Sejarah persentuhan agama dengan psikologi mengalami pasang surut. Bentuk persentuhan itu sangat dipengaruhi oleh model dan metodologi serta pergeseran paradigma yang diperlukan psikologi. Periode pertama berlangsung sekitar paruh kedua abad ke-19. Sejarah menceritakan bahwa psikologi sebagai sains dimulai sekitar tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt dari Universitas Leipzig di Jerman mendirikan laboratorium untuk menganalisis tingkah laku manusia dan binatang melalui metode eksperimen. (Baharuddin, 2004)
Periode kedua berlangsung pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Ciri utama periode ini adalah usaha-usaha dari para psikolog untuk mengkaji dan menafsirkan perilaku beragama berdasarkan konsep dan teori psikologi. Pada periode ini istilah “Psychology of Religion” sudah menjadi salah satu cabang psikologi dengan objek kajian perilaku beragama. Tiga tokoh yang dipandang berjasa besar adalah Edwin Diller, James H.Leuba, William James (1258-1328 H). (Baharuddin,2004)
Periode ketiga berlangsung sejak tahun 1930 sampai dengan sekitar tahun 1950an. Periode ini adalah periode kemerosotan hubungan agama dengan psikologi. Periode keempat dimulai sekitar 1960-an dan masih berlangsung sampai dengan sekarang. Pada periode ini pengembangan psikologi mengarah pada nilai, budaya, dan agama. Juga sebagai objek kajian psikologi sekaligus sumber inspirasi pembangun teori psikologi. Pada periode terakhir, lahir Psikologi Humanistik dan Psikologi Transpersonal. (Baharuddin, 2004)
Dengan berkembangnya zaman, terlihat hubungan yang saling mengisi dan membutuhkan antara psikologi dan agama. Psikologi barat timur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan integrasi timur atau oriental agama, filosofi disiplin, dan praktek psikologi dengan teori psikologi Barat dan Timur. Dalam paper ini akan dikaitkan pengertian jiwa menurut Erikson dan Ibnu Sina.
- Pengertian dan Ruang Lingkup Jiwa Menurut Teori Barat
Menurut penjabaran Baharuddin (2005) jika kita menelaah sejarah perkembangan teori psikologi di Barat, akan kita temukan revisi teoritis secara terus menerus. Sebelum munculnya psikologi telah muncul aliran yang mengkaji jiwa secara analisis-sintesis dengan menggunakan kausalitas, yaitu aliran association. Menurut aliran ini elemen dasar kejiwaan adalah hasil pengamatan alat indrawi yang dapat membentuk ide. Ide itu dapat dihubungkan denga mekanisme assosiasi. Tokohnya adalah John Locke (1623-1704), James Mill (1773-1836), dll.
Selanjutnya psikologi banyak dipengaruhi fisika dalam mengkaji kegiatan alat indra, fungsi otak, dan akhirnya melahirkan teori strukturalisme yang dikemukakan oleh Wilhelm Wundt. Teori ini menguraikan struktur atau susunan jiwa, bahwa jiwa itu terdiri atas elemen-elemen yang berhubungan melalui proses atau asosiasi. Kemudian muncul aliran fungsionalisme yang mempelajari aktivitas tingkah laku untuk mencari fungsinya dalam hubungannya dengan lingkungan. Akhirnya mereka menemukan bahwa jiwa berfungsi dinamis, praktis, dan pragmatis.
Kemudian muncul aliran Gestalt yang berpendapat bahwa yang penting bukanlah elemen, tetapi keseluruhan. Gejala jiwa harus dipelajari secara totalitas, karena bagian-bagian itu tidak bermakna dalam keadaannya sendiri, baru memperoleh makna jika berada dalam keseluruhan.
Perkembangan berikutnya muncul teori Psikoanalisa Freud yang menemukan penyebab penyakit jiwa. Menurut Freud, penyebab penyakit jiwa adalah konflik kejiwaan yang terletak dalam unconsciousness (alam tak sadar). Lebih lanjut teori ini perkembang menjadi teori kepribadian dan metode terapi.
Tokoh psikologi tidak puas dengan teori psikoanalisa yang mempelajari ketidaksadaran dan dinilai spekulatif dan subjektif. Maka muncullah behaviorisme yang memberikan respon terhadap rangsangan dari luar. Abraham Maslow menyadari arus utama psikologi yang ada sangat mekanistik, deterministik, inhumanistik.Maka ia berpikir untuk melahirkan paradigma yang menghargai kemanusiaan. Aliran humanistik mengakui adanya kualitas insani dalam diri manusia berupa berpikir, abstraksi, imajinasi, perasaan, dan lain-lain.
- Pengertian dan Ruang Lingkup Jiwa Menurut Islam (Timur)
Menurut Fakhry (2002) filsafat Islam tidak lebih dari sekedar filsafat Yunani dalam bahasa Arab. Sejarah filsafat bermula di pesisir Samudra Mediterania bagian timur abad ke 6 Masehi. Sejak semula, filsafat ditandai dengan rencana umat manusia untuk menjawab seputar alam, manusia, dan Tuhan. Dalam sejarah Islam, penulisan filsafat yang sistemantis baru dimulai pada abad ke 9. Sebelumnya, kegiatan filosofis hanya berkisar pada penerjemahan karya-karya filsafat Yunani dan Suryani.
