Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia saat ini
Di DKI Jakarta, misalnya, pengelolaan sampah dilakukan oleh DLH DKI Jakarta. Mereka mengatur dan mengoperasikan semua pengelolaan sampah di provinsi, sedangkan sistem pengumpulan di sumbernya adalah tanggung jawab masing-masing kota administrasi. Proses pengumpulan sampah di DKI Jakarta dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke (1) Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS), (2) Intermediate Treatment Facility (ITF), atau (3) langsung ke Tempat Pembuangan Akhir/Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) tanpa melalui proses pemindahan. Sudah banyak regulasi yang ada terkait pengelolaan sampah, mulai dari aturan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai, hingga target Clean-from-Waste 2025 yang dicanangkan secara ambisius oleh Pemerintah Pusat. Namun demikian, masalah dan tantangan tetap ada karena beberapa aspek di dalam pemerintahan, seperti keterbatasan anggaran dan kurangnya komitmen yang kuat untuk melaksanakan peraturan tersebut. (Defitri, Waste4Change, 2022)
Terkait pengelolaan sampah ada beberapa program yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya Kebijakan Pendampingan Masyarakat, Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Perkotaan (P2KP) Pada tahun 1999, diluncurkan program P2KP untuk lebih meningkatkan kesadaran akan kebersihan lingkungan hidup dengan menitikberatkan pada kegiatan sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat, serta tidak membuang atau menumpuk sampah sembarangan. Proses sosialisasi dan himbauan terus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Lalu, berbagai program inisasi tersebut berfokus membangun sistem pengelolaan sampah masyarakat mulai dari RT, RW dan Kelurahan hingga ke tingkat kabupaten.
Analisis Pengelolaan Sampah di Masyarakat Dengan Pendekatan Partisipastif Pada Pembangunan Sosial
Poros pembangunan sosial perihal persoalan pengelolaan sampah ini ditekankan pada keadaan saat terjadinya proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan berupa perubahan sikap dan perilaku (Soetomo, 2006). Dalam hal ini, masyarakat didorong untuk menumbuhkan kesadaran dan kemampuan mengenai pengelolaan sampah, sehingga proses pembangunan sosial akan terinternalisasi dalam bentuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat. Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009: 31-32), partisipasi masyarakat diperlukan sebagai pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan, bertujuan untuk menumbuhkan dan menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggungjawab terhadap kelompoknya.
Pemanfaatan Sosial Media dalam Mengkampanyekan Pengelolaan Sampah Kepada Masyarakat
Sosial media dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk melakukan kampanye mengenai pengelolaan sampah melalui tagar #BijakKelolaSampah sudah banyak masyarakat yang mulai terbuka pengetahuan mengenai pengelolaan sampah yang baik dan benar. Tentunya, prakarsa dari gerakan kesadaran masyarakat melalui sosial media merupakan langkah yang cukup efektif jika berfokus ingin menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Pergerakan kesadaran yang dilakukan di media sosial, gerakan-gerakan tersebut memiliki banyak tantangan, terutama terkait dengan istilah “clicktivism” dan “slacktivism” yang rentan terjadi pada bentuk-bentuk aktivisme online, khususnya terkait dengan kemungkinan partisipasi atau dukungan dari masyarakat yang hanya sebatas di dunia digital saja tanpa membawa perubahan yang signifikan di kehidupan nyata. Namun, berdasarkan hasil penelitian oleh Zahra (2021) pergerakan online dapat terwujudkan apabila didukung dengan adanya tindakan kolektif untuk bersama-sama mengupayakan perubahan. Pada penelitian ini, aktivisme online belum terwujudkan secara aktual padabentuk mobilisasi tindakan kolektif, khususnya pada tindakan mobilisasi massa di dunia nyata.
Peran Stakeholder Dalam Usaha Pemberdayaan Pengelolaan Sampah di Masyarakat
Dilansir dari laman Waste4Change.or dalam aspek kelembagaan, kita dapat meninjau tantangan utama pengelolaan sampah di Indonesia:
- Program-program pengelolaan sampah yang ada saat ini belum berkelanjutan karena adanya pergantian orang-orang yang menduduki jabatan pemerintah sehingga memegang peran penting dalam sektor pengelolaan sampah. Hal ini juga karena kurangnya sinkronisasi antara pemerintah daerah dan pusat.
- Keterbatasan anggaran dan kemampuan sumber daya manusia di tingkat daerah berdampak pada kurangnya komitmen yang solid untuk memprioritaskan masalah pengelolaan sampah. Misalnya, alokasi anggaran untuk sektor pengelolaan sampah saat ini masih belum memadai, hanya sebesar 0,07% dari total APBD.
- Belum adanya lembaga atau komisi independen di bidang pengelolaan sampah. Lembaga/badan yang mandiri harus mampu memimpin dan bersinergi dengan semua pihak terkait dan instansi pemerintah untuk mencapai tujuan bersama yaitu mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang baik. Saat ini, tidak ada lembaga seperti itu.
Jelas, Pemerintah Indonesia tidak bisa menyelesaikan masalah sampah sendirian, betapapun padat dan ambisiusnya regulasi tersebut. Pada awalnya, kami telah mengidentifikasi tiga masalah kelembagaan utama yang menghambat Pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan masalah sampah di Indonesia.