Suatu hari di terik panas tanpa naungan, teman seperkuliahan mengajakku duduk santai di pinggir rerumputan. Ia berkata,
“Gimana nih, ntarlagi udah PKL. Kamu kelompokan sama siapa?”
“Masih gak tau nih, sama kamu aja gimana?”
“Oke lah, kita uda ada tiga orang, tinggal cari 2 lagi ya.”
Okelah pikirku, aku coba membantu mencari 2 orang lagi. Malamnya aku menelpon sahabat-sahabat yang sekiranya belum dapat kelompok. Dan aku menemukan 1 dari sekian orang yang akan aku masukkan ke dalam kelompok. Alhamdulillah pikirku, akhirnya kelompok pkl ini terbentuk. Pada hari berikutnya aku tak menyangka ternyata kelompokku sudah full dan satu orang yang aku ajak ini akhirnya tak bisa masuk ke dalam kelompok. Aku berusaha minta maaf dan menetralkan masalah yang ada.
Hingga pada puncak pemilihan tempat dan kelompok, aku beserta teman-teman yang sudah terbentuk mencari wifi terbaik untuk berkumpul bersama mendaftar online. Akhirnya kami memutuskan memilih dinas sosial.
“Alhamdulillah terdaftar!” teriak kami.
Kami cepat-cepat bergegas pergi ke fakultas dan memenuhi berkas-berkas yang harus dikumpulkan. Ternyata ada masalah yang menghadang di depan kami, kelompok dinas sosial memiliki anggota 9 orang, yang artinya harus keluar beberapa agar menjadi 5 orang saja.
Kecewa rasanya kelompok yang sudah dibuat susah payah harus dipencar seperti itu. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali berkumpul di tempat wifi-an yang sama. Dan memutuskan bagaimana kelanjutan dari kelompok ini. Kami memutuskan mengalah dan mengambil tempat lain, yaitu tempat yang kosong pemilih, dan berada jauh dari Kota Malang, Jombang. Ya kami memilih Tebuireng Jombang. Ini adalah Kota yang paling jauh yang pernah aku singgahi untuk menginap agak lama di Kota itu. Sebelumnya perjalanan terjauhku adalah Pare, saat itu aku mengikuti program bahasa inggris selama 2 minggu. Selama 2 minggu itu aku sakit perut dan muntah-muntah. Begitulah anak mama yang mencoba terlepas dari sangkarnya. Dan sekarang lebih jauh dan lebih lama. Tiga bulan berada di Kota Jombang.
Butuh waktu sehari untuk pemulihan menerima tempat PKL, semua anggota kelompok bercerita dengan orang tua tentang apa yang menimpa kelompok kami. Dan khususnya, setelah aku juga ditunjuk sebagai koordinator kelompok.
“Hm.. akan jadi apa, di tempat sejauh itu dan selama itu, dan aku yang jadi ketua. Benar-benar tak pernah aku bayangkan sebelumnya, belum lagi ada 2 anggota kami dari Thailand, ini benar-benar tantangan baru,” Gumamku.
Akhirnya beberapa hari kemudian hari puncak tiba. Kami berkumpul untuk pelepasan di fakultas. Satu anggota dari kelompok kami, masih tidak bisa hadir karena sakit demam berdarah. Kelompok tebuireng berkumpul dan mulai diberi pengarahan. Lagi-lagi shock therapy datang kepada kelompok kami. Kelompok harus dipencar, dua orang keluar untuk digantikan dua orang putra. Oke dan endingnya kelompok kami terdiri dari tiga putri dan dua putra. Semoga tidak ada ganti mengganti lagi pikirku. Sudah lelah bermain tukar menukar orang.
Dan inilah keluarga baruku. Kami berkumpul di kampus untuk berangkat bersama kelompok tebuireng semuanya. Perjalanan ke Jombang membutuhkan waktu tiga jam dengan ditemani terik mentari dan hembusan semilir angin, karena kami menggunakan transport sepeda motor, agar bisa digunakan saat ada keperluan mendesak saat di Jombang.
Kami berangkat di saat bulan Ramadhan sehingga semua anggota sedang menjalani ibadah puasa. Sesampainya di Jombang kami mengantar anggota tebuireng pusat dan sekitar jam tiga barulah kami bisa beranjak untuk pergi ke SMANTREN. SMA Trensains tempat PKL kami, merupakan cabang dari Tebuireng yang terletak di Jombok, Ngoro, Jombang. Sekitar setengah jam perjalanan dari Tebuireng pusat.
Kami berangkat berempat dan dosen-dosen yang mengantar sudah sampai lebih dulu di SMANTREN. Kami berempat melakukan perjalanan untuk pertama kalinya. Lama kelamaan di tengah perjalanan kami sadar, tempat yang kami lewati semakin sepi dan penuh dengan sawah-sawah tak berujung.
