, empati dan koneksi. Teori cultural ini tidak menjadikan kedudukan perempuan yang diberikan oleh agama dan budaya menjadi negative tetapi menjadi mulia dan hal yang positif.
Beda halnya dengan feminis radikal mereka menginginkan kesetaraan dalam berbagai bidang. Mereka berpendapat bahwa jika perempuan dan laki-laki tidak berangat dari posisi yang sama, perlakuan yang sama kepada keduanya tidak akan berarti tercapainya kesetaraan. Ciri dari teory feminis radikal adalah adanya tuntutan transformasi besar dalam hukum yang menghentikan adanya dominasi terhadap perempuan sebagai kelas. Mereka memperjuangkan tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan dan merugikan perempuan.
Bahkan pemikiran yang sangat frontal sekali adalah pemikiran feminis liberal yang mengatakan bahwa dia memiliki otoritas diri mereka sendiri sebagai kaum perempuan. Mereka memiliki otonimi diri secara individu untuk memilih, contohnya yakni mereka berhak untuk memilih tidak menikah. Dan ketika mereka menikah mereka berhak untuk memilih tidak hamil atau menyusui.
Dengan pemaparan teori diatas bisa di simpulkan bahwa ada 2 hal yang bisa ditarik dalam teori diatas bahwa perempuan ingin di akui secara otonomi haknya yakni perlakuan setara (equal treatment) dan diakui pula keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan yakni perlakuan istimewa (special treatment) bisa kita ambil contoh perbedaan pemikiran dari dua kesimpulan diatas. Pandangan “perlakuan setara” menganggap haid, kehamilan(melahirkan) sama dengan kondisi khusus lain yang dapat dialami oleh pekerja laki-laki, yakni sakit. Meyamakan Haid,kehamilan (melahirkan) dengan penyakit merupakan solusi agar pekerja perempuan dapat diperlakukan sama dengan pekerja laki-laki.
Sedangkan pandangan “perlakuan istimewa” menganggap haid dan kehamilan sebagai bukti dari adanya perbedaan biologis. Karena itu tidak mungkin hak kerja perempuan tidak sama dengan pekerja laki-laki. Cuti haid dan melahirkan adalah bentuk pemberian hak istimewa (perlakuan istimewa) kepada pekerja perempuan agar mereka tidak dirugikan karena memiliki perlakuan khusus biologis tersebut.
Dengan dipaparkannya kasus diatas dan teori tentang keperempuanan ini mempermudah organisasi perempuan untuk bergerak, beritindak dan berfikir kemana arah pergerakan organisasi perempuan. dengan adanya pemaparan teori diatas menjelaskan kepada kita bahwa dalam pembentukan teori yang di buat para aktifis perempuan masih memiliki keraguan dan perbedaan mereka dalam mencari jati diri mereka.
Dengan keraguan jati diri dari para aktifis perempuan, maka di harapkan organisasi perempuan dibangsa ini tidak terprofokasi dengan teori-teori yang berkembang, diharapakn organisasi mampu memfilter teori mengenai jati diri mereka sehingga mereka tidak di sibukkan dengan internal mereka. Dan mampu bergerak di external dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. dengan membentuk program-program meningkatkan kapasitas perempuan yang tidak terjebak dengan konsep pencarian jati diri.
Menciptakan perempuan yang memiliki disiplin ilmu dibidangnya, berakhlak, beretika, cakap teknologi yang mampu berasaing di dunia global. Pesaing perempuan tidak hanya kaum laki-laki yang ada di konsep aktifis perempuan tetapi yang menjadi pesaing perempuan di globalisasi saat ini adalah teknologi. Kita tidak bisa pungkiri bahwa perkembangan teknologi semakin pesat untuk saat ini dengan demikian kaum perempuan akan terdiskriminasikan khususnya kepada kaum buruh perempuan dan industri rumahan yang digerakkan oleh kaum ini.
Dengan berfikir untuk kemajuan kaum perempuan organisasi perempuan harus melepaskan diri dari pemikiran siapa dan bagaimana perempuan. yang butuh dipikirkan saat ini adalah bagaimana cara meningkatkan kapasitas dan skill kaum perempuan untuk menatang zaman. Dan itu merupakan tantangan bagi organisasi perempuan untuk berinovasi membentuk program kerja yang bisa menjawab tantangan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H