Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pusing Jatah Jauh

13 Juli 2023   09:28 Diperbarui: 13 Juli 2023   09:33 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kamu pusing kah saat tahu aku ingin pulang kampung? Apa yang membuatmu pusing? Padahal antara kita berdua sudah tidak ada apa-apa.


Apalagi sampai berkomentar yang tidak masuk akal, jangan ya ! Karena yang lebih tidak masuk akal itu adalah ketika kamu mengkhianati ku, janjimu hanya sebatas mimpi yang sempurna kau ucapkan.

Jadi biasa saja ! Menyikapi perpisahan kita, aku bahkan sudah mencoba membiasakan diri untuk tidak mengenal mu. Bukan hanya itu, aku bahkan sudah berencana menghapus tentang mu. Masih untung kenangan romantis dimasa lalu tidak bisa aku hapus. Andai saja kenangan itu berada di atas kertas putih maka sejak awal aku tahu kamu sudah mencintai wanita lain maka saat itu juga, aku hapus segalanya.


Hanya saja belum cukup bagiku mengumpulkan kekuatan ku untuk menghapus semua data memori tentang kenangan indah bersama mu.


Kamu tahu kenapa ? Bahkan kekuatan itu telah kamu rampas dari dalam diriku sendiri. Kamu mengambil semua yang berharga dariku, kamu mengurasnya tanpa sedikitpun kamu sisakan untukku.


Jadi biasa saja. Tidak perlu panik dengan keinginan ku yang mau pulang kampung. Biarkan aku melampaui batas waktu agar aku dapat melihat masa depanku apakah masih ada untukku yang begitu baik.


Toh kebahagiaan itu bukan hanya milikmu sendiri. Toh kebahagiaan itu bukan hanya sekedar impianmu sendiri. Aku pun berhak menerima kenyataan bahwa aku pantas mendapatkan kebahagiaan itu.


Bukankah aku sudah bilang padamu saat kita pertama mengenal, bahwa bahagia kan aku agar aku pun memberimu kebahagiaan yang total.


Seperti nya hal itu sudah kamu lupakan sehingga aku tidak ingin melihat wajah mu diantara keadaan pahit saat ini.


Karena percuma kamu datang saat ini, menunjukkan batang hidung mu didepan ku, aku masih tersakiti oleh sikapmu. Jadi alangkah baiknya jika kamu pulang sekarang, temui wanita yang kamu cintai.


Aku bukan lah wanita yang kamu cintai. Mungkin dimatamu, aku adalah wanita pelampiasan cinta di saat-saat ingin, kamu baru mendatangiku dan ketika kamu sudah mendapatkan hasil tujuan mu, kamu akan melepaskan tangan mu dari jemariku.


Apakah seperti itu laki-laki yang mengatakan aku mencintaimu ? Ataukah karena aku terkesan lebih seksi dimatamu.
Tidak salah ! Apa yang terjadi dalam hubungan kita pada awalnya, aku telah diingatkan oleh teman-teman kerja kita bahwa hati-hati menjalani hubungan denganmu.


Peringatan itu aku abaikan begitu saja. Aku pikir, setiap orang punya masa lalu dan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk merubah tampilan dirinya. Ternyata kamu bukan malah memperbaiki label negatif itu malah justru semakin bertambah naas.


Jadi apa gunanya kamu datang menemui ku ? Untuk menunjukkan kepada ku bahwa kamu masih perhatian padaku atau ingin melihatku menangis di depan mu. Dengan begitu aksi rayuan mu bisa kamu mulai lagi.


Maaf ! Aku telah belajar dari sekian luka yang sama darimu. Bahkan luka-luka itu masih belum sembuh dikarenakan begitu banyak pukulan kecemburuan yang kau berikan.


Luka-luka itu tidak mungkin bisa sembuh dengan hadirmu disini. Hadir untuk mencegahku pulang kampung adalah suatu bentuk sikap yang seharusnya tidak perlu kamu lakukan. Karena sekarang bukan lagi seperti perasaan ku dulu dimana setiap kehadiran mu adalah harapan bagiku.


Harapan itu telah kosong. Kamu tau kan ember kosong yang sebelumnya di isi air sepenuh-penuhnya lalu air itu kamu tumpahkan tanpa sedikitpun kamu sisakan air didalamnya. Kira-kira saat ini, aku seperti ember kosong itu yang hanya bisa digunakan, hanya bisa di isi ketika yang mengisi-ku adalah dia yang belum pernah menyakiti ku.


Siapapun dia, apakah itu adalah seorang yang asing atau dia yang mengenalku. Selama aku dibuatnya nyaman dan tidak pernah membuat ku sakit hati maka seluruh anggota badanku kuarah-kan padanya agar dia merasakan kebahagiaan yang tidak akan pernah habis.


Jadi biasa saja. Jadi orang yang biasa itu pada intinya tenang. Tidak banyak keinginan yang mau dipenuhi. Kamu telah berhasil membuatku jadi orang yang biasa saja. Mestinya aku berterima kasih padamu karena dorongan paksaan darimu sampai aku paham betul, laki-laki dengan nama Rais, kebanyakan adalah mereka yang pengecut.


Karena saking pengecut nya itu hingga berani berbohong pada wanita yang begitu sangat mencintai nya. Wanita itu tidak pernah berpikir sama sekali untuk mencintai laki-laki lain. Wanita itu tahu, cinta itu sama !. Kemanapun berjalan, kemanapun mata melihat maka cinta tidak akan pernah berubah.


Cinta itu seumpama barang toko yang bisa dibeli maka aku rela kamu buat se-kecewa mungkin. Aku tidak akan pernah perduli dengan siapa kamu menjalin hubungan karena stok-mu banyak di toko. Kamu buat aku menangis, aku akan membuang-mu lalu membeli lagi stok barang yang sama dengan mu cuma permasalahan nya bukan itu.

Permasalahannya adalah menyangkut hati, perasaan, jiwa dan pikiran serta bahkan semua unsur dalam kehidupan ini, ikut andil terlibat mencari pembuktian.


Sekarang bahkan yang proses waktu kedepannya, aku tidak akan pernah bisa punya alasan untuk kembali padamu. Pembuktian yang menyangkut hubungan kita, sudah cukup lumayan banyak aku temukan yang bahkan aku save sebagai bahan rundingan jiwa dan hatiku.


Apakah benar adanya jika kamu sudah melanggar kesucian yang aku berikan.


Cinta apa yang kamu bangun dalam mencintaiku ? Apakah cinta karet atau cinta sesederhana layaknya orang mengenal sehari lalu pamit pergi untuk selamanya.


Jika cinta seperti itu, selamat ! Kamu sudah memberikan nya padaku dan kamu sudah menang banyak. Kamu menang karena sudah mendapat hatiku juga mendapat kan inti dari cinta yang ada padaku.


Rais, silakan pulang ! Balik lah ke wanitamu. Wanita lebih paham cara menjaga perasaan mu. Aku tidak paham menjaga perasaan mu. Karena kalau aku paham, tentu mustahil dirimu membuat jembatan dari ranting yang usang sebagai penghubung mu dengan ku.


Percuma ! Jangankan jembatan penghubung itu bahkan jembatan emas sekalipun kamu bangun, kita tidak akan bersatu lagi. Hanya takdir mulia dan nasib yang indah yang bisa menyatukan kita berdua.


Cobalah nikmati keadaan seperti ini. Aku sudah menikmatinya dengan membawa rasa penasaran yang selama ini menjadi perhatian ku dan menjadi pertanyaan yang tidak habis ku-jawab walau aku mengurangi kalimat jawaban positif bahwa kamu tidak akan selingkuh dengan wanita lain.


Nyatanya apa ? Kamu memojokkan ku dengan memberiku jawaban itu. Kamu semakin bersemangat untuk menjauhiku sampai pada titik, aku kehilangan segalanya, sampai pada kesempatan ini, aku ingin meninggalkan segala hal yang paling penting dari sekedar menikmati nya disini.


Sebab, mungkin di kampung, aku akan lebih tenang tanpa beban pikiran yang mengusik ku. Silahkan bahagia dengan caramu sendiri, aku juga ingin bahagia dengan caraku sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun