Pelembagaan juga seharusnya mampu mendorong sumber daya PR (praktisi humas) yang ada untuk lebih termotifasi, bisa lebih bergerak lincah dan mampu menunjukkan kinerjanya.Â
Pelembagaan akan mendorong sumberdaya yang profesional dapat bekerja lebih terarah tanpa terbebani dengan target kinerja lainnya. Dengan demikian dorongan perubahan terhadap komunikasi strategis lembaga melalui pelembagaan akan lebih nyata atau kuat.
Pelembagaan PR dalam sebuah lembaga, juga tentu akan lebih mendorong legitimasi strategi komunikasi yang dijalankan praktisi humas. Artinya keputusan dan strategi yang dikeluarkan oleh PR menjadi sebuah kebijakan top manajemen.Â
Dengan demikian semua bagian dalam instansi atau perusahaan tersebut akan lebih peduli dan menjalankan strategi tersebut. Selain itu juga tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan merupakan isu dari top manajemen, sehingga peran strategi komunikasi memiliki lingkup atau dengan sekala yang lebih besar.Â
Berbeda ketika PR atau humas tidak tersusun dalam pelembagaan, atau hanya menjadi bagian dari bidang lain, meski bisa menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya, namun sumber daya manusia yang ada pasti akan terbebani juga dengan fungsi-fungsi lain yang melekat.Â
Selain itu keputusan dan tindakan atau strategi-strategi yang dilakukan lingkupnya menjadi lebih kecil atau bahkan tidak meng-cover strategi manajemen yang lebih luas. Yang bisa mengakibatkan tidak berjalannya strategi membangun citra korporasi atau jenama dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Kriyantono, Rachmat (2015). Â Konstruksi Humas Dalam Tata Kelola Komunikasi Lembaga Pendidikan Tinggi di Era Keterbukaan Informasi Publik. Â Jurnal Pekommas Vol. 18 No. 2, Agustus 2015. Â Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Politik, Universitas Brawijaya MalangÂ