Sekarang bahkan yang proses waktu kedepannya, aku tidak akan pernah bisa punya alasan untuk kembali padamu. Pembuktian yang menyangkut hubungan kita, sudah cukup lumayan banyak aku temukan yang bahkan aku save sebagai bahan rundingan jiwa dan hatiku.
Apakah benar adanya jika kamu sudah melanggar kesucian yang aku berikan.
Cinta apa yang kamu bangun dalam mencintaiku ? Apakah cinta karet atau cinta sesederhana layaknya orang mengenal sehari lalu pamit pergi untuk selamanya.
Jika cinta seperti itu, selamat ! Kamu sudah memberikan nya padaku dan kamu sudah menang banyak. Kamu menang karena sudah mendapat hatiku juga mendapat kan inti dari cinta yang ada padaku.
Rais, silakan pulang ! Balik lah ke wanitamu. Wanita lebih paham cara menjaga perasaan mu. Aku tidak paham menjaga perasaan mu. Karena kalau aku paham, tentu mustahil dirimu membuat jembatan dari ranting yang usang sebagai penghubung mu dengan ku.
Percuma ! Jangankan jembatan penghubung itu bahkan jembatan emas sekalipun kamu bangun, kita tidak akan bersatu lagi. Hanya takdir mulia dan nasib yang indah yang bisa menyatukan kita berdua.
Cobalah nikmati keadaan seperti ini. Aku sudah menikmatinya dengan membawa rasa penasaran yang selama ini menjadi perhatian ku dan menjadi pertanyaan yang tidak habis ku-jawab walau aku mengurangi kalimat jawaban positif bahwa kamu tidak akan selingkuh dengan wanita lain.
Nyatanya apa ? Kamu memojokkan ku dengan memberiku jawaban itu. Kamu semakin bersemangat untuk menjauhiku sampai pada titik, aku kehilangan segalanya, sampai pada kesempatan ini, aku ingin meninggalkan segala hal yang paling penting dari sekedar menikmati nya disini.
Sebab, mungkin di kampung, aku akan lebih tenang tanpa beban pikiran yang mengusik ku. Silahkan bahagia dengan caramu sendiri, aku juga ingin bahagia dengan caraku sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H