Mohon tunggu...
Qendra Malika
Qendra Malika Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai swasta

Seorang yang kebetulan menyukai hal-hal bertema sejarah dan militer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korea Utara dan Pengembangan Nuklir untuk Ketahanan Negara

20 Agustus 2024   14:18 Diperbarui: 20 Agustus 2024   14:25 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Destroyer AS dan Korsel berlayar bersama saat latihan Foal Eagle 2013, sumber DW)

Meski telah berkali-kali ditekan Amerika Serikat bahkan oleh sekutu dekatnya sendiri Russia dan Tiongkok;Korea Utara tak jengah mengembangkan rudal-rudal balistik yang dinilai berbahaya.Selama tahun 2023, negeri ini setidaknya telah meluncurkan sepuluh rudal balistik termasuk roket yang membawa satelit pengintai buatan industri Korea Utara.

 Bagi Jepang bahkan AS dan Korea Selatan, peluncuran rudal sudah menjadi masalah menahun yang tak henti dilakukan Korut. "Sudah amat jelas,upaya peluncuran rudal balistik yang dilakukan Korea Utara telah menodai resolusi Dewan Keamanan PBB. Peluncuran rudal-rudal ini merupakan upaya provokatif yang bisa menggangu keamanan regional", demikian kata perdana menteri Shinzo Abe dihadapan Parlemen Jepang 2016 yang lalu.

Dibawah kepemimpinan Kim Jong Un, faktanya,Korut semakin gencar melakukan pengembangan dan peluncuran berbagai macam rudal serta roket.Kemampuan Korut semakin terdongkrak ketika Korut sukses meluncurkan sebuah kapal selam yang mampu meluncurkan rudal balistik pada September 2023, menjadikan Korut semakin diperhitungkan dalam permainan dikawasan regional Asia-Pasifik.

Sejumlah sumber menyatakan,Korut diyakini telah menangguk lebih dari 800 rudal balistik buatan sendiri dari berbagai tipe, mulai dari jarak pendek hingga jarak jauh yang bisa mencapai pangkalan militer AS di Guam.Hal ini memunculkan pertanyaan, mengapa Korut gencar membangun kemampuannya dalam bidang peluru kendali dan roket balistik? Jawabannya boleh jadi akan membawa kita pada pemahaman atas layar belakang kebijakan pertahanan yang dipegang teguh oleh Kim Il-Sung, putranya Kim Jong-Il, lalu kini cucunya: Kim Jong-Un.

Decisive Factor 

Sedikit membalik sejarah, sejumlah beban politik tampaknya telah "memaksa" pemimpin pertama Republik Demokratik Rakyat Korea, Kim Il-Sung, untuk memilih rekayasa rudal dan nuklir sebagai sistem pertahanan terdepan sekaligus opsi industri penopang perekonomian yang dinilai realistis. Setelah Perang Korea dihentikan oleh gencatan senjata pada 1953, negeri ini pada kenyataannya memang tak banyak memiliki potensi ekspor di tengah sektor pertanian dan perikanannya yang terlihat lemah.

Di lain pihak,dua prahara besar telah membuat negeri ini benar-benar terpuruk sekaligus tertutup dari dunia sekitarnya.Penjajahan Jepang yang berlangsung cukup lama menyisakan dendam kesumat terhadap tetangganya yang berada di sebelah timur itu. Sementara pertikaian senjata yang berlangsung antara 1945 sampai 1950 justru telah memisahkan negeri ini dengan saudara dekatnya di selatan. Konflik di semenanjung ini pulalah yang kemudian menciptakan permusuhan yang berkepanjangan dengan kekuatan ekonomi dunia,AS.

Bagi Kim Il-Sung, selain dapat membentengi negerinya dari ancaman luar dunia luar, rudal yang dikembangkan juga dapat di ekspor ke sejumlah negara.Peluang terbuka ketika sebagai sekutu dekat, Uni Soviet membanjiri Korea Utara dengan berbagai persenjataan terbaru pada dekade 1960 termasuk didalamnya roket artileri 9K52 Luna-M atau Frog-7 berdaya jangkau kurang dari 100 kilometer dan 2K6 Luna atau Frog-3 berdaya jangkau kurang dari 50 kilometer,rudal darat ke udara SA-2 Guideline,rudal anti kapal Stynx berikut enjinir di bidang motor roket dan pemandunya.

(Roket Artileri Frog-7, sumber CSIS)
(Roket Artileri Frog-7, sumber CSIS)

Berbekal itu, Korea Utara kemudian mendirikan Akademi Militer Hamhung yang didedikasikan sebagai pusat riset dan pengembangan rudal dan roket. China juga turut memberi "angin" dengan mengikutsertakan enjinir Korea Utara dalam pembuatan rudal berbahan bakar cair DF-61 yang bisa menjangkau jarak 600 kilometer dan mampu melontarkan hulu ledak seberat 1.000 kilogram. Kemampuan Korea Utara semakin meningkat setelah mereka mendapatkan rudal balistik Scud-B berikut semua aset pendukungnya dari Mesir dan Uni Soviet.

Satu demi satu penguasaan know-how enjiniring roket tak ayal mengantar mereka ke pembuatan Hwasong-6 (serupa dengan Scud-C) dan Nodong-1 yang berdaya jangkau lebih jauh, lalu roket dua tingkat Taepodong-1 dan 2 yang mestinya memiliki teknologi yang jauh lebih rumit, serta rudal Musudan yang beberapa tahun lalu sempat gagal meluncur.

(Rudal Balistik Musudan, sumber The Guardian)
(Rudal Balistik Musudan, sumber The Guardian)

Pemanfaatan roket balistik jarak jauh Taepodong untuk melontarkan hulu ledak tak ayal ikut meresahkan dunia. Pasalnya, dengan jarak jangkaua antara 6.000 kilometer sampai 10.000 kilometer, roket-roket ini sudah masuk dalam kategori balistik antar benua yang bisa menjangkau tempat mana saja di dunia. Tanpa kekuatan udara dan laut yang memadai, dapat dimengerti jika Korea Utara menjadikan kemampuannya ini sebagai alat diplomasi yang kritikal

Sadar bahwa teknologi dirgantara telah membuktikan diri sebagai kekuatan yang amat menentukan kemenangan dalam berbagai peperangan, maka lumrah saja jika Korut menggunakan kemampuan rudalnya sebagai decisive factor. Puluhan tahun dijajah dan ditekan dunia dengan sendirinya memang telah membuat negeri ini antipati terhadap tetangga-tetangganya, juga dunia luar.

Mau sampai kapan?

 Korea Selatan adalah negara makmur yang bahkan tergolong kaya raya - dengan GDP ( gross domestic product) atau produk domestik bruto mencapai 1,6 trilliun USD pada tahun 2022, sangat jauh diatas Korea Utara yang hanya mempunyai pendapatan 40 miliar USD pada tahun yang sama. 

Secara volume, Korsel masuk rangking 15 besar ekonomi dunia, sementara Korut nangkring di urutan ke-182. Jadi jangankan negeri berkategori industri maju sekelas Korsel, dikomparasikan dengan Indonesia saja level ekonomi Korut masih jauh. Apalagi sejak bencana banjir yang berujung pada kelaparan tahun 1990-an, tingkat kesejahteraan rakyat Korut diduga kian memburuk.

     Korsel memiliki ratusan jet tempur canggih termasuk jet siluman F-35, bertaburan alutsista darat mumpuni serta armada angkatan laut yang cukup kuat di kawasan Asia dan bahkan sudah mampu memproduksi kapal berjenis Destroyer yang tidak jauh berbeda dengan Destroyer utama angkatan laut AS Arleigh Burke Class. 

Korut yang lebih miskin memiliki armada tempur yang kuantitasnya boleh jadi lebih banyak, namun hampir semuanya renta usia dengan tingkat kesiapan tempur dan perawatan dipertanyakan. Para personilnya pun ditengarai kurang dibekali pelatihan memadai. Beda dengan militer Korsel yang rutin mengasah kemampuan lewat berbagai latihan skala besar maupun kecil.

 Korsel walau secara kualitas berada diatas angin, masih dijaga "otot" adidaya AS yang menempatkan kekuatan tempur permanen dengan puluhan ribu prajurit lewat komando Republic of Korea - United Stated Combined Force Command (RoK - US CFC). Ini terjadi lantaran Korsel masih dalam status perang dengan tetangganya yang masih saudara serumpun Korut. Terpisahnya saudara serumpun itu sendiri terjadi tahun 1945 sebagai efek samping perbedaan kiblat ideologi.

(Destroyer AS dan Korsel berlayar bersama saat latihan Foal Eagle 2013, sumber DW)
(Destroyer AS dan Korsel berlayar bersama saat latihan Foal Eagle 2013, sumber DW)

Dewasa ini belum ada tanda-tanda AS akan meninggalkan kawasan semenanjung Korea, terlebih Korut terindikasi semakin berani mengancam Korsel demi menyatukan tanah Korea dalam satu negara, sebuah tujuan yang tentunya akan sangat ditentang oleh AS. Walaupun status kawasan Asia-Pasifik terus memanas dalam dua tahun terakhir, selama dua dekade kebelakang sejatinya dua Korea sempat setidaknya melaksanakan lima kali pertemuan diplomasi untuk membahas masa depan Korea. 

Juni 2000 Presiden Kim Dae Jung jadi presiden pertama Korsel yang menginjakkan kaki di tanah Korea Utara, bertemu dengan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-il, September 2018 jadi momen terakhir Korsel dan Korut dalam satu meja, sampai saat ini belum ada upaya lanjutan antara Korsel dan Korut dalam membahas masa depan perdamaian tanah Korea.

(presiden Kim Dae Jung dan Kim Jong Il dalam Inter Korean Summits tahun 2000, sumber, NK News.)
(presiden Kim Dae Jung dan Kim Jong Il dalam Inter Korean Summits tahun 2000, sumber, NK News.)

AS sebagai "otot" utama penjaga Korsel sekaligus penekanan ambisi Korut memainkan peran sentral dalam kedamaian di tanah Korea. Dibawah presiden Donald Trump, AS  setidaknya melakukan tidak kali upaya diplomasi dengan Korut, pertama pertemuan di Hanoi Vietnam pada 2018 dan dua kali pertemuan di Korsel pada 2019. Baik pemerintah Korsel, AS dan Korut harus lebih serius dalam mengupayakan kedamaian yang seharusnya bisa mereka peroleh.

(Presiden Trump dan Kim Jong-un dalam pertemuan di Hanoi Vietnam, sumber, Wikipedia)
(Presiden Trump dan Kim Jong-un dalam pertemuan di Hanoi Vietnam, sumber, Wikipedia)

Dalam hal ini baik Korsel dan Korut harus bisa saling mempercayai satu sama lain tanpa rasa menaruh curiga atau kebencian dan terbuka dalam berbagai sektor, terutama isu nuklir yang menjadi topik paling sensitif bagi Korut. Kembali ke atas bahwasanya Korut membentengi diri dengan nuklir dari ancaman luar. AS menjadi ancaman paling serius bagi Korut karna dirasa menghalangi ambisi mereka dalam menyatukan Korea. 

AS dalam hal ini harus mampu meyakinkan Korut untuk melepaskan penggunaan hulu ledak nuklir pada rudal-rudal balistik dengan jaminan AS akan angkat kaki dari tanah Korea, dengan begitu stabilitas semenanjung Korea akan lebih dingin dengan ketiadaan senjata nuklir, baik itu milik Korut ataupun milik AS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun