Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

UMKM, Tidak Tenar tapi Menjanjikan

1 Mei 2020   07:52 Diperbarui: 1 Mei 2020   08:20 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin saya dan kita sebagian besar sering dengar UMKM tapi memandang sebelah mata karena tidak "berisik" seperti sektor ketenagakerjaan lain. Padahal mulai dari warung rombong sampai agen sembako itu adalah UMKM. Jauh sekali jika dibanding sektor lain seperti buruh, startup, dan lain-lain yang berbau 4.0.

UMKM adalah unit usaha mulai dari aset maksimal 50 juta sampai 300 juta rupiah, dengan omzet setahun mulai 300 juta sampai 50 M. Jadi, jika Sahabat punya usaha dengan omzet di range tersebut masuk kategori UMKM. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, fungsi pengkategorian ini tak lain supaya inline dengan aturan keuangan atas kredit usaha dll.

UMKM ini luar biasa karena pangsanya 99% dengan jumlah unit di Indonesia update 2017 saja sudah 63 juta. Ada kenaikan cukup besar dimana tahun 2009 52.7 juta unit. Ini angka yang sangat besar bagi Indonesia dimana sektor informal sebesar 74 juta pelaku. Kalo di dunia musik, sektor ini adalah sektor indie, yang bisa dilakukan sendiri tanpa keterikatan formal dengan "juragan" alias inilah sektor dimana pelakunya adalah "juragan" itu sendiri.

Dari karakteristik diatas, bisa dibilang bahwa UMKM adalah tulang punggung perekonomian yang riil, bahkan di masa krisis seperti ini UMKM adalah harapan yang cukup reliable ketika terkait isu PHK karyawan pabrik. Memang ada perubahan yang sangat besar ketika berganti mindset dari pekerja menjadi pengusaha.

UMKM telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dan ASEAN. Sekitar 88,8-99,9% bentuk usaha di ASEAN adalah bentuk usaha mikro, kecil dan menengah dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 51,7-97,2% data di sini.

Bagaimana UMKM menghadapi krisis akibat covid-19? Pada awalnya sangat terpukul, terutama yang bergerak di usaha dagang kelontong sampai ke agen. Karena ada shifting behaviour dari yang awalnya adalah pemenuhan kebutuhan non primer, kemudian jadi pemenuhan kebutuhan primer termasuk kesehatan.

Tidak perlu lihat terlalu jauh, menariknya UMKM terutama yang mikro bisa kita lihat di sekitar kita sendiri. Kita bisa lihat bagaimana rombong rokok, warteg, toko kelontong, warmindo di komplek sudah mulai bergairah kembali. Saya aja tiap hari masih beli rokok, dan warung tersebut masih buka dan masih memiliki harapan ditengah pandemi.

Atau ketika melakukan giat dan berkeliling Jakarta betapa PKL dan starling masih bergeliat melayani pelanggan. Hal tersebut adalah indikator yang cukup melegakan, bahwa sektor ini masih kokoh berdiri memenuhi kebutuhan masyarakat terdekat. Terdampak, namun cepat sembuh dan menuju usaha yang lebih baik kedepan.

Untuk kategori yang menengah tentu kita bisa lihat banyak agen sembako yang masih buka, bengkel asesoris mobil masih buka dan banyak sekali "juragan" yang masih bergulir ekonominya ditengah krisis. Itulah UMKM, tidak terlalu riuh namun tetap survive dan kita juga masih lihat disekitar kita masih buka.

Adakah yang ambruk? Tentu ada, namun spesifik lagi pasti terkait sektor formal yang sedang work from home. Paling sederhana adalah Jogja dan warung burjo, UMKM terpukul karena kampus libur semua sedangkan mereka ada memenuhi kebutuhan mahasiswa dan kosan. Pulang kampung ke Kuningan dan bekerja di kampung kembali bertani atau beraktivitas hal lain.

Maraknya PHK akan menjadi kesempatan besar untuk UMKM, karena otomatis pilihan jika di PHK selain pindah pabrik lain adalah mencoba menjadi "juragan" untuk dirinya sendiri dengan modal minim yang dia miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun