Pada Minggu (29/ 11/ 2024), program Psikoedukasi: Penerimaan Diri Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Psikologi Clarinta Balikpapan. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan magang S1 Psikologi mahasiswa Universitas Negeri Malang sebagi bentuk pengabdian masyarakat. Program ini bertujuan untuk membantu para orang tua memahami tahapan penerimaan diri dan memberikan dukungan emosional untuk menghadapi tantangan dalam pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus.
Berlokasi di ruang tunggu Yayasan Clarinta Balikpapan, acara ini dihadiri orang tua dengan antusias mengikuti sesi pemaparan materi dan diskusi interaktif. Dengan mengusung tema "Pahami Diri: Terima, Hadapi, Pulih" Pemaparan materi oleh Qoni Annisa sebagai mahasiswa Psikologi ini memberikan wawasan tentang proses emosional yang wajar dialami orang tua, sekaligus cara untuk mengelola dan menerima kondisi anak dengan sikap positif.
Melalui pendekatan diskusi yang hangat, para peserta tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru, tetapi juga kesempatan berbagi pengalaman. Program ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk membangun komunitas yang saling mendukung dan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini diawali dengan membangun hubungan yang baik bersama para orang tua melalui obrolan ringan diawal. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan pengenalan diri oleh pemateri, diikuti oleh perkenalan dari masing-masing orang tua. Kegiatan psikoedukasi disambut baik oleh peserta dan berlangsung dengan penuh semangat dan antusiasme dari para orang tua peserta.Â
Sebelum membahas lebih lanjut tentang penguatan peran orang tua anak berkebutuhan khusus, ada baiknya memahami bahwa perjalanan ini tentu tidak selalu mudah. Banyak orang tua yang merasa kebingungan atau bahkan cemas saat pertama kali mengetahui kondisi anak.Terlebih dengan latar belakang para orang tua yang ada di Yayasan Clarinta merupakan pasangan muda, sehingga semakin berat perjalanan penerimaan diri yang dihadapi. Perasaan tersebut sangat wajar, karena tantangan yang dihadapi tentu berbeda dengan pengasuhan anak pada umumnya.Â
Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk mendapatkan dukungan agar dapat memberikan pengasuhan yang tepat. Salah satu cara yang efektif adalah melalui psikoedukasi, yang membantu orang tua memahami dan menerima kondisi anak dengan cara yang lebih baik. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, pengasuhan pun bisa dijalani dengan lebih tenang dan penuh keyakinan.Mari pelajari lebih lanjut bagaimana psikoedukasi bisa menjadi langkah awal yang penting dalam memperkuat penerimaan diri bagi orang tua anak berkebutuhan khusus.
Menguatkan Peran Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus Lewat Psikoedukasi: Langkah Menuju Penerimaan Diri yang Optimal
Mengasuh anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan perjalanan luar biasa yang penuh tantangan, baik secara emosional, fisik, maupun mental. Anak berkebutuhan khusus merujuk pada anak yang mengalami keterbatasan atau kelebihan dalam aspek fisik, mental-intelektual, sosial, atau emosional sehingga memengaruhi tumbuh kembang mereka secara signifikan dibandingkan anak-anak lain seusianya. Kondisi ini menuntut pengasuhan dan perhatian yang lebih dari orang tua.
Tantangan Orang Tua dalam Menerima Anak Berkebutuhan Khusus
Kenyataan bahwa anak memiliki kebutuhan khusus sering kali menjadi momen yang sangat berat bagi orang tua. Menurut Puspita (2004), banyak orang tua yang mengalami pergolakan emosional ketika pertama kali mengetahui kondisi anak mereka. Reaksi umum meliputi ketidakpercayaan, keterkejutan, rasa bersalah, hingga kemarahan dan penolakan. Semua emosi ini adalah bagian dari proses yang disebut 5 Stages of Grief oleh Elisabeth Kübler-Ross, yaitu:
Tahap Penyangkalan (Denial): Orang tua cenderung menyangkal realitas diagnosis.
Tahap Marah (Anger): Kemarahan muncul sebagai bentuk protes terhadap situasi yang dirasa tidak adil.
Tahap Tawar-menawar (Bargaining): Membuat harapan dan doa agar keadaan berubah sering kali menjadi fokus pada tahap ini.
Tahap Depresi (Depression): Kesedihan mendalam akibat realitas yang tidak dapat diubah.
Tahap Penerimaan (Acceptance): Tahap dimana orang tua mulai menerima kondisi anak dan beradaptasi.
Namun, perjalanan menuju penerimaan diri memerlukan waktu, dukungan, dan pemahaman yang mendalam. Penerimaan diri, menurut Jersild, Brook & Brook (1995), merupakan kemampuan seseorang untuk menghormati diri sendiri, mengenali kelebihan dan kekurangan, serta merasa nyaman dengan kehidupan yang dijalani.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan ini menggunakan pendekatan:
Pemaparan Materi: Memberikan pemahaman tentang tahapan penerimaan diri dan pentingnya dukungan emosional.
Diskusi Interaktif: Peserta diberi kesempatan untuk bertanya dan berbagi pengalaman.
Tanya Jawab: Memecahkan permasalahan nyata yang dialami orang tua.
Kegiatan ini diikuti oleh lima orang tua anak berkebutuhan khusus yang rutin melakukan terapi di Yayasan Psikologi Clarinta. Dalam sesi diskusi, beberapa pertanyaan menarik diajukan, seperti:
1) Saya sering menyalahkan diri saya sendiri, ini termasuk ke tahapan apa mba?
2) Yang dimaksud dengan penerimaan diri ini yang seperti apa ya?
3) Bagaimana cara melakukan afirmasi positif untuk membantu diri sendiri?
Para peserta juga menerima flyer berisi materi utama sebagai panduan praktis yang bisa mereka gunakan di rumah.
Hasil dan Respons Peserta
Psikoedukasi ini mendapat respons positif. Peserta menyampaikan bahwa mereka mendapatkan wawasan baru, terutama tentang bagaimana memahami emosi mereka dan langkah-langkah praktis untuk mencapai penerimaan diri. Salah satu peserta mengungkapkan bahwa kegiatan ini sangat membantu mereka memahami bahwa perjalanan menerima anak berkebutuhan khusus adalah proses yang wajar dan manusiawi.
Namun, kegiatan ini juga menghadapi beberapa kendala:
Keterbatasan Media: Materi yang disampaikan membutuhkan alat pendukung yang lebih interaktif.
Minimnya Partisipasi: Masih ada orang tua yang ragu untuk bergabung karena kurangnya informasi tentang manfaat program.
Waktu yang Terbatas: Diskusi yang intens membutuhkan waktu lebih lama untuk menjawab semua pertanyaan peserta.
Kesimpulan
Psikoedukasi ini menunjukkan bahwa edukasi sangat penting bagi orang tua anak berkebutuhan khusus. Dengan memahami tahapan emosi yang dialami dan mengenali tahapan penerimaan diri, serta upaya untuk meningkatkan penerimaan diri pada orang tua sehingga dapat memberikan pengasuhan yang lebih optimal.
Maka dari itu, program semacam ini perlu terus dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan mendukung keluarga dengan anak berkebutuhan khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H