Kujatuhkan ragaku
Di atas kasur yang kian
Menjadi tempat peraduan keluhku,
Menarik selimut,
Menyeka air mata yang luruh, entah sejak kapan.
Bu,
Rindu padamu yang mendalam,
Mengapa sulit sekali diredakan?
Sesal yang tak sempat termaafkan,
Mengapa kerap kali menghantui bayangan?
Malam seolah tak berkesudahan
Selalu saja membuatku sesak.
Kata "andai" terus merasuk,
Mengisi belantara dikepalaku.
Bu,
Jika Tuhan mengembalikamu ke dunia ini,
Akan kupastikan, nasihatmu takkan terlewatkan,
Celotehanku takkan kusuarakan,
Dan bersamamu, akan kubahagiakan.
Bu,
Terimakasih atas kasih sayang yang kau berikan,
Cintamu abadi di relung jiwaku,
Meski kini, kau sudah di pangkuan Tuhan.
Oleh: Quinta Sabrina
Kujatuhkan ragaku
Di atas kasur yang kian
Menjadi tempat peraduan keluhku,
Menarik selimut,
Menyeka air mata yang luruh, entah sejak kapan.
Bu,
Rindu padamu yang mendalam,
Mengapa sulit sekali diredakan?
Sesal yang tak sempat termaafkan,
Mengapa kerap kali menghantui bayangan?
Malam seolah tak berkesudahan
Selalu saja membuatku sesak.
Kata "andai" terus merasuk,
Mengisi belantara dikepalaku.
Bu,
Jika Tuhan mengembalikamu ke dunia ini,
Akan kupastikan, nasihatmu takkan terlewatkan,
Celotehanku takkan kusuarakan,
Dan bersamamu, akan kubahagiakan.
Bu,
Terimakasih atas kasih sayang yang kau berikan,
Cintamu abadi di relung jiwaku,
Meski kini, kau sudah di pangkuan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H