Nama               : Qorri 'Aina
NIM Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 1903016067
Kelas                : PAI 4 B
Mata kuliah           : Psikologi Perkembangan (UTS Essay 2021)
Dosen pengampu      : Naili Rofiqoh, S.Psi.M.Si
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang
Analisis Perkembangan Dari Pelajar Yang Mengalami Disorganisasi Keluarga
- (Kajian teori ekologi dan perannya dalam psikologi perkembangan)
A. Pendahuluan
Pel-a-jar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): n anak sekolah (terutama pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan); anak didik; murid; siswa;. Usia pelajar sesuai dengan jenjang yang ditempuh beragam. Berdasarkan peraturan Kemendikbud Nomor 14 Tahun 2018 Pasal 5 menyebutkan, Persyaratan calon peserta didik baru pada TK atau bentuk lain yang sederajat adalah:
a. berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun untuk kelompok A; dan
b. berusia 5 (lima) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun untuk kelompok B.
Pasal 6 ayat 1 Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD atau bentuk lain yang sederajat, berusia: a. 7 (tujuh) tahun; atau b. paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan
Pasal 7 Persyaratan calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP atau bentuk lain yang sederajat: a. berusia paling tinggi 15 (lima belas) tahun; dan b. memiliki ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SD atau bentuk lain yang sederajat
Pasal 8 ayat 1 Persyaratan calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA/SMK atau bentuk lain yang sederajat: a. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun; b. memiliki ijazah/STTB SMP atau bentuk lain yang sederajat; dan c. memiliki SHUN SMP atau bentuk lain yang sederajat.
Pada usia yang telah disebutkan diatas, pelajar sangat membutuhkan peran keluarga. Keluarga adalah yang pertama kali berinteraksi dengan anak. Dari keluarga anak mulai belajar dari hal kecil hingga ia tumbuh besar, keluarga dapat membentuk kepribadian anak dan keluarga menjadi panutan bagi anak dalam banyak hal. Sangat jelas bahwa peran keluarga terutama orang tua sangat penting untuk pertumbuhan anak, khususnya untuk motivasi belajar anak.Â
Motivasi belajar merupakan suatu daya penggerak atau pendorong yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu belajar. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh semangat. (Sholeh, 2009)
B. Pembahasan
Keberhasilan siswa dalam menguasai berbagai kompetensi dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: daya tahan tubuh, intelegensi, perhatian/ minat, bakat, motivasi, kematangan konsep diri dan faktor kepribadian. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal menurut Sagala (2003:24) yaitu, keluarga (meliputi: kondisi ekonomi keluarga, hubungan emosional orangtua dan anak, cara mendidik anak), sekolah dan faktor lingkungan lainnya.
Keluarga akan melalui suatu proses perubahan yang menghasilkan tekanan terhadap seluruh anggotanya karena setiap anggotanya tumbuh dan berkembang.(Lestari, dkk., 2018 : 24)
Keluarga yang tidak siap menghadapi perubahan, maka akan mengalami disorganisasi. Khairuddin (2002: 120) mengemukakan bahwa dalam bentuk luas, disorganisasi keluarga meliputi berbagai kelemahan-kelemahan, ketidaksesuaian (maladjustment), atau putusnya/ retaknya jalinan ikatan anggota-anggota dari kelompok bersama (broken-home). .(Lestari, dkk., 2018 : 25).Â
Menurut Willis (2015), broken home dapat dilihat dari dua aspek yaitu, keluarga yang tidak utuh yang disebabkan salah satu orang tua meninggal atau bercerai, dan anak yang orang tua tidak bercerai namun sering tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang atau sering bertengkar. Broken home dapat dilihat dari dua aspek, yaituÂ
(1) Keluarga yang terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari anggota keluarga meninggal atau telah bercerai, (2) Orangtua yang tidak bercerai, tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak dirumah dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi. (Wulandari, dkk. 2019) Bahwa broken home ini merupakan salah satu bentuk disorganisasi keluarga yang dapat menyebabkan proses perkembangan anak menjadi terhambat. Hal ini merupakan penerapan dari Teori Ekologi Ekosistem dalam Psikologi Perkembangan yang menunjukan sistem sosial yang lebih besar di mana anak tidak terlibat interaksi secara langsung, akan tetapi dapat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak.(Salsabila, 2018)
Pada keluarga yang broken home anak selalu menjadi atau dijadikan korban. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak dan dapat memengaruhi proses pembentukan karakter dan kepribadiannya (Astuti & Anganthi, 2016). Menurut Amato dan Sobolewski (2011) remaja yang mengalami perceraian orang tua cenderung mengalami ketidak-bahagiaan, rendahnya kontrol diri, dan tidak memiliki kepuasan dalam hidup. Selain itu, remaja dengan kondisi keluarga broken home sering mengalami tekanan mental seperti depresi, hal ini yang menyebabkan biasanya anak memiliki perilaku sosial yang buruk (Aziz, 2015). ( Hafiza, 2018)
Kondisi keluarga yang tidak harmonis, selalu ribut dalam rumah tangga, sikap suami isteri yang kasar dalam berintraksi, mengakibatkan anak-anak menjadi terpengaruh atau perasaan anak menjadi tidak nyaman, mental anak menjadi terbeban dengan masalah, jiwanya berontak karena tidak menyenangi dengan fenomena - fenomena social dalam keluarganya. (Aziz, 2015) hal tersebut dapat memberikan efek buruk untuk perkembangan anak karena dari keluarga anak mulai belajar dan meniru hal-hal yang ada di sekitarya.
Kasus-kasus anak broken home nampak nyata dalam berbagai bentuk penyimpangan, sehingga perilaku-perilaku mereka sangat mengganggu suasana kelas dan sangat-sangat mengganggu jalannya proses belajar mengajar, perilaku-perilaku mereka memang meresahkan para guru dalam proses belajar mengajar.Â
Banyak anak korban broken home tingkat SMP mengalami tekanan (depresi) mentalnya, umur remaja memang sangat rentan dengan problema sosial terutama karena dilatarbelakangi oleh keluarga yang broken. Sehingga perilaku-perilaku mereka menyebabkan banyak guru yang mengeluh dan cukup menggelisahkan karena suka melanggar aturan-aturan sekolah, bicara kasar, suka melawan dan menentang, malas ke sekolah, suka bolos, malas belajar, hilang semangat belajar, suka recok, suka mengganggu teman dan guru. (Aziz, 2015). Dampak dari seorang pelajar tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri, namun juga merugikan orang lain.
Bukan hanya sekedar lingkup sekolah. Dampak pelajar yang mengalami disorganisasi keluarga sangat berbahaya. Bisa jadi seorang pelajar salah bergaul yang mengakibatkan terjadinya kenakalan remaja dan pergulan bebas. Banyak pasangan keluarga ketika terjadi percekcokan antara suami isteri, kurang memperhatikan efek yang akan menimpa terhadap kehidupan anaknya. Misalnya akibat dipengaruhi emosi kedua orang tuanya sering betengkar di depan anak, sehingga anak sering menyaksikan hal-hal yang tidak mengenakkan, bahkan merasa tidak nyaman di rumah.Â
Jika sejak kecil anak-anak melihat dan merasakan sesuatu hal yang menakutkan, menggelisahkan, maka lambat laun hal-hal tersebut akan berpindah dan tertanam dalam jiwanya. Peran pembelajaran melalui pemerhatian bagi anak atau pengaruh lingkungan bagi mereka, sangat besar. Jika orang tua menginginkan anak mereka agar bisa tumbuh dan berkembang jiwanya secara normal dan baik, maka kedua orang tuanya, harus terlebih dahulu menunjukkan sikap-sikap yang baik termasuk sikap social mereka dalam berintraksi.Â
Sebaliknya, jika kondisi kehidupan keluarga yang selalu dalam keadaan rusak (broken), baik karena pola-pola hidup yang tidak sesuai dengan ajaran islam, atau karena factor-faktor lainnya, terlebih lagi karena factor suasana pertengkaran setiap saat apalagi berujung dengan perceraian, maka bisa dibayangkan bagaimana kondisi social anak, dan kondisi yang demikian akan terkontaminasi dengan sendirinya kepada anak. (Aziz, 2015)
Untuk menghindari hal tersebut, keluarga harus berperan secara maksimal untuk perkembangan peserta didik. Keluarga memberikan pendidikan yang pertama dan utama. Terutama orang tua sebagai peletak dasar dan motivasi pendidikan bagi anaknya. Dari keluarga yang bahagia dan harmonis mampu menciptakan generasi yang baik dengan memberikan respon dan stimulus yang baik sehingga perkembangan dan proses belajar nya menghasilkan sesuatu yang baik. Setiap dari anggota keluarga harus menjalankan peranannya masing-masing agar tercapainya tujuan keluarga yang harmonis dan tentram.
Dalam mendidik anak orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk belajar sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, tetapi harus memberikan arahan dan bimbingan. Orang tua dapat mendampingi dan menolong anak ketika mengalami kesulitan dalam belajar dengan bimbingan tersebut. Orang tua juga harus membekali diri seorang anak dengan pengetahuan dan agama agar mampu menyikapi berbagai hal kedepannya.
Dengan mengatasi masalah tersebut, memungkinkan untuk pelajar bangkit dan mengembangkan kembali minat dan bakatnya. Tentu tidak hanya dari diri sendiri anak tersebut. Namun perlu adanya dukungan dari lingkungannya. Karena hakikatnya lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan terutama psikologi anak apalagi dalam usia belajar yang sangat membutuhkan dukungan. Dari pihak keluarga juga sangat penting dalam berkontribusi terhadap perkembangan dan minat belajar anak.Â
Dengan tetap menjaga komunikasi yang baik kepada anak dan selalu memotivasi apapun keadaan anak dapat mengurangi dampak negative dari broken home. Menghindari disorganisasi keluarga bisa dengan mendiskusikan permasalahan anak dengan baik. Kemudian berusaha sesering mungkin untuk lebih dekat kepada anak agar anak mau bercerita masalah yang dihadapi sehingga dapat mengurangi gangguan psikologis anak.
C. Penutup
Maka dari itu, keluarga terutama orang tua harus selalu memperhatikan perkembangan anak dari segala aspek terutama lingkungan. Karena lingkungan sangat berpengaruh untuk tumbuh kembang dan minat anak. Perkembangan yang baik pada anak akan menciptakan semangat belajar dan masa depan yang sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Muklhis. 2015. PERILAKU SOSIAL ANAK REMAJA KORBAN BROKEN HOME DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF
Hafiza, Sarah. dan Marty Mawarpury. 2018. Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home. Jurnal Ilmiah Psikologi. Volume 5, Nomor 1. Banda Aceh
Kemendikbud, (2018), Nomor 14 pasal 5 hingga 8 tentang penerimaan peserta didik baru pada taman  kanak-kanak, sekolah dasar , sekoah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat diakses melalui https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2018_Nomor14.pdf, pada 18 April 2021
Lestari, Puji. Dkk. 2018. Perubahan Dalam Struktur Keluarga. Jurnal Dimensia. Vol 7 No 1 Maret. Universitas Negeri Jogjakarta.
Pelajar (Def.1) (n.d). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui https://kbbi.web.id/ajar, 18 April 2021.
Salsabila, Unik Hanifah. 2018. TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER SEBAGAI SEBUAH PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni. Jogjakarta.
Soleh, Ahmad. dkk. 2009. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN SISWA KELAS 2 TMO SMK TEXMACO SEMARANG PADA MATA DIKLAT SERVICE ENGINE DAN KOMPONEN-KOMPONENNYA. JURNAL PTM VOLUME 9, NO. 2, DESEMBER. Semarang
Wulandri,  Desi. dan  Nailul Fauziah. 2019. PENGALAMAN REMAJA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KUALITATIF FENOMENOLOGIS). Jurnal Empati, Volume 8, Nomor 1, Januari. Universitas Diponegoro Tembalang, Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H