Mohon tunggu...
R Mohamad Karunia Romadhoni
R Mohamad Karunia Romadhoni Mohon Tunggu... Auditor - Praktisi Akuntan Terdaftar Di Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Seorang Akuntan terdaftar di Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Pemimpin Kantor Jasa Akuntan R Mohamad Karunia Romadhoni S.E.,Ak.,CA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran Badan Usaha Milik Desa dalam Mensejahterahkan Masyarakat Desa dalam Tinjauan Otonomi Daerah

24 Maret 2024   22:35 Diperbarui: 24 Maret 2024   22:42 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peran Badan Usaha Milik Desa Dalam Mensejahterahkan Masyarakat Desa Dalam Tinjauan Otonomi Daerah

Ditulis oleh RM Karunia Romadhoni S.E.,Ak.,CA.,ASEAN CPA.,CIE

(Praktisi Akuntan Terdaftar dan Saat ini Mahasiswa  S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang)


Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan negara dengan potensi ekonomi yang tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang memiliki sejumlah karakteristik, sehingga menempatkan negara ini pada posisi yang sangat bagus untuk mengalami perkembangan ekonomi yang pesat. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah pusat pemerintah pusat mendukung kuat untuk mengekang ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas (mentah), sekaligus meningkatkan peran industri manufaktur dalam perekonomian.

Otonomi daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah yang menitik beratkan pada daerah kabupaten dan daerah kota dimulai dari adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Otonomi yang dimiliki desa berbeda dengan otonomi daerah provinsi maupun daerah kabupaten dan kota (Santoso, 2009).

Penerapan era desentralisasi menjadikan daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur segala urusan rumah tangganya sesuai dengan kebutuhan darn potensi daerah masing-masing. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah bahwa daerah memiliki kebebasan mengatur urusannya sendiri. Hal ini menjadikan daerah bisa melakukan apa saja baik di bidang pemerintahan, pembangunan, ekonomi dan lain-lain sesuai kebutuhannya yang dijadikan sumber keuntungan daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Desentralisasi merupakan penyerahan kekuasaan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Adanya desentralisasi ini maka muncul otonomi bagi suatu pemerintah daerah dalam  suatu negara. Sementara itu Noordiawan (2007:284) menyatakan bahwa desentralisasi, penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah adanya desentralisasi pokok utama yang menjadi sorotan adalah ekonomi, di mana ekonomi menjadi hal pertama yang dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyarakat. Sebelum adanya desentralisasi, Desa lebih banyak menunggu instruksi maupun bantuan dari pemerintah pusat sehingga segala sesuatunya menjadi terbatasi. Hal demikian menjadikan desa tidak dapat berkembang secara mandiri dan kreatif dalam menumbuhkan perekonomian Desa.

Otonomi adalah langkah untuk mempercepat pembangunan desa guna terwujudnya masyakat yang sejahtera. Di era otonomi saat ini, pemerintah daerah memiliki wewenang seluas-luasnya untuk mengurus pemerintahannya sendiri, termasuk pengembangan ekonomi berdasarkan potensi kekayaan di daerah tersebut.

Pada masa otonomi daerah Desa mengalami perubahan makna yang awalnya sebagai simbol sebuah pemerintahan di Desa saja kini sudah ditambahi dengan mengurus di mana masyarakat berwenang mengatur dan mengurus secara langsung kepentingannya.

Konsep Otonomi Desa

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga menyebutkan tentang pemerintahan desa, yang kemudian secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa sebagai salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam UU No.6 /2014 tentang desa pada pasal 1, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mengatur serta menjalankan suatu kewenangan dalam mengatur desa disebut pemerintah desa. Untuk menjalankan penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut maka dilaksanakan oleh Kepala Desa sebagai pemegang jabatan tertinggi pada penyelenggaraan pemerintahan desa dengan membawahi perangkat desa (Sekretaris Desa, Kepala Urusan, dan Kepala Dusun). Sedangkan pemerintah desa juga dibantu oleh Badan Permusyarwaratan Desa yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa.

Desa merupakan bagian paling depan atau agen pemerintah yang berkenan langsung dengan masyakat. Oleh karenanya, dalam mewujudkan otonomi desa dan mendorong perekonomian di pedesaan, maka salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Lembaga yang berbasis ekonomi ini merupakan sarana untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Melalui pengembangan potensi desa dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan BUMDes maka akan mendorong kuatnya ekonomi desa dan menciptakan kemandirian perekonomian desa. 

Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menjelaskan bahwa:

  • Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDES;
  • BUMDES dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong;BUM
  • BUMDES dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan / atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 mengamanatkan pemeritah untuk menerapkan otonomi daerah dengan menganut asas desentralisasi. Otonomi yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk menjalankan pemerintahan yang mandiri dan kreatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hal tersebut  masuk ke dalam cakupan pembangunan ekonomi daerah yaitu di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraaan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut, (Lincolin Arsyad, 2015).

Akar dari seluruh proses pembangunan adalah Desa, sehingga desain pembangunan harus mengakomodir seluruh aspek yang berkembang dinamis dan berorientasi membangun desa beserta masyarakatnya. Pembangunan desa memegang peranan penting yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional, (Sapari Imam Asy'ari, 2004).

Kemandirian desa saat ini menjadi isu penting yang perlu diperhatikan secara lebih serius serta didiskusikan lebih mendalam. Pasalnya, sejak UU Desa disahkan, kebijakan utama tersebut adalah dengan adanya alokasi dana desa yang diperkirakan berkisar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta) sampai Rp. 1 milyar per desa. Kebijakan desentralisasi fiskal ke desa ini menunjukkan bentuk keberpihakan yang besar dan progresif dari pemerintah pusat akan prioritas pembangunan daerah dalam pelayanan masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dana tersebut dapat digunakan sebagai modal pembangunan desa melalui BUMDes sebagaimana ketentuan Pasal 87 s.d Pasal 90 UU Desa dengan maksud untuk mendorong peningkatan skala ekonomi usaha produktif masyarakat desa, termasuk juga dalam pengelolaan sumber daya alam skala desa (Fajar Sidik, 2015)

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dari segi perencanaan dan pembentukan, BUMDes dibangun atas prakarsa inisiatif masyarakat dan berlandaskan prinsip gotong royong, partisipatif dan emansipatoris, dengan dua prinsip yang ditata, yaitu basis anggota dan swadaya. Penting untuk diingat bahwa profesionalisme pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada kemauan dan kesepakatan masyarakat luas (member base), serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara mandiri, (Raharjo  dan Ludigdo, 2006). Pilar kelembagaan BUMDes adalah lembaga sosial ekonomi desa yang benar-benar mampu menjadi lembaga komersial yang mampu berdagang di luar desa. BUMDes sebagai lembaga komersial rakyat merupakan lembaga komersial yang pertama-tama berpihak pada pemenuhan kebutuhan produktif dan konsumtif masyarakat, yaitu melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa.

Sedangkan menurut pasal 3, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Permendesa) tentang pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah:

  • Meningkatkan perekonomian desa;
  • Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa;
  • Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa;
  • Mengembangkan rencana kerja sama antar usaha antar desa/ atau dengan pihak ketiga;
  • Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
  • Membuka lapangan kerja;
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa;
  • Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa.

Sebagai lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Disamping itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

BUMDes merupakan salah satu program andalan pemerintah dalam meningkatkan kemandirian perekeonomian di desa yang bergantung pada kebutuhan dan potensi desa. Pengelolaan BUMDes sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat desa, dari masyarakat desa, dari masyarakat desa, oleh masyarakat desa, dan untuk masyarakat desa. BUMDes berjalan dengan metode menampung kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat dalam sebuah lembaga atau badan usaha yang dikelola secara profesional, akan tetapi tetap berdasarkan pada potensi ahli desa.

Penutup 

Dalam sistem pemerintah yang ada saat ini, desa mempunyai peran yang strategis dalam membantu pemerintah daerah yang stategis dalam membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pembangunan. Semua itu dilakukan sebagai langkah nyata pemerintah daerah mendukung pelaksanaan otonomi daerah di wilayahnya.

Salah satu cara supaya pembangunan di desa lebih optimal yaitu pemerintah desa diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk dapat mengatur lingkungan dan kapasitas desa melalui kelembagaan ekonomi di tingkat desa secara mandiri, yaitu melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Selanjutnya desa dapat membentuk BUMDes yang dipergunakan untuk membangun dan mengatur perekonomian desa sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan desa. Pembentukan dan pengelolaan BUMDes merupakan bentuk ekspresi dari pengelolaan ekonomi produksi desa yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga diperlukan BUMDes yang serius untuk dapat mengembangkan, memaksimalkan kapasitas dan kebutuhan desa, untuk  mencapai suatu masyarakat desa lebih sejahtera.

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin, Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta, UPP STIM YKPN, 2015).

Asy'ari, Imam Sapari, Sosiologi Kota dan Desa, Surabaya: Usaha Nasional, 2004)

Fajar Sidik. (2015). Menggali Potensi Lokal Mewujudkan Kemandirian Desa. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, hlm 116.

Nordiawan, Deddi, Iswahyudi SP dan Maulidah Rahmawati, 2007 Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat, Jakarta.

Santoso, M Agus.(2009). Otonomi Daerah dI Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi, 6(4),5. Google Scholar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun