Mohon tunggu...
qoem ahmad
qoem ahmad Mohon Tunggu... Foto/Videografer - amatir documentary

Pembelajar, pembaca dan pendengar yang baik; Lagi belajar nulis, terimakasih jika berkenan memberi masukan dan kritik agar bisa lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Merayakan" Pelecehan Seksual?

20 Februari 2018   16:22 Diperbarui: 21 Februari 2018   15:16 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadar atau tidak, hampir setiap tayangan hiburan yang kita lihat dari luar negeri itu memang tampak nyata. Tapi yang jarang kita ketahui itu adalah tayangan-tayangan yang bersifat hiburan ini adalah hasil olah pikiran yang membutuhkan kematangan berpikir, sehingga melahirkan konsep apik bersifat hiburan, 

Yakin, mereka juga melibatkan figuran-figuran yang telah dipilih sebelumnya -mungkin lewat casting. 

Dan terpampanglah program atau tayangan yang kita nonton dari akun mereka. That's professional I think. 

Tayangan hiburan yang kita tonton menjadi apik karena mengundang ketelibatan emosi dan nalar pikir penontonnya, yang bahkan sampai ke seluruh pelosok bumi, Indonesia salah satunya. 

Ironisnya. Perempuan yang jadi korban 'PRANK' yang di tayangan video Youtube tersebut, di official account  si creator dihujat habis-habisan karena, ternyata creator lalu membuat tayangan dramatisasi (kalo ini baru konsepnya masuk: rekayasa drama detik detik pe-ulah 'PRANK' meminta maaf atas ketidak sopanan yang mereka lakukan terhadap perempuan itu).  Ironisnya karena tampak nyata dijadikan korban oleh si pembuat 'PRANK'. 

AJIB TENAN... hahhahaha

Setelah menelusuri dunia maya, mencari jejak si korban (perempuan yang kalau di comment rekayasa dramatisasi ia dihujat habis, lalu dimaki dan dibully -biasa para penghujat yang tetiba care dengan keadaan yang ada di layar segi empat- kalau secara psikologi kelakuan dan karakter seperti ini namanya apa ya? beberapa teman menyebutnya: "penghujat spesialis media internet" hahahah ada ada aja) 

Ternyata apa yang saya sangkakan, tampak kebetulan kebenarannya, beberapa akun gerakan feminist mereview hasil tayangan tersebut, merespon dengan tulisan (kenapa juga ya, gag direspon lewat tayangan juga.... tapi meresponnya dah bagian dari perkembangan literasi nih, daripada merayakannya dengan gerimis hujatan? Kan better lewat tulisan... mungkin!). Nyatanya si korban juga menulisi pengalamannya ketika 'PRANK' itu menimpanya. Sedih juga. 

Tapi yang memprihatinkan sih, bukan yang itu saja, di video tuh ada bapak-bapak yang menyaksikan kekesalan perempuan mengejar pelaku 'PRANK' tapi dia gag ngapa-ngapain, tertawa juga gag, marah juga gag, apa lagi sedih. Hahaahhaha...

Kepekaan sosial sepertinya memang harus dipupuk, ditumbuhkan, dan dirawat demi melawan 'hashtag' Indonesia yang tak ramah lagi. Dan aku harus membaca buku Posrealitas nya Yasraf Amir Pilliang, Feminist Simon de Beauviour dan mungkin Semiotika Roland Barthes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun