Ferian menghempaskan tubuhnya di sofa, menatap bagian belakang tubuh Elenn yang terbuka dengan seksama. Gaun selutut berwarna hitam, dengan leluasa memamerkan pungguh mulus Elenn. Nyaris tidak ada setitikpun noda di sana. Kecuali tatto kupu-kupu tepat di bawah leher belakangnya. Betis jenjang yang telanjang itu adalah salah satu yang menjadi pusat perhatian kaum adam ketika kebetulan memergokinya. Tak terkecuali Ferian pada detik ini. Untuk sesaat, ia dibuat menahan nafas, jika saja Elenna tak balik badan.
Ferian sedikit tergagap dengan apa yang barusan dilakukan. Menonton pemandangan indah anugerah Tuhan secara langsung dan tertangkap basah, sama efeknya dengan lagi nyontek lalu ketahuan guru di jaman sekolah. Untuk menghilangkan kegugupanya, ia menuangkan wine di gelas yang menganga di hadapanya dan menenggaknya.
“Kamu adalah wanita pertama yang aku ajak ke sini, bahkan istriku saja nggak tau tempat persembunyianku di sini,” katanya. Ia telah menguasai diri dari kegugupannya.
Sorot matanya yang hangat, menjalar bagaikan setrum mengaliri tubuh Elenn. Untuk ke sekian kali, Elenn dibuatnya terpesona. Dan untuk ke sekilan kali pula, Elenn mengutuk-ngutuk di dalam hati.
Lelaki itu bangkit dari duduknya, tubuh atletis berbalut kemeja putih itu berjalan dengan gerak yang… alamaak… Sensualnya! Elenn nyaris tak berkedip. Ia menuju ranjang dan merebahkan dirinya di sana. Pandangannya lurus ke langit-langit. Kedua tanganya terhempas bebas, sementara kedua kakinya menjuntai ke lantai. Elenna masih berdiri mematung. Tanpa senyum. Meski demikian, ia sempat melirik bagian dada Ferian yang terlihat tegap, harapan konyolnya adalah, lelaki itu membuka kacing-kancing kemejanya dan membiarkan dirinya menonton six packnya.
Kekonyolan berikutnya adalah, jikapun malam ini iblis menguasai dirinya, barangkali ia tak kan menyesal. Ini adalah sekelebat pikiran gila yang mendadak mampir di batok kepalanya.
Ferian bangkit dan duduk di ujung pembaringan. Kancing bajunya terlepas satu. Bulu dadanya menyembul. Saat Elenn berjalan melewatinya menuju sofa, tangan Ferian mengulur dan menariknya hingga Elenn terduduk tepat di sebelahnya. Untuk sesaat Elenn menatap lelaki di sebelahnya tepat di manik matanya. Ada sorot yang tak bisa Elenn terka. Sorot redup yang kontan meluluhkan hatinya dan merontokkan seluruh tulang-tulang sendinya. Ia lemas.
Gila! Situasi sialan! Sungutnya di dalam hati. Elenna berdiri, mencoba melawan situasi yang dirasa sudah tak karuan. Jantungnya berdebar dan nyaris meloncat keluar!
Bukan Ferian namanya kalau diam saja. Lelaki itu kembali menarik Elenn, kali ini dengan kedua tangan, sedikit kasar! Dan itu nyaris membuat Elenn jatuh tersandung ke depan. Keadaan yang tak menguntungkan ini membuat tubuh Elenn kini berada dalam dekapan Ferian yang masih duduk di ujung ranjang.
Setan alas! Begundal jahanam! Elenna mengutuk karena mati gaya. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan kecuali diam! Ia tak tau harus bersorak girang karena dipeluk iblis ganteng ini atau menamparnya kemudian meninggalkanya?
Pada akhirnya, ia membiarkan dekapan tangan Ferian memeluk tubuhnya. Oh God! Ini gila! Wajah Ferian berada tepat di perut Elenna. Ia memejamkan mata. Lalu berucap, “Temani aku malam ini…” Lirih, dengan sorot mata yang.. Astaga!! Elenn hampir semaput.