“Hey ini kita ga tersesat?” Tanyaku pada teman yang memboncengku.
“Iya, jalannya kok sepi banget, kayaknya bukan lewat sini deh!”
“Wah wah bentar aku telpon temen dulu yang tau jalannya!”
Segera ku ambil hapeku, “Halo, kamu tau jalannya ke SMANTREN kan? Yang pertigaan lewat kanan itu kan? Lewat pasar?”
Temanku menjawab, “Loh kok lewat pasar? Bukan.. Belok kiri itu, bukan belok kanan..”
Ternyata benar dugaanku. Segera kami berbalik arah dan melaju dengan kencang karena sadar sudah terlalu jauh tersesat. Sementara langit sore sudah mulai gelap. Adzan maghrib sudah mulai terdengar. Tak terasa kami sudah satu jam lebih berada di jalan. Kami memutuskan berhenti sebentar untuk menyeruput teh hangat yang kami bagi berempat. Kondisi yang mulai petang membuat kami cepat-cepat kembali ke sepeda motor untuk melanjutkan mencari di mana SMA Trensains. Sekitar 15 menit akhirnya kami sampai pada tempat yang kami tuju. Kami sampai di sana dan disambut oleh dosen-dosen, dan bergegas untuk melaksanakan shalat maghrib.
Akhirnya malam itu kami pertama kalinya merasakan suasana pondok Tebuireng Trensains, yang saat itu sedang mengaji. Kebetulan aku hanya berdua bersama Azza diajak oleh pembina untuk masuk ke kamar, namun kami diletakkan di kamar yang terpisah. Saat itu kami ke lantai bawah untuk melaksanakan shalat tarawih. Kami tidak membawa minum atau apapun dari luar. Kami tidak tahu bahwa kondisi di trensains sedikit susah untuk mencari makanan dan minuman. Akhirnya kami kehausan dan kelaparan hingga sekitar pukul 09.00. Ternyata ada pembina yang berbaik hati menawarkan kami untuk titip aqua di swalayan. Kami langsung diberi 1 botol dan kami minum airnya. Seperti menemukan oase di tengah gurun.
Esok harinya kami mulai berkenalan dengan para guru dan kepala sekolah di sekolah, kami juga bertemu dengan guru BK yang ternyata lulusan UIN juga. Dan lebih senangnya lagi ternyata Ibu BK di SMANTREN adalah kakak kelas yang sudah saya kenal di organisasi saya. Kami ditugaskan untuk mengabsen siswa dan mengecek di pondok apa alasan mereka tidak masuk.
Kemudian setiap malam kami melakukan sesi konseling kepada beberapa santri. Kami memulai konseling dengan memberikan tes grafis untuk mengetahui seperti apa masalah dalam hidup mereka. Selain itu kami juga membantu pembina yang ada di pondok untuk mengajak santri jamaah, mengingatkan makan, mengingatkan untuk cepat tidur, mengingatkan untuk belajar, dsb.
Di waktu yang lain kami menyempatkan untuk mengunjungi pembina-pembina dan mencoba mengasesmen masalah-masalah apa saja yang terjadi. Kami juga kunjungi guru BK dan mencoba berkeliling sekolah melihat apa saja yang terjadi. Di minggu pertama kami membagikan skala kebosanan dan hasilnya kebosanan yang santri alami cukup tinggi. Kemudian kami merancang kegiatan untuk memanggil perwakilan ekstrakurikuler sekolah yaitu paskibra, paduan suara, dan jurnalistik. Beruntungnya anggota kami memiliki pengalaman yang cukup saat berada di sekolah menengah atas tentang keorganisasian. Kami bersegera menentukan hari untuk mengadakan pelatihan keorganisasian dan penambahan skill kepada santri. Saat kami adakan pelatihan, kebanyakan dari mereka belum tahu tugas apa yang harus dikerjakan masing-masing sie yang bertugas. Mereka juga belum melaksanakan progres seperti lomba-lomba dan karya-karya. Akhirnya kami beri pengetahuan sesuai dengan yang kami punya sekaligus untuk mengurangi tingkat kebosanan mereka. Kami juga menyampaikan kepada kepala sekolah untuk mengembangkan ekstrakurikuler yang ada agar dapat berkembang dengan baik, entah dengan menambah pelatih dsb. Beruntungnya kepala sekolah langsung menanggapi positif apa yang kami minta sehingga berencana di bulan berikutnya akan mendatangkan pelatih-pelatih ekstrakurikuler dari luar sekolah.
Kemudian di sela-sela kesibukan kami di sekolah dan pesantren, kami masih harus ke tebuireng pusat untuk mengantar adek-adek yang pingsan ke PUSKESTREN karena sakit. Kebanyakan dari mereka mengeluh tidak kuat dengan kesibukan di sekolah dengan beban ulangan yang sangat menumpuk sehingga mereka memaksakan diri dan akhirnya jatuh pingsan dan terdiagnosis tifus dan berbagai penyakit lainnya seperti asma, sakit mata, sakit gigi, dll.
Kami juga menyempatkan untuk datang ke psikolog tebuireng untuk berkonsultasi dan sharing bersama. Dari kegiatan dua minggu saat ramadhan kami mendapat banyak data untuk diolah dan mulai membuat program-program yang spesifik. Pada akhirnya waktu kami untuk pulang telah datang. Lebaran dan keluarga besar sudah menanti kami di kota kelahiran kami.
Setelah menjalani lebaran dan libur sekitar satu bulan lamanya, kami kembali ke SMANTREN dengan bekal program dan skala yang sudah disiapkan. Pada periode kedua ini kami mengerahkan sepenuh tenaga untuk melengkapi program-program yang ada. Mulai membuat buku pedoman santri, buku rekap masalah santri, persiapan banner pelatihan, membuat proposal pelatihan, melanjutkan pelatihan skill ekstrakurikuler kepada santri , menyiapkan keperluan-keperluan untuk pelatihan dan program, menyiapkan outbond, mengikuti kegiatan dan seminar di SMANTREN, dan membantu guru atau kepala sekolah saat membutuhkan bantuan tenaga kami.
Setelah hari puncak tiba, kami melakukan pelatihan. Lagi-lagi skill kami ditempa dan diuji. Pada kesempatan kali ini saya menjadi MC dan pembicara pelatihan untuk kedua kalinya. Pada pelatihan saat itu, saya menayangkan slide dan film untuk contoh konselor yang baik. Kelompok kami menyiapkan materi tentang penggunaan buku pedoman dan rekap masalah. Pelajaran yang saya ambil saat menjadi pemateri pelatihan saat itu adalah sebagai pembicara kita harus selalu merendahkan diri di hadapan peserta pelatihan terutama bagi peserta yang umurnya lebih tua dari kita. Pasti ilmu mereka lebih tinggi dari kita, sehingga tidak perlu terlalu idealis dan sok tau. Hanya perlu sharing dan banyak berdiskusi. Pelatihan kedua berjalan dengan lancar dengan pembicara Bapak M. Anwar Fuady, MA. Ada film tentang pengajaran yang baik dan juga contoh-contoh menarik yang bisa diterapkan untuk memberi pengajaran yang menarik bagi guru-guru. Dan dengan itu acara dan program telah kami laksanakan secara keseluruhan. Setelah pelatihan selesai ada seorang santri yang kesurupan di sekolah. Kemudian beberapa ustadz dipanggil untuk meruqyah. Kemudian setelah ia tersadar ia kembali ke pondok dan ia pun kembali kambuh kesurupan. Kemudian ustadz-ustadz datang kembali ke pondok.
Begitu seterusnya selama hampir seminggu terakhir kami di sana, santri tersebut berkali-kali kesurupan bahkan setiap waktu shalat dia kambuh lagi. Berhubung program yang kami laksanakan sudah selesai dan santri tersebut semakin meresahkan kami karena berkali-kali kami menemani dan melihat santri tersebut kambuh, kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dibanding kelompok tebuireng lainnya. Kebetulan ada Pak Lubab yang sedang berkunjung ke Jombang dan akhirnya kami diizinkan pulang. Saya pun berpamitan pada santri dan pembina kamar karena esok hari harus pulang.
Yang paling membuat saya bahagia adalah ketika santri-santri membuat acara perpisahan dan membuat surprise yang membuat saya meneteskan air mata. Alhamdulillah. Hati kami sangat lega. Ternyata setelah kami pulang, anak yang kesurupan itu terus menerus tetap kambuh dan kambuh. Seharusnya, beban psikologis harus diselesaikan terlebih dulu dan dia bisa pulih.
Setelah kami sampai di Malang, kami langsung fokus mengerjakan laporan. Ternyata ada beberapa yang belum ditanda-tangani oleh pihak sekolah. Akhirnya anggota kami Haqi dan Fawaid berangkat ke Jombang untuk meminta tanda tangan. Di saat mereka kembali ke Malang, ternyata ada kejadian yang tidak mengenakkan. Terjadi kecelakaan sehingga mereka harus dilarikan ke rumah sakit. Akhirnya sepeda yang mereka tumpangi rusak cukup parah. Tapi untungnya rekan kami luka-luka ringan tidak sampai parah. Sungguh perjalanan ini memberi keluarga baru, cerita baru, dan pengalaman baru yang tak terlupakan seumur hidup. Perjuangan terjauh yang pernah saya jalani sebelum memakai toga sarjana. J
Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H