PENGARUH PUPUK MIKRO MAJEMUK TERHADAP TANAMAN KARET (Havea Brasiliensis L.)
Qonita Sifa’ul Qolbi dan Sundahri
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember
Korespondensi : Sundahri.faperta@unej.ac.id
Â
Tanaman karet dengan nama latin Havea Brasiliensis L. merupakan tanaman komuditas utama perkebunan, dimana pemanfaatan utama dari tanaman karet yakni untuk diambil getahnya (Achmad dkk., 2021). Berdasarkan data BPS pada tahun 2018 produksi karet kering di Indonesia mengalami penurunan menjadi 230,36 ribu ton dimana pada tahun 2017 produksi karet kering di Indonesia mencapai 249,29 ribu ton. Penurunan produksi karet di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan. Penurunan luasan lahan dan rendahnya kwalitas tanaman menghasilkan menjadi topik utama. Berdasarkan data BPS (2018) luasan lahan karet di Indonesia mencapai 788,77 ribu hektar.
Pengoptimalahn luasan lahan yang tersedia perlu untuk dilakukan guna menunjang produksi karet dalam negeri. Penggunaan klon karet yang menghasilkan lateks tinggi memang diperlukan, namun penggunaan klon sendiri memiliki kelemahan yakni sistem perakaran yang cenderung lemah (Stevanus dkk., 2020).Â
Permasalahan lain dari penggunaan bibit dari klon yakni diperlukan indukan yang tahan penyakit dan masih membutuhkan tanaman yang berasal dari benih. Pembibitan tanaman karet yang berasal dari benih sendiri memiliki beberapa keunggulan yakni sistem perakaran yang lebih kuat. Namun, pada proses pembibitan tanaman karet menggunakan benih membutuhkan waktu yang lama. Permasalahan lain yakni pertumbuhan tanaman yang digunakan untuk bibit harus seragam dan tidak terserang penyakit, sehingga dibutuhkan ketersediaan hara yang cukup dalam tanah agar pertumbuhan bibit berlangsung optimal (Saputra dkk., 2020).
Proses pembibitan tanaman karet memiliki beberapa kendala yang mempengaruhi fase perkecambahan tanaman serta pertumbuhannya. Benih karet sendiri tergolong pada benih rekalsintran dimana benih tersebut memiliki daya simpan yang rendah karena kandungan kadar air dalam benih yang tinggi (Yazid, 2020). Permasalahan utama yang sering timbul pada pembibitan tanaman karet yakni pertumbuhan benih tersebut.Â
Setelah melalui proses perkecambahan, cadangan makanan pada benih akan habis, sehingga pertumbuhan tanaman muda sangat bergantung pada ketersediaan hara dalam tanah (Putra dkk., 2022). Berdasarkan Widayat dkk., (2020) permasalahan krusial yang pada pembibitan tanaman karet meliputi pH dan kandungan bahan organik dalam tanah, kurangnya unsur Kalium (K), Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Jenis unsur hara yang terpenting pada fase vegetatif dari tanaman sendiri terbagi menjadi hara makro dan hara mikro. Kebutuhan unsur hara yang umumnya selalu diperhatikan yakni ketersediaan unsur hara makro yang meliputi unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) (Mansyur dkk., 2021).Â
Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanamna dalam jumlah yang besar. Namun, perlu diperhatikan pula jika kebutuhan unsur hara mikro pada tanaman juga menentukan pertumbuhan dari tanaman terutama pada vase vegetatif. Unsur hara Mg merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit, sehingga jarang dilakukan pemupukan dengan pupuk yang mengandung unsur hara mikro Mg, namun unsur hara tersebut cenderung lebih sedikit tersedia dalam tanah (Indiani, 2017).
Usur hara mikro merupakan golongan unsur hara essensial bagi tanaman yang terdiri dari unsur besi (Fe), boron (B), tembaga (Cu), klorin (Cl), mangan (Mn), seng (Zn) dan beberapa unsur hara lain (Handayanto dkk., 2017). Peran unsur hara mikro dalam proses pertumbuah tanaman sendiri bergantung pada jenis unsur hara tersebut.
 Unsur hara mikro dalam tanah dapat tersedia bagi tanaman, namun jumlahnya terkadang kurang mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu dilakukan penambahan unsur hara. Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara dalam tanah guna menggantikan unsur hara yang tercuci atau terserap oleh perakaran tanaman (Mansyur dkk., 2021). Berdasarkan penelitian Nugroho (2020) pemberian pupuk mikro anorganik dengan teknik SRF (Slow Realise Fertilizer) meberikan pengaruh terhadap status hara dalam daun dimana dapat meningkatkan aktifitas fotosintesis pada tanaman karet. Unsur Mg dapat dilakukan penambahan dengan cara melakukan pemupukan dengan pupuk anorganik mikro dengan teknik SRF.
Kesimpulan
Proses pembibitan tanaman karet dari benih memiliki keunggulan yakni sistem perakaran tanamna yang lebih kuat dibanding pengunaan bibit yang berasal dari klon atau perbanyakan vegetatif. Namun, permasalahan utama dari pengunaan benih untuk bibit tanaman karet yakni pertumbuhan tanaman yang kurang seragam. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman belum tercukupi. Kebutuhan unsur hara bagi tanaman terbagi menjadi hara makro dan hara mikro. Pencukupan hara mikro dapat dilakukan dengan upaya pemupukan dengan unsur Mg. Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan pupuk anorganik dengan teknik SRF atau FRF.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H