"..........pasangkan tali keledar dan matikan telefon bimbit..........", kira-kira begitu bunyi perintah 'aneh' yang saya dengar dalam kabin penerbangan Air Asia tujuan Bandara Adisumarmo, Solo. Pagi itu, saya dan istri sedang dalam perjalanan pulang dari Kuala Lumpur setelah hampir lima hari mengunjungi negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Sebuah pengalaman baru bagi saya bisa berpergian ke luar negeri, walaupun hanya negara tetangga dekat. Selama ini saya hanya bisa mengetahui tentang Singapura dan Malaysia melalui media massa maupun dari cerita teman-teman yang pernah pergi ke sana. Pengalaman bepergian ke luar negeri telah mengubah cara pandang hidup saya. Bepergian ke luar negeri yang semula saya anggap sebagai sesuatu yang mahal ternyata bisa juga dilakukan dengan cara hemat. Semua ini gara-gara..........Air Asia.
Suatu ketika saya membuka-buka laman internet mencari tiket untuk pulang kampung. Ketika membuka laman Air Asia, ada tawaran promo penerbangan ke Kuala Lumpur dengan tarif tiketyang sangat terjangkau bagi saya. Tanpa berpikir lebih panjang lagi saya pesan tiket itu. Saya kebingungan sendiri pada akhirnya, mengapa membeli tiket itu padahal tidak memiliki rencana berpergian ke luar negeri. Setelah berkonsultasi dengan istri akhirnya diputuskan kami akan pergi ke luar negeri.
Kurang dari satu minggu menjelang keberangkatan, tiba-tiba saya mendapat tugas mendadak dari kantor. Terpaksa saya mengubah rencana perjalanan kami menunggu selesainya urusan kantor. Tiket keberangkatan terpaksa dibatalkan, begitupun pemesanan hotel juga terpaksa dibatalkan.
Setelah menempuh kira-kira 1,5 jam penerbangan dari Jakarta, siang itu saya dan istri tiba di bandara Changi, Singapura. Kami akhirnya jadi berangkat, tetapi dengan rute yang berubah. Kami berangkat menuju Singapura dengan menggunakan maskapai lain. Kami segera menuju ke tempat pemeriksaan imigrasi. "Kamu datang sini!", seorang petugas imigrasi meminta kami menyerahkan dokumen perjalanan untuk diperiksa. Setelah memeriksa dokumen istri, giliran dokumen saya diperiksa. Tiba-tiba petugas itu memanggil rekannya sambil menyerahkan dokumen perjalanan saya kepadanya. "Ikut saya!", rekannya itu menyuruh saya mengikutinya. Kami berjalan menuju sebuah ruangan di kantor imigrasi. Istri saya yang telah berhasil melewati pemeriksaan imigrasi menatap saya dengan cemas.
"Duduk sini!", perintahnya dan sayapun menurutinya. Tidak ada apapun di ruangan itu kecuali deretan kursi disusun mengelilingi ruangan dan sebuah pamflet di dinding. Dua orang wanita muda tampak sedang bercanda dengan seorang petugas imigrasi. Tiba-tiba muncul seorang pria dengan tangan diborgol ke belakang diikuti oleh seorang petugas imigrasi berjalan lewat di depan saya menuju ke luar ruangan. Wanita dan petugas tadipun turut keluar. Tinggal saya sendirian di dalam ruangan itu.
Cukup lama saya duduk ketika tiba-tiba seorang petugas masuk dan memanggil nama saya. Saya menjawab, "Yes!". "Ini paspor kamu. Kamu keluar sini!", kata petugas itu sambil jari tangannya menunjuk sebuah lorong pendek. Saya berjalan menyusuri lorong itu. Ketika sampai di ujung saya buka pintunya dan saya telah berada di luar area pemeriksaan imigrasi. Saya berhasil masuk Singapura.....,lewat pintu belakang.
[caption id="attachment_356373" align="aligncenter" width="300" caption="@Changi"][/caption]
Saya menghampiri istri saya yang sedang duduk di salah satu bangku dengan wajah cemas. Kecemasan istri saya berangsur-angsur reda setelah saya ceritakan semua yang terjadi. Perasaan yang semula bercampur-aduk menjadi lega dan bahagia. Kami segera menuju shelter MRT yang berada di bawah tanah bandara Changi untuk menuju ke hotel. Hari menjelang petang ketika kami tiba di hotel di kawasan China Town.
[caption id="attachment_356372" align="aligncenter" width="300" caption="Tiba di China Town"]
Saya dan istri keluar hotel ketika matahari mulai meninggi keesokan harinya. Seharian menjelajah Sentosa Island dan menjelang petang kami telah berada di samping Patung Merlion. Banyak wisatawan asal Indonesia berada di sana sore itu. Malamnya kami dijamu makan oleh Suki, seorang sahabat yang bekerja di Singapura. Selesai makan malam, kami berdua diajak berkeliling menikmati pertunjukkan air mancur dan keindahan gedung-gedung di sekitar Patung Merlion. Kami kembali ke hotel larut malam setelah saling berpamitan dengan Suki karena esoknya kami harus melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur.
[caption id="attachment_356331" align="aligncenter" width="300" caption="@Universal Studios"]
[caption id="attachment_356351" align="aligncenter" width="300" caption="@Merlion"]
[caption id="attachment_356348" align="aligncenter" width="300" caption="@Merlion Sentosa Island"]
[caption id="attachment_356353" align="aligncenter" width="300" caption="Dapat promo es krim gratis @Sentosa Island"]
[caption id="attachment_356367" align="aligncenter" width="300" caption="Gemerlap malam"]
Hampir saja waktu sarapan telah lewat ketika saya dan istri tiba di ruang makan. Untung saja menu sarapan pagi itu masih tersaji. Siang hari kami sudah berada di Golden Mile Complex untuk membeli tiket bus tujuan Kuala Lumpur. Sembari menunggu keberangkatan bus, kami berjalan-jalan sekitar kompleks itu. Dibandingkan kawasan lain di Singapura, menurut saya kompleks itu tampak kurang bersih dan teratur.
[caption id="attachment_356335" align="aligncenter" width="300" caption="Berangkat ke Kuala Lumpur"]
Tujuh jam saya dan istri menempuh perjalanan dari Singapura setelah akhirnya tiba di Kuala Lumpur pada malam hari. Sopir bus menurunkan kami di seberang Berjaya Times Square kawasan Bukit Bintang. Beberapa orang tampak mengamati kedatangan kami, termasuk seorang anggota pasukan RELA, yakni organisasi yang bertugas menindak para pendatang di Malaysia yang tidak memiliki dokumen lengkap. Barangkali jika di Indonesia identik dengan Satpol PP. Dengan memanfaatkan GPS dalam ponsel, kami tiba di hotel setelah berjalan kaki sekitar 10 menit.
Saya dan istri sudah berangkat dari hotel pagi itu. Rencananya hari itu kami akan berkeliling kota Kuala Lumpur. Kuala Lumpur memiliki bus tingkat wisata yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk mengelilingi objek-objek wisata. Bus tingkat itu tidak beratap sehingga para wisatawan dengan leluasa dapat melihat keindahan kota Kuala Lumpur dari kabin atas bus. Seharian menjelajahi Kuala Lumpur, malam harinya kami sampai di Tune Hotel. Hotel yang dimiliki oleh grup Air Asia ini terletak di dalam kompleks Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2). Kami memang berpindah hotel di situ karena keesokan harinya harus terbang pagi sekali kembali ke Indonesia.
[caption id="attachment_356336" align="aligncenter" width="300" caption="on Hop-On Hop-Off"]
[caption id="attachment_356337" align="aligncenter" width="300" caption="Mirip menara TVRI"]
[caption id="attachment_356340" align="aligncenter" width="300" caption="Cemas karena tidak paham artinya"]
[caption id="attachment_356339" align="aligncenter" width="300" caption="Bukti keaslian menara"]
[caption id="attachment_356341" align="aligncenter" width="408" caption="Menemukan perangkat ini @Menara Kuala Lumpur"]
KLIA2 adalah bandara yang sangat luas dan megah dimana disana juga terdapat kantor pusat Air Asia. Bandara yang hanya dikhususkan bagi penerbangan Air Asia ini belum genap satu minggu diresmikan ketika kami berada di sana. Atmosfer di dalam bandara itu sangat membuat saya dan istri nyaman berada di sana. Di sebuah sudut depan kantor Air Asia tampak para calon penumpang tidur di lantai menunggu jadwal keberangkatan pesawat esok hari. Setelah puas berwisata bandara, kami kembali ke hotel yang dapat dicapai hanya dengan berjalan kaki saja.
[caption id="attachment_356344" align="aligncenter" width="300" caption="@KL Sentral"]
[caption id="attachment_356345" align="aligncenter" width="154" caption="Beli tiket KLIA Ekspres"]
[caption id="attachment_356370" align="aligncenter" width="300" caption="@KLIA Ekspres"]
Bunyi alarm pagi itu tidak mampu membangunkan saya dan istri dari tidur dengan rasa super lelah. Di tengah sempitnya waktu, kami mandi dan mempersiapkan segala keperluan untuk penerbangan pulang. Selesai cek-out hotel, kami berlarian menuju tempat pemberangkatan pesawat. Beruntung malam sebelumnya kami telah cek-in penerbangan melalui mesin cek-in otomatis Air Asia yang tersedia di lobi hotel. Dengan bermandikan peluh, kami berdua berhasil masuk pesawat sebelum pintu ditutup. Akhirnya saya dan istri bisa pulang kembali kepada keluarga. Thanks to Air Asia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H