Dalam UU No.6 /2014 tentang desa pada pasal 1, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatur serta menjalankan suatu kewenangan dalam mengatur desa disebut pemerintah desa. Untuk menjalankan penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut maka dilaksanakan oleh Kepala Desa sebagai pemegang jabatan tertinggi pada penyelenggaraan pemerintahan desa dengan membawahi perangkat desa (Sekretaris Desa, Kepala Urusan, dan Kepala Dusun). Sedangkan pemerintah desa juga dibantu oleh Badan Permusyarwaratan Desa yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa.
Desa merupakan bagian paling depan atau agen pemerintah yang berkenan langsung dengan masyakat. Oleh karenanya, dalam mewujudkan otonomi desa dan mendorong perekonomian di pedesaan, maka salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Lembaga yang berbasis ekonomi ini merupakan sarana untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Melalui pengembangan potensi desa dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan BUMDes maka akan mendorong kuatnya ekonomi desa dan menciptakan kemandirian perekonomian desa.Â
Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menjelaskan bahwa:
- Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDES;
- BUMDES dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong;BUM
- BUMDES dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan / atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 mengamanatkan pemeritah untuk menerapkan otonomi daerah dengan menganut asas desentralisasi. Otonomi yang memberikan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk menjalankan pemerintahan yang mandiri dan kreatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hal tersebut  masuk ke dalam cakupan pembangunan ekonomi daerah yaitu di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraaan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut, (Lincolin Arsyad, 2015).
Akar dari seluruh proses pembangunan adalah Desa, sehingga desain pembangunan harus mengakomodir seluruh aspek yang berkembang dinamis dan berorientasi membangun desa beserta masyarakatnya. Pembangunan desa memegang peranan penting yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional, (Sapari Imam Asy'ari, 2004).
Kemandirian desa saat ini menjadi isu penting yang perlu diperhatikan secara lebih serius serta didiskusikan lebih mendalam. Pasalnya, sejak UU Desa disahkan, kebijakan utama tersebut adalah dengan adanya alokasi dana desa yang diperkirakan berkisar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta) sampai Rp. 1 milyar per desa. Kebijakan desentralisasi fiskal ke desa ini menunjukkan bentuk keberpihakan yang besar dan progresif dari pemerintah pusat akan prioritas pembangunan daerah dalam pelayanan masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dana tersebut dapat digunakan sebagai modal pembangunan desa melalui BUMDes sebagaimana ketentuan Pasal 87 s.d Pasal 90 UU Desa dengan maksud untuk mendorong peningkatan skala ekonomi usaha produktif masyarakat desa, termasuk juga dalam pengelolaan sumber daya alam skala desa (Fajar Sidik, 2015)
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dari segi perencanaan dan pembentukan, BUMDes dibangun atas prakarsa inisiatif masyarakat dan berlandaskan prinsip gotong royong, partisipatif dan emansipatoris, dengan dua prinsip yang ditata, yaitu basis anggota dan swadaya. Penting untuk diingat bahwa profesionalisme pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada kemauan dan kesepakatan masyarakat luas (member base), serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara mandiri, (Raharjo  dan Ludigdo, 2006). Pilar kelembagaan BUMDes adalah lembaga sosial ekonomi desa yang benar-benar mampu menjadi lembaga komersial yang mampu berdagang di luar desa. BUMDes sebagai lembaga komersial rakyat merupakan lembaga komersial yang pertama-tama berpihak pada pemenuhan kebutuhan produktif dan konsumtif masyarakat, yaitu melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa.
Sedangkan menurut pasal 3, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Permendesa) tentang pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah:
- Meningkatkan perekonomian desa;
- Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa;
- Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa;
- Mengembangkan rencana kerja sama antar usaha antar desa/ atau dengan pihak ketiga;
- Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
- Membuka lapangan kerja;
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa;
- Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa.