Pada keluarga yang broken home anak selalu menjadi atau dijadikan korban. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak dan dapat memengaruhi proses pembentukan karakter dan kepribadiannya (Astuti & Anganthi, 2016). Menurut Amato dan Sobolewski (2011) remaja yang mengalami perceraian orang tua cenderung mengalami ketidak-bahagiaan, rendahnya kontrol diri, dan tidak memiliki kepuasan dalam hidup. Selain itu, remaja dengan kondisi keluarga broken home sering mengalami tekanan mental seperti depresi, hal ini yang menyebabkan biasanya anak memiliki perilaku sosial yang buruk (Aziz, 2015). ( Hafiza, 2018)
Kondisi keluarga yang tidak harmonis, selalu ribut dalam rumah tangga, sikap suami isteri yang kasar dalam berintraksi, mengakibatkan anak-anak menjadi terpengaruh atau perasaan anak menjadi tidak nyaman, mental anak menjadi terbeban dengan masalah, jiwanya berontak karena tidak menyenangi dengan fenomena - fenomena social dalam keluarganya. (Aziz, 2015) hal tersebut dapat memberikan efek buruk untuk perkembangan anak karena dari keluarga anak mulai belajar dan meniru hal-hal yang ada di sekitarya.
Kasus-kasus anak broken home nampak nyata dalam berbagai bentuk penyimpangan, sehingga perilaku-perilaku mereka sangat mengganggu suasana kelas dan sangat-sangat mengganggu jalannya proses belajar mengajar, perilaku-perilaku mereka memang meresahkan para guru dalam proses belajar mengajar.Â
Banyak anak korban broken home tingkat SMP mengalami tekanan (depresi) mentalnya, umur remaja memang sangat rentan dengan problema sosial terutama karena dilatarbelakangi oleh keluarga yang broken. Sehingga perilaku-perilaku mereka menyebabkan banyak guru yang mengeluh dan cukup menggelisahkan karena suka melanggar aturan-aturan sekolah, bicara kasar, suka melawan dan menentang, malas ke sekolah, suka bolos, malas belajar, hilang semangat belajar, suka recok, suka mengganggu teman dan guru. (Aziz, 2015). Dampak dari seorang pelajar tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri, namun juga merugikan orang lain.
Bukan hanya sekedar lingkup sekolah. Dampak pelajar yang mengalami disorganisasi keluarga sangat berbahaya. Bisa jadi seorang pelajar salah bergaul yang mengakibatkan terjadinya kenakalan remaja dan pergulan bebas. Banyak pasangan keluarga ketika terjadi percekcokan antara suami isteri, kurang memperhatikan efek yang akan menimpa terhadap kehidupan anaknya. Misalnya akibat dipengaruhi emosi kedua orang tuanya sering betengkar di depan anak, sehingga anak sering menyaksikan hal-hal yang tidak mengenakkan, bahkan merasa tidak nyaman di rumah.Â
Jika sejak kecil anak-anak melihat dan merasakan sesuatu hal yang menakutkan, menggelisahkan, maka lambat laun hal-hal tersebut akan berpindah dan tertanam dalam jiwanya. Peran pembelajaran melalui pemerhatian bagi anak atau pengaruh lingkungan bagi mereka, sangat besar. Jika orang tua menginginkan anak mereka agar bisa tumbuh dan berkembang jiwanya secara normal dan baik, maka kedua orang tuanya, harus terlebih dahulu menunjukkan sikap-sikap yang baik termasuk sikap social mereka dalam berintraksi.Â
Sebaliknya, jika kondisi kehidupan keluarga yang selalu dalam keadaan rusak (broken), baik karena pola-pola hidup yang tidak sesuai dengan ajaran islam, atau karena factor-faktor lainnya, terlebih lagi karena factor suasana pertengkaran setiap saat apalagi berujung dengan perceraian, maka bisa dibayangkan bagaimana kondisi social anak, dan kondisi yang demikian akan terkontaminasi dengan sendirinya kepada anak. (Aziz, 2015)
Untuk menghindari hal tersebut, keluarga harus berperan secara maksimal untuk perkembangan peserta didik. Keluarga memberikan pendidikan yang pertama dan utama. Terutama orang tua sebagai peletak dasar dan motivasi pendidikan bagi anaknya. Dari keluarga yang bahagia dan harmonis mampu menciptakan generasi yang baik dengan memberikan respon dan stimulus yang baik sehingga perkembangan dan proses belajar nya menghasilkan sesuatu yang baik. Setiap dari anggota keluarga harus menjalankan peranannya masing-masing agar tercapainya tujuan keluarga yang harmonis dan tentram.
Dalam mendidik anak orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk belajar sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, tetapi harus memberikan arahan dan bimbingan. Orang tua dapat mendampingi dan menolong anak ketika mengalami kesulitan dalam belajar dengan bimbingan tersebut. Orang tua juga harus membekali diri seorang anak dengan pengetahuan dan agama agar mampu menyikapi berbagai hal kedepannya.
Dengan mengatasi masalah tersebut, memungkinkan untuk pelajar bangkit dan mengembangkan kembali minat dan bakatnya. Tentu tidak hanya dari diri sendiri anak tersebut. Namun perlu adanya dukungan dari lingkungannya. Karena hakikatnya lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan terutama psikologi anak apalagi dalam usia belajar yang sangat membutuhkan dukungan. Dari pihak keluarga juga sangat penting dalam berkontribusi terhadap perkembangan dan minat belajar anak.Â
Dengan tetap menjaga komunikasi yang baik kepada anak dan selalu memotivasi apapun keadaan anak dapat mengurangi dampak negative dari broken home. Menghindari disorganisasi keluarga bisa dengan mendiskusikan permasalahan anak dengan baik. Kemudian berusaha sesering mungkin untuk lebih dekat kepada anak agar anak mau bercerita masalah yang dihadapi sehingga dapat mengurangi gangguan psikologis anak.