Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Yang di Perjuangkan Penuh Intrik

2 Januari 2025   07:51 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bab 11

Hari operasi Arto sudah dekat, dan kecemasan menghantui pikiran Adelia. Keresahan-keresahan mengganggu pikirannya: "Bagaimana jika suamiku meninggal? Bagaimana jika nanti suamiku jatuh cinta pada dokter Lia?"

Adelia mencari dukungan ayahnya, Aar. "Ayah, aku tidak bisa meninggalkan Arto. Aku harus menjaganya," katanya dengan suara bergetar. Aar mengerti kekhawatiran putrinya. "Nak, kamu harus percaya pada dokter Lia. Dia akan merawat Arto dengan baik. Kamu harus kuat, Nak."

Sementara itu, Paman Bojes menerima pesan dari Faisal Basri.

"Rencana kita sudah siap. Tunggu saja waktu yang tepat." Paman Bojes tersenyum licik, merencanakan langkah selanjutnya.

Dengan tatapan yang agak menusuk, Paman Bojes senantiasa melihat kearah Adelia yang berjalan menghampiri dokter Lia untuk meminta izin menemui Arto sebelum operasi.

Dokter Lia mengizinkannya dengan penuh perasaan. Dokter Lia tahu dan paham benar, bahwa ini adalah detik-detik terakhir Adelia mentapa wajah suaminya.

Saat masuk ke kamar operasi, Adelia memeluk suaminya dengan erat, air matanya turun tak tertahankan lagi.

"Sayang, aku tidak bisa meninggalkanmu. Tolong, sembuhkanlah dirimu." Kata Adelia merayu di pelukan suaminya.

"Aku sudah cukup kuat, sayang. Dengan adanya kamu disini, operasi ini mudah bagiku untuk aku lalui," jawab Arto sembari membalas senyuman istrinya.

Setelah kemesraan singkat itu berlalu, Adelia keluar dari dalam kamar operasi. Ia menangis penuh perasaan di depan ayahnya.

Dalam keadaan pilu, Aar pun sedih hingga nampak terlihat di wajah Aar. Namun, Paman Bojes melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk mendekati Adelia.

"Adel, jangan menangis! Kami akan selalu bersamamu dan memberimu kekuatan."

Paman Bojes merasa perasaannya untuk Adelia sebentar lagi akan terjawab. Walau sebenarnya yang dirasakan Paman Bojes hanyalah hayalan rasa yang tak akan terbalaskan.

Adelia terkejut dengan kata-kata Paman Bojes. "Apa maksudmu, Paman?" tanyanya dengan hati berdebar.

Paman Bojes tersenyum. "Aku hanya ingin membantumu, Adel. Kamu tidak perlu khawatir tentang Arto. Aku akan menjagamu."

Adelia merasa tidak nyaman dan berusaha menjauhkan diri. "Terima kasih, Paman, tapi aku baik-baik saja."

Dan Aar memperhatikan interaksi antara Adelia dan Paman Bojes. Kecurigaan Aar bertambah kuat dengan niat Paman Bojes barusan.

"Nak, Ayah ingin berbicara denganmu," kata Aar, mengajak Adelia menjauh dari Paman Bojes.

Aar membawa Adelia ke samping, menjauhkan dari Paman Bojes. "Nak, aku tidak percaya pada niat Paman Bojes. Dia memiliki rencana tersembunyi," kata Aar dengan suara pelan. "Sejak kejadian kemarin, ayah sudah curiga padanya. Namun, ayah tidak cukup bukti untuk menuduhnya."

Adelia terkejut. "Apa maksudmu, Ayah? Mengapa kamu curiga?"

Walau sebenarnya, serangkaian kejadian yang menimpa keluarga nya. Adelia lebih paham dari ayahnya. Adelia lebih memilih untuk menyembunyikan kebenaran ini dari ayahnya karena persoalan kehidupan keluarga nya yang di jaga.

Aar menatap putrinya serius. "Aku tahu Paman Bojes sejak lama. Dia tidak pernah memiliki niat baik. Kamu harus berhati-hati, Nak." Aar, kembali mengingatkan Adelia.

Paman Bojes memperhatikan percakapan Aar dan Adelia. Dia merasa kehilangan kesempatan untuk mendekati Adelia. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya dengan nada curiga.

Aar menatap Paman Bojes tajam. "Kami hanya membicarakan keselamatan Arto."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun