Mohon tunggu...
r. t.  mangangue
r. t. mangangue Mohon Tunggu... Dosen - Peduli terhadap permasalahan yang dialami masyarakat yang dicurangi, , dibully, dibodohi, dll.

Penggemar berat catur, penulis, ghost writer, pengajar, dan pecinta sastra Dapat dihubungi di alamat email: r_mangangue@yahoo.com. Facebook: richard mangangue. Tinggal di Manado.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kata dan Kalimat yang Membuat Saya Resah (Bag. 1)

5 Oktober 2020   18:00 Diperbarui: 5 Oktober 2020   19:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat mendengar orang berbicara, telinga saya langsung waspada.  Saat mendengar ada kata atau kalimat yang keliru, mulut saya seperti berkata, "Itu keliru." Maaf, ini bukan untuk menyombongkan diri. Saya juga tidak bermaksud begitu.Mungkin karena terbiasa menganalisis kekeliruan-keliruan berbahasa sebuah teks sehingga ketika mendengar secara lisan ucapan seseorang, indera saya pun segera bersiap mengoreksi kekeliruan-kekeliruan bila ada. 


Bukan untuk Menyombongkan Diri

Saya yakin, kemampuan saya menganalisis sebuah teks, apakah sesuai dengan kaidah  tata bahasa atau tidak, karena saya terbiasa menganalisis sebuah teks bahasa asing, dalam hal ini bahasa Jerman. Sekali lagi, ini bukan untuk Menyombongkan Diri. Maklum, sewaktu kuliah saya mendalami bahasa Jerman.  Karena mendalami bahasa Jerman, tentu saya juga secara otodidak mendalami bahasa Inggris. 

Dengan memperdalam bahasa asing, kemampuan saya berbahasa indonesia dengan baik, turut meningkat pula. Saya kira orang lain atau siapa pun yang mendalami bahasa asing dengan baik akan sama dengan saya. Dapat merasakan kekeliruan-keliruan yang dibuat ketika lawan bicara kita berbicara dalam bahasa Indonesia. Atau sebaliknya, tidak ada kekeliruan-kekeliruan itu. Untuk orang seperti ini, saya pasti akan menyanjung atau memujinya. 


Profesor Bernd Nothofer

Ini saya pernah alami saat saya mendengar seminar dari seorang profesor berkewarganegaraan Jerman di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat)  Manado.  Sang Profesor menyampaikan seminar dalam bahasa Indonesia yang sangat lancar dan baik.  Ya, maklumlah. Seingat saya, beliau adalah pengajar mahasiswa S-3  bahasa Indonesia yang kuliah di universitas-universitas di Indonesia. 

Saya tidak mendapatkan 1 kekeliruan pun dari ucapan-ucapannya, baik dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang digunakannya. Semuanya sesuai dengan kaidah tata bahasa kita.


Contoh Kata dan Kalimat yang Keliru

Yang saya maksud dengan kekeliruan, misalnya adalah kata-kata atau kalaimt-kalimat seperti di bawah ini yang sering saya dengar:

(1) Saya merasa kuatir. Kata yang baku bukanlah kuatir, melainkan khawatir. 

(2) Saya ingin menceritakan tentang ........... Bila kita menggunakan kata kerja atau verba menceritakan, sesudah kata itu kita tidak boleh menggunakan preposisi tentang, melainkan langsung kata benda atau nomina. Misalnya, saya akan menceritakan pengalaman saya. Atau kalaupun kita mau menggunakan preposisi tentang, kalimatnya yang benar adalah saya mau bercerita tentang pengalaman saya. 

(3) Setiap kita harus disiplin terhadap protokol kesehatan. agar kita terhindar dari covid-19. Kata setiap harus selalu diikuti oleh nomina atau kata benda, bukan diikuti oleh persona pronomina atau kata ganti orang. Misalnya, setiap orang, setiap rumah, setiap pemimpin, dan sebagainya. Jadi, adalah keliru bila kita menggunakan kata-kata seperti: setiap kita, setiap kami, setiap kamu atau setiap mereka  

(4) Sekarang sudah jam 3 petang. Kata yang baku adalah pukul. Jadi, kalimatnya seharusnya berbunyi demikian, "Sekarang sudah pukul 3 petang."

(5) Karena selain berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saya juga berpedoman pada harian KOMPAS. Untuk menulis frasa tanah air, di media lain ditulis dengan huruf kecil, tetapi di harian Kompas selalu ditulis dengan huruf kapital. Jadi, di harian KOMPAS, frasa itu ditulis demikian: Tanah Air. Mengapa ditulis dengan huruf kapital? Saya juga tidak tahu.  Namun,saya yakin, yang ditulis KOMPAS itu benar karena para editor bahasa harian KOMPAS pasti sudah berkonsultasi dengan para pakar bahasa kita di Badan Bahasa Kemendikbud.  Untuk ini, saya kira, mereka pasti dapat memberikan jawabannya.

Kekeliruan-kekeliruan lainnya masih banyak.  Saya akan membahasnya di bagian ke-2, ke-3, dan seterusnya nanti.

Semoga bermanfaat.  

Manado, 5 Oktober 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun