"Kebencian mudah dijual, tapi cinta...", demikian pernyataan tersebut nampaknya memang dimaksudkan supaya dilanjutkan sendiri oleh para pendengarnya. Pernyataan ini saya kutip dari celetukan Chand Nawab, salah seorang tokoh kunci dalam film Bollywood berjudul "Bajrangi Bhaijaan".
Sebuah pernyataan yang membuat saya secara spontan menyentuh tombol pause, lalu berpikir sejenak. Entah mengapa pula, pernyataan Chand Nawab terdengar sangat masuk akal belakangan ini. Terutama di negara kita.
Terhitung sebelum saya memutuskan untuk menulis review ini, saya sudah berulang kali menonton film Bajrangi Bhaijaan sejak dirilis empat tahun yang lalu.. Tentunya bukanlah tanpa alasan, apalagi saya bukanlah penggemar film Bollywood, pada awalnya. Dalam film berdurasi 159 menit ini, kita diajak mengikuti perjalanan Bajrangi, Munni, serta Chand Nawab yang akan menyentuh rasa kemanusiaan kita.
Siapapun yang kau temui, kenal atau tidak, kau tetap harus merangkulnya.
Kisah ini bermula ketika gadis kecil bernama Shahida yang terpisahkan dari ibunya ketika dalam perjalanan pulang menuju kampung halamannya, Pakistan. Ia tersesat. Ibunya berada di Pakistan, sementara gadis ini di India.
Lalu, takdir pun menuntunnya bertemu dengan Bajrangi (Pawan), yang diperankan oleh aktor kawakan Salman Khan. Bajrangi ialah seorang pria India yang amat baik hati. Dikarenakan Shahida ialah gadis cilik yang tunawicara, berbagai kesalahpahaman pun terjadi diantara mereka. Kesalahpahaman yang justru menghidupkan unsur komedi dalam film ini.
Mulai dari Shahida yang kemudian dijuluki Munni oleh Bajrangi, hingga fakta mengejutkan bahwa Munni sebenarnya seorang warga negara Pakistan yang beragama Islam. Dua petunjuk kecil ini sangat mempengaruhi pandangan orang-orang.
Tak terkecuali ayah Rasika, Dayanand. Ia menentang keras kehadiran Munni di rumahnya. Menghendaki supaya Munni dipulangkan ke negaranya. Dengan dukungan wanita pujaan hatinya, Rasika, Bajrangi bertekad mengantarkan Munni kembali kepada orangtuanya. Bagaimanapun caranya.
Kejujuran tak selalu berbuah sial.
Bajrangi yang merupakan pemuja Bajrangbali atau Hanuman, ia memegang teguh prinsip untuk selalu jujur dimanapun ia berada. Hal itulah yang membuatnya menghadapi berbagai kesulitan dalam perjalanannya. Kejujuran serta keluguan Bajrangi ini tak disambut baik oleh orang lain.
Karena ketiadaan paspor serta triknya menyeberang melewati perbatasan, dia pun terjebak dalam permusuhan antar dua negara. Kebencian yang mengakar dimana-mana. Ia dicurigai sebagai mata-mata India yang menyusup ke Pakistan. Ah, betapa mudahnya untuk berprasangka buruk pada orang lain.
Namun kejujuran tak selalu berbuah sial. Kejujuran inilah yang kemudian mampu meluluhkan hati orang-orang baik di sekitarnya, termasuk Chand Nawab, seorang jurnalis Pakistan. Chand Nawab menjadi sosok penyeimbang bagi Bajrangi yang terkenal lugu dan polos.
Kebencian yang lebih mudah disulut.
Segala upaya mereka lakukan agar dapat menemukan orangtua Munni. Chand Nawab bahkan sudah berupaya agar saluran TV mau menyiarkan kisah Bajrangi dan Munni. Namun, apalah daya, upayanya ibarat cinta bertepuk sebelah tangan. Tak bersambut.