Saat mendengar orang berbicara, telinga saya langsung waspada. Â Saat mendengar ada kata atau kalimat yang keliru, mulut saya seperti berkata, "Itu keliru." Maaf, ini bukan untuk menyombongkan diri. Saya juga tidak bermaksud begitu.Mungkin karena terbiasa menganalisis kekeliruan-keliruan berbahasa sebuah teks sehingga ketika mendengar secara lisan ucapan seseorang, indera saya pun segera bersiap mengoreksi kekeliruan-kekeliruan bila ada.Â
Bukan untuk Menyombongkan Diri
Saya yakin, kemampuan saya menganalisis sebuah teks, apakah sesuai dengan kaidah  tata bahasa atau tidak, karena saya terbiasa menganalisis sebuah teks bahasa asing, dalam hal ini bahasa Jerman. Sekali lagi, ini bukan untuk Menyombongkan Diri. Maklum, sewaktu kuliah saya mendalami bahasa Jerman.  Karena mendalami bahasa Jerman, tentu saya juga secara otodidak mendalami bahasa Inggris.Â
Dengan memperdalam bahasa asing, kemampuan saya berbahasa indonesia dengan baik, turut meningkat pula. Saya kira orang lain atau siapa pun yang mendalami bahasa asing dengan baik akan sama dengan saya. Dapat merasakan kekeliruan-keliruan yang dibuat ketika lawan bicara kita berbicara dalam bahasa Indonesia. Atau sebaliknya, tidak ada kekeliruan-kekeliruan itu. Untuk orang seperti ini, saya pasti akan menyanjung atau memujinya.Â
Profesor Bernd Nothofer
Ini saya pernah alami saat saya mendengar seminar dari seorang profesor berkewarganegaraan Jerman di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Â Manado. Â Sang Profesor menyampaikan seminar dalam bahasa Indonesia yang sangat lancar dan baik. Â Ya, maklumlah. Seingat saya, beliau adalah pengajar mahasiswa S-3 Â bahasa Indonesia yang kuliah di universitas-universitas di Indonesia.Â
Saya tidak mendapatkan 1 kekeliruan pun dari ucapan-ucapannya, baik dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang digunakannya. Semuanya sesuai dengan kaidah tata bahasa kita.
Contoh Kata dan Kalimat yang Keliru
Yang saya maksud dengan kekeliruan, misalnya adalah kata-kata atau kalaimt-kalimat seperti di bawah ini yang sering saya dengar:
(1) Saya merasa kuatir. Kata yang baku bukanlah kuatir, melainkan khawatir.Â