Al-Qur’an menggunakan istilah yang beragam dalam menjelaskan manusia. Istilah manusia dalam Al-Quran ada tiga aspek dan enam dimensi diri manusia. Al-Qur’an memberi penjelasan tentang manusia meliputi al-basyar, al-ins, al-qalb, al-unas, an-nas, bani adam, al-nafs, al-‘aql, al-qalb, ar-ruh, dan al-fitrah.
Sejak masa mudanya Ibnu Sina sudah mencari pengetahuan tentang jiwa karena “siapa yang mengenal diri (jiwa)nya berarti mengenal Tuhannya.” Seperti tercantum dalam Risalah al-Quwa an-Nafsaniyyah yang disusun untuk al-Amir Nuh bin Manshur, dan termasuk salah satu karyanya paling awal. Bukti pentingnya karya Ibnu Sina tentang jiwa dan pengaruhnya yang besar pada Abad pertengahan adalah bahwa karya itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan tersebar di kalangan filosof Eropa. Ketika muncul Rene Descrates yang banyak mengutip argumentasi Ibnu Sina dalam membuktikan keadaan jiwa.
Aspek Manusia berdasarkan telaah Al-Qur’an
Diri manusia adalah satu keseluruhan yang utuh, namun dalam tampilannya selalu menyodorkan sisi tertentu, seperti: jismiyah (fisik), nafsiah (psikis), ruhaniah (spiritual-transendental).
- Aspek Jismiah
Aspek jismiyah adalah organ fisik manusia dengan segal perangkat-perangkatnya. Organ fisik biologis manusia adalah organ fisik yang paling sempurna di antara semua makhluk. Proses penciptaan manusia mempunyai persamaan dengan hewan dan tumbuhan, karena semuanya merupakan bagian dari alam.
- Aspek Nafsiyah
Aspek nafsiyah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek ini merupakan persentuhan jismiyah dan ruhaniah. Aspek nafsiyah bertempat adalah di antara dua aspek yang sangat berbeda. Nafsiyah memiliki tiga dimensi utama, yaitu al-nafs, al-aql, dan al-qalb.
- Aspek Ruhaniah
Aspek ini adalah aspek manusia yang bersifat spiritual dan transendental. Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia. Potensi luhur batin itu merupakan sifat dasar manusia berasal dari ruh ciptaan Allah. Sifat spiritual ini muncul dari dimensi ar-ruh.
- Perbedaan dan Persamaan Teori Jiwa Barat dan Timur
Memang selama ini terlihat perbedaan prinsip berpikir sains dan Islam. Perbedaan itu di antaranya:
Ilmiah Kontemporer
Ilmiah Agamawi
Empiris
Rasional
Objektif-imperatif
Relativisme moral berpijak pada ekuivalen sistem referensi
Agnostik terhadap hakikat
Aksioma:sembarang spekulatif
Pendekatan parsial kemudian digabungkan
Empirisme-metaempiris
Rasional-intuitif
Objektif-partisipasif
Absolutisme moral berpijak
Pada keunikan sistem
Eksplisit
Aksioma dari ajaran agama
Pendekatan holistik baru dispesialisasikan
Pada dasarnya antara jiwa menurut barat dan timur adalah dua hal yang saling melengkapi dan hampir sama. Sekitar tahun 1975 muncul kesadaran di kalangan psikolog muslim atas paradigma yang dikembangkan di Barat. Pertama menafikan dimensi Tuhan dalam kajian psikologi. Kedua, epistimologis yang digunakan terfokus pada empiris positivistik dan empirisme humanistik. Ketiga tidak mengungkap ruh sebagai struktur utama kepribadian manusia. Keempat berpusat pada antroposentris. Psikologi timur menawarkan solusi atas psikologi barat. Yang dimaksud di sini adalah psikologi Islam. M.Utsman Najati dalam bukunya yang berjudul Al-Qur’an dann Ilmu Jiwa mencoba menghimpun konsep kejiwaan yang ada dalam Qur’an dan menyusun gambaran yang jelas tentang kepribadian dan tingkah laku manusia.
Menurut penelitian terhadap seluruh ayat dapat dirumuskan tiga aspek utama dalam diri manusia, yaitu jismiah, nafsiyah, dan ruhaniah. Aspek jismiyah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, sistem sel, kelenjar, dan sistem syaraf. Hal ini jika kita kaitkan dengan psikologi barat yaitu berhubungan dengan psikologi fa’al dan fisiologis. Aspek Nafsiyah adalah seluruh kualitas insaniyah yang khas milik manusia berupa: pikiran, perasaan, kemauan. Aspek ini mengandung dimensi al-nafs, al-aql, dan al-qalb. Hal ini berhubungan dengan pengalaman manusia. Dilihat dari psikoanalisis maka hal tersebut dikaitkan dengan masa lalu. Jika dilihat dari humanistik maka pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman masa sekarang dan berfokus pada kemanusiaan. Selanjutnya aspek ruhaniah adalah keseluruhan potensi luhur psikis manusia yang memancar dari dua dimensi, yaitu al-ruh dan al-fitrah. Psikologi Barat tidak memiliki aspek tersebut tapi ada juga pembahasan yang mendekati yaitu psikologi transpersonal. Aspek ruhaniah manusia memusatkan perhatian pada kemampuan batin manusia yang terdalam yang bersifat trans (melampaui diri pribadi manusia biasa).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H