Malam itu hujan mengguyur deras kota Madya, dinginnya menyebar menusuk sampai tulang. Bersamaan dengan rumor tak benar yang mencekikku erat-erat didalam penjara rantai bagai siksaan api neraka yang bergejolak, melahap semua yang ada dilihatnya.
7 hari penuh siksa iblis jahanam yang menebar benih beracun penuh fitnah, sukma terasa sesak sudah tak sanggup lagi untuk bernafas. Ingin kuerupsikan guruh gunung berapi dihatiku keluarkan semua amarah dan rasa kesal memuncak tiada tara.
Namun, Rasulullah bersabda “orang yang hebat bukanlah orang kuat melainkan orang yang dapat menahan emosi serta hasratnya.”
“ Alhamdulillah” kulontarkan penuh harapan terhadap sang pencipta tiada tanding. Tapi sungguh kecewa racun mematikan yang hilang tanpa suara tidak membawa pergi iblis terkutuk yang tidak tahu menahu.
Hari demi hari terantai dibalik jeruji besi yang dingin bak es di kutub, terasa jauh lebih menyiksa. pisau lidah terus menyayat, lirikan maut tanda merendahkan harga diri semakin memperlebar luka batin daku.
Diri ini terasa seperti bongkahan sampah yang dilumat ibu pertiwi. Ingin diri ini melayang, terbang jauh menuju tempat yang lebih hijau…
Namun, apa aku ini? Bila masalah bodoh semacam itu membuat jiwaku menciut. Ambigu menyelip dicelah kecil hati ini. Benakku saling adu pukul, bertanding tanpa henti layaknya petinju profesional Chris John.
Semua ambigu dalam hati berbalik kearahku. Kutegaskan diriku, pikiran membulat sambil kusinsingkan lengan baju. Hancur lebur semua batasanku, tidak ada yang dapat melawan diriku. Semua rantai serta jeruji besi kurobohkan, semua terkejut dengan tanda tanya nampak jelas di masing-masing wajah mereka.
Tekadku tidak dapat dibendung lagi. Tanpa beralaskan sandal maupun sepatu, kutapakkan kakiku satu persatu, helaian kain katun warna kuning telur menyibak dengan lemah gemulai. Suara bel dari kiri bawah pergelangan kakiku terdengar nyaring, mengisi kesunyian yang mencekam.
Semua mata tertuju padaku, menatap lekat bagaikan daku seekor hewan purbakala dari Zaman Paleozoikum. Tak sehembus angin maupun rintikan air berani menggubris peristiwa yang tengah kujalani.
Perlahan rautku mulai berubah. Kutarik nafas panjang dalam-dalam seperti melakukan pernafasan garuda dalam dunia MP (merpati putih). Perlahan kubuka bibir kecil ini “Namaku Qouran Qissamaa,aku tak pernah sedikitpun keluar dari rumahku, kecuali hari ini. Semua hal yang kalian bicarakan tidak ada yang benar. Aku hanyalah seorang gadis muda yang tak ingin membuat kalian melontarkan kata-kata fitnah.”