Mohon tunggu...
qoem ahmad
qoem ahmad Mohon Tunggu... Foto/Videografer - amatir documentary

Pembelajar, pembaca dan pendengar yang baik; Lagi belajar nulis, terimakasih jika berkenan memberi masukan dan kritik agar bisa lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Merayakan" Pelecehan Seksual?

20 Februari 2018   16:22 Diperbarui: 21 Februari 2018   15:16 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelihatannya sih aku sangat terlambat menemukan prank ini. Atau mungkin memang aku tidak termasuk orang-orang yang suka melihat keusilan dan ketimpangan rasio -mengerjai orang dengan sadar demi sebuah tayangan on Youtube- yang dilakukan Youtubers. Aku sih tahunya, masyarakat Indonesia, memang butuh begitu banyak hiburan setelah menikmati (menghabiskan) waktu aktifitas yang begitu membosankan seharian, dan menonton Youtube adalah pilihan terbaik, demi membayar peluh keringat yang telah keluar. 

Sadar. Youtube membentangkan banyak tayangan. Mungkin satu waktu, tetiba kita menemukan tayangan sampah, tapi viewersnya sejuta bahkan ratusan juta. Atau pada detik tertentu, Youtube adalah pilihan terbaik untuk mengulang kembali bahkan mempelajari sesuatu yang baru yang sebelumnya kita tak pernah tertarik pada hal hal yang baru tersebut. 

Tapi Youtube selalu memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang tampak kita temukan pada realitas. Sebuah dunia simulakrum yang tanpa sadar, memproyeksi alam bawah sadar kita bahwa dunia selalu lebih indah untuk dinikmati lewat tayangan dari layar segi empat daripada menengok keluar jendela kamar dan menemukan atau menjadi saksi atas kepedihan dan sakit dari sebuah tragedi kecelakaan lalu lintas di jalan raya. -Mungkin karena takut liat darah secara langsung kali ya...

Sebuah rekayasa audio visual. Aku adalah satu dari sekian ratus juta masyarakat yang tidak mengetahui tentang bagaimana sebuah program televisi diciptakaryakan oleh para pekerja jurnalistik media, oleh para creator di balik seluruh tayangan yang terpampang di depan mata kita dari layar segi empat televisi. Bagaimana mereka membuat, merangkai dab bahkan menayangkannya berulang ulang dan, penonton walau sudah seringkali menggerutu akibat ketidak sesuaian dengan ekspektasi inginnya dengan keinginan creator tayangan, tetap saja tayangan program yang disaksikannya begitu addictive, begitu apik bahkan epik baginya. 

Bagi aku, ini adalah kemampuan luar biasa yang dimiliki creator. Makanya pula dalam Ilmu Komunikasi, Audio Visual adalah pilihan terbanyak peminatnya dibanding fakultas yang lain (ini di Malang ya... gag tau di kota yang lain). Menurut aku, apa yang dipertontonkan di layar kaca, terlebih cinema tetap menjadi ilmu yang misterius, mengetahuinya layaknya kita diharuskan kalau tidak 'dimungkinkan' untuk mengetahui cabang cabang ilmu yang lain: filosofi, teknik, sosiologi, psikologi dan ilmu ilmu lainnya yang berhubungan erat dengan dunia pertelevisian. Bahkan bisnis.

Aku ingin menandaskan bahwa semua tayangan yang kita saksikan, hakikatnya adalah sebuah konsep rekayasa dunia hiburan. Apapun yang kita saksikan di layar televisi hari ini lahir dari rasio pikiran para konseptor yang pemikirannya jauh melampaui dunia kasat mata. Lahir dari analisa panjang yang kemudian berhasil menayangkan hiburan yang menagih, layaknya candu -kita dituntut untuk terus menyaksikan episode episodenya. Tahukan program televisi 'Tukang Bubur Naik Haji'? 

Aku belum menelisik lebih jauh sih, bagaimana kelihaian dan kecerdasan para creator Youtuber Indonesia dalam membuat tayangan, tapi aku menemukan satu akun yang menayangkan 'PRANK' tentang laku sikap dan respon beberapa perempuan yang tidak mereka dikenal. 

Bagaimana ketika tiba-tiba dua orang lelaki datang nimbrung dan duduk di hadapan beberapa perempuan dan melototi seorang perempuan yang sedang berbicara -yang sedang seru-serunya mengadu cerita bersama teman-temannya. Tayangan ini aku temukan saat aku sedang mencari bahan video tentang penyelewengan (harassment) seksual bagi perempuan di ranah publik. 

Eh... malah ketemu 'PRANK' yang ini. Jadilah aku menyimpulkan begini: 

Si creator satu ini -entah yang lain wkwkwkwk- menelan mentah tanpa kunyah tayangan 'PRANK' luar negeri yang mereka tonton untuk menayangkan hal serupa (tapi agak menyesuaikan dengan budaya ketimuran - nyatanya dalam budaya timur, menatap seorang perempuan dalam rentang waktu yang lama (ntar dikirain nafsu loh) itu juga dah kurang ajar- ini yang dimaksud 'PRANK' kali: tayangan yang menjolkan kekurang ajaran --bukan, bukan kekurang ajaran, kan 'PRANK' adalah tayang hiburan-- . 

Si creator berusaha menjahit konsep tayangan tanpa rekayasa konsep lebih awal. 

Sadar atau tidak, hampir setiap tayangan hiburan yang kita lihat dari luar negeri itu memang tampak nyata. Tapi yang jarang kita ketahui itu adalah tayangan-tayangan yang bersifat hiburan ini adalah hasil olah pikiran yang membutuhkan kematangan berpikir, sehingga melahirkan konsep apik bersifat hiburan, 

Yakin, mereka juga melibatkan figuran-figuran yang telah dipilih sebelumnya -mungkin lewat casting. 

Dan terpampanglah program atau tayangan yang kita nonton dari akun mereka. That's professional I think. 

Tayangan hiburan yang kita tonton menjadi apik karena mengundang ketelibatan emosi dan nalar pikir penontonnya, yang bahkan sampai ke seluruh pelosok bumi, Indonesia salah satunya. 

Ironisnya. Perempuan yang jadi korban 'PRANK' yang di tayangan video Youtube tersebut, di official account  si creator dihujat habis-habisan karena, ternyata creator lalu membuat tayangan dramatisasi (kalo ini baru konsepnya masuk: rekayasa drama detik detik pe-ulah 'PRANK' meminta maaf atas ketidak sopanan yang mereka lakukan terhadap perempuan itu).  Ironisnya karena tampak nyata dijadikan korban oleh si pembuat 'PRANK'. 

AJIB TENAN... hahhahaha

Setelah menelusuri dunia maya, mencari jejak si korban (perempuan yang kalau di comment rekayasa dramatisasi ia dihujat habis, lalu dimaki dan dibully -biasa para penghujat yang tetiba care dengan keadaan yang ada di layar segi empat- kalau secara psikologi kelakuan dan karakter seperti ini namanya apa ya? beberapa teman menyebutnya: "penghujat spesialis media internet" hahahah ada ada aja) 

Ternyata apa yang saya sangkakan, tampak kebetulan kebenarannya, beberapa akun gerakan feminist mereview hasil tayangan tersebut, merespon dengan tulisan (kenapa juga ya, gag direspon lewat tayangan juga.... tapi meresponnya dah bagian dari perkembangan literasi nih, daripada merayakannya dengan gerimis hujatan? Kan better lewat tulisan... mungkin!). Nyatanya si korban juga menulisi pengalamannya ketika 'PRANK' itu menimpanya. Sedih juga. 

Tapi yang memprihatinkan sih, bukan yang itu saja, di video tuh ada bapak-bapak yang menyaksikan kekesalan perempuan mengejar pelaku 'PRANK' tapi dia gag ngapa-ngapain, tertawa juga gag, marah juga gag, apa lagi sedih. Hahaahhaha...

Kepekaan sosial sepertinya memang harus dipupuk, ditumbuhkan, dan dirawat demi melawan 'hashtag' Indonesia yang tak ramah lagi. Dan aku harus membaca buku Posrealitas nya Yasraf Amir Pilliang, Feminist Simon de Beauviour dan mungkin Semiotika Roland Barthes